Makalah Kkl Izin Mendirikan Bangunan (Imb)
Monday, March 23, 2020
Edit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laporan KKL
Pembenahan pelayanan birokrasi yang selama ini cenderung dicitrakan buruk terus menjadi dilema baik ditingkat publik maupun dilingkungan pemerintahan itu sendiri. Pada level publik contohnya muncul tuntutan yang sangat berpengaruh supaya pemerintah konsisten untuk melaksanakan reformasi birokrasi dengan memperlihatkan pelayanan prima kepada publik. Sedangkan ditingkat pemerintahan sendiri, harus diakui pula bahwa secara legal formal pembenahan pelayanan publik terus mendapat perhatian khusus. Sejumlah kebijakan diterbitkan supaya penyelenggaraan pelayanan prima segera terealiasi. Keinginan tersebut setidaknya sejalan dengan apa yang mengenjala di ranah praktis, hampir seluruh pejabat publik, menyebabkan informasi pelayanan prima sebagai icon kepemimpinan. Apa yang terjadi tersebut kemudian mendapat pemberian teoritis. Bahwa terus menguatnya informasi reformasi birokrasi, tidak sanggup dilepaskan dari pelaksanaan otonomi daerah. Secara teoritis pelaksanaan otonomi kawasan akan berdampak pada tiga perubahan yaitu; (1) political equlaity, yakni suatu kondisi di mana terbukanya ruang bagi publik untuk relatif gampang mendapatakan jalan masuk ke ruang-ruang birokrasi. Keterbukan tersebut pada karenanya membuat checks and balances; (2) local accountability, berkaitan dengan transparansi dan mekanisme akuntabilitas terhadap apa yang telah dilakukan; dan (3) local responsibility, yakni adanya jaminan untuk memperlihatkan pelayanan publik yang prima.
Berkaitan dengan pelayanan jasa perizinan ini, pemerintah melaksanakan terobosan yang patut sanggup kebanggaan yaitu dikeluarkannya Permendagri nomor 24 ihwal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Dalam Permendagri itu permerintahan kabupaten/ kota diwajibkan mempunyai forum PPTSP. Tidak sebatas formalitas kelembagaan dalam artian institusi tapi juga forum dalam artian mekanisme dan nilai. Kebijakan nasional ini sanggup dikategorikan sebagai loncatan kuantum dalam reformasi birokrasi khususnya dalam pelayanan jasa perizinan. Namun patut dicatat, baik berupa wacana maupun dalam penerapannya, konsep PPTSP sudah cukup usang berkembang dan diimplementasikan oleh Pemkab/Pemkot, bahkan jauh sebelum konsep PPTSP diluncurkan. Sekarang ini setidaknya tercatat 29 pemerintah kabupaten/kota yang sudah menerapkan penerbitan izin perjuangan melalui satu pintu. Beberapa PPTSP yang sering ditampilkan media antara lain: Kabupaten Jembrana (2000), Kababupaten Sragen (2002), Kota Yogyakarta (2005), dan Kababupaten Kebumen (2006). Daerah yang dinilai cepat merespon lahirnya PPTSP yakni Provinsi Jawa Barat. Terdaftar sedikitnya 4 Pemkab/Pemkot yang sudah mencoba menerapkan inisiatif PPTSP (diantaranya Kota Cimahi, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka & Kab. Purwakarta). Walau tergolong gres keempat kawasan tersebut telah melaksanakan perubahan mendasar. Kota Cimahi contohnya, untuk mendukung kerja PPTSP, forum ini didukung dengan anggaran dan tidak dibebani dengan traget PAD.
Pada konteks ini, budaya organisasi di PPTSP masih mengikuti budaya organisasi dalam birokrasi yang selama ini masih menganut paradigma dilayani, dan berorientasi “asal bapak senang” . Sedangkan budaya organisasi PPTSP seharusnya menganut paradigma melayani dan berorientasi kepuasan pengguna jasa. Kondisi tersebut setidaknya tergambar dari pengembangan PPTSP yang masih sebatas perjuangan pembentukan forum dan sangat minim memperhatikan terbentuknya dan tumbuhnya budaya baru. Berkaca dari pengembangan budaya organisasi yang biasanya digunakan oleh sebuah perusahaan, ada satu profil konfigurasi budaya yang cenderung terabaikan yaitu highly integrative cultur. Budaya highly integrative memperlihatkan perhatian yang besar terhadap pengembangan karyawan, yang memfasilitasi internal integration, berorientasi kepada kepuasan konsumen, kepekaan sosial dan inovasi. Disamping tipe budaya ini memperlihatkan kenyamanan bagi karyawannya sehingga perusahaan juga bisa mendapat kesepakatan yang tinggi dari karyawannya dibandingkan dengan budaya hirarcy. Pada konteks ini keberadaan PPTSP masih dipandang sebagai lahan yang tidak basah, tidak bisa menyebarkan karir dan tempat pembuangan staf yang tidak lagi produktif atau mempunyai visi yang berbeda dengan pimpinan. Artinya, untuk keluar dari kondisi tersebut butuh ada perubahan pemahaman terhadap esensi kehadiran PPTSP.
Kecenderungan umum yang terjadi yakni sulitnya memulai perjuangan formal di Indonesia. Walaupun, semua pihak menyadari bahwa dunia usaha, khususnya Usaha Kecil Menengah (UKM) yakni salah satu pilar utama ekonomi bangsa. Bahkan ketangguhan UKM sebagai unit perjuangan yang menempel eksklusif dalam urat nadi perekonomian rakyat setidaknya sudah terbukti semasa krisis ekonomi 1998. Permasalahan pengurusan izin perjuangan selama ini tidak sanggup dilepaskan dari proses ratifikasi ditingkat birokrasi. Prosedur yang berbelit-belit, banyak dan tumpang tindihnya persyaratan, ketidak jelasan biaya, dan rata-rata waktu penyelesaian perizinan yang usang (dalam artian tidak adanya kepastian waktu), ditambah tidak tersedianya informasi yang cukup memadai merupakan kondisi pengurusan perizinan perjuangan di negeri ini. Maka masuk akal jika banyak pengusaha menjadi enggan untuk mengurus izin usaha. Berdasarkan data Badan Pusat Stratistik hanya 20% pengusaha yang mempunyai surat izin usaha. Selanjutnya hasil penelitian Bank Dunia menunjukan, bahwa untuk memulai perjuangan di Indonesia rata-rata dibutuhkan 151 hari, melewati 12 prosedur, dan membutuhkan biaya sekitar 130,7% pendapatan perkapita. Data tersebut memperlihatkan bagaimana potret pelayanan birokrasi di Indonesia yang masih jauh dari bentuk pelayanan efektif dan prima.
Lebih menyederhanakan mekanisme perizinan. Dilakukan dengan cara mendelegasikan izin tertentu kepada kecamatan atau penyederhanaan rekomendasi. Misalnya, mendelegasikan izin mendirikan bangunan (IMB) dalam skala tertentu kepada kecamatan. Satu kawasan berhasil memotong rantai perizinan yang telah sederhana. Di kawasan ini, untuk pemutihan IMB tidak lagi dibutuhkan rekomendasi dari kecamatan. Namun, cukup dari RT dan RW. Begitu pula untuk IMB rumah berlantai dua, tidak dibutuhkan rekomendasi dari Dinas Kimpraswil. Tetapi, cukup dengan jaminan konstruksi. Izin gangguan (HO) juga menjadi lebih sederhana. Sebelumnya, dibutuhkan waktu dua hingga tiga bulan untuk mengurus izin ini. Sekarang, bisa selesai dalam waktu delapan hari. Reformasi penyederhanaan perizinan ini diperkuat dengan dikeluarkannya peraturan kepala kawasan setempat.
Adapun persyaratan permohonan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan sanggup dijelaskan sebagai berikut:
- Mengisi formulir permohonan IMB ditandatangani pemohon dan diketahui lurah dan camat setempat.
- Keterangan Rencana Kota (KRK) Asli untuk lampiran IMB disertakan.
- Foto copy surat-surat penguasaan tanah yang sah (menunjukan orisinil atau poto copy dilegalisir oleh pejabat yang berwenang).
- Bila tanah bukan miliknya sendiri dilampiri surat tidak keberatan dari pemilik tanah dan ditandatangani diatas materai cukup.
- Foto copy KTP Pemohon dan/ atau Pemilik Tanah.
- Foto copy pembayaran PBB tahun terakhir atau keterangan dari instansi yang berwenang apabila tidak terkana PBB.
- Bila pemohon merupakan tubuh aturan dilampiri foto copy sertifikat Pendirian Badan Hukum (PT, CV, Firma, Yayasan).
- Gambar teknis rencana bangunan meliputi: Denah, Tampak 2 sisi, 2 potongan, rencana atap, rencana pondasi, dan sumur resapaan skala 10100/10200.
- Perhitungan kontruksi (lengkap dengan gambar-gambarnya) dilengkapi foto copy ijazah dan KTP penanggung jawab yang ditandatanggani di atas materai cukup apabila:a. Bangunan berlantai 2 atau lebihb. Bangunan dengan kontruksi bentang atap lebih dari 10m
- Penyelidikan tanah untuk bangunan berlantai lebih.
- Surat pernyataan ditandatangani diatas meterai cukup
- Dokumen lain yang disyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku :
- Kajian lingkungan (SPPL/UKL-UPL/AMDAL)
- Rekomendasi ketinggian bangunan dari instansi teknis yang berwenang
- Persetujuan prinsip dari Walikota untuk pembangunan tempat ibadah serta bangunan lain sesuai ketentuan yang berlaku
- Rekomendasi instalasi pencegah ancaman kebakaran untuk bangunan berlantai 4 atau lebih.
Berdasarkan uraian di atas maka punulis mengambil judul penelitian sebagai berikut: Analisis Pelayanan Publik Dalam Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
1.2 Identifikasi Masalah
Memperjelas fokus dilema yang akan diteliti dalam penelitian ini, peneliti menyusun identifikasi dilema sebagai berikut:
- Bagaimana kegiatan pemberian pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.?
- Bagaimana interaksi antara konsumen dengan aparatur dalam pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.?
- Bagaimana cara aparatur dalam memecahkan permasalahan dalam pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.?
1.3 Maksud dan Tujuan Laporan KKL
Maksud dari penelitian ini yakni untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana Kepala Perizinan Dalam Meningkatkan Kinerja Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi. Dan Tujuan yang diteliti adalah:
- Untuk mengetahui kegiatan pemberian pembuata Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.?
- Untuk mengetahui interaksi antara konsumen dengan aparatur dalam pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.?
- Untuk mengetahui cara aparatur memecahkan permasalahan dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi?
1.4 Kegunaan Laporan KKL
Hasil penelitian ini dibutuhkan mempunyai keguanaan yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut:
1. Kegunaan bagi peneliti, dari hasil penelitian ini dibutuhkan bermanfaat bagi peneliti:
- Sebagai hal untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan di bidang pemerintahan terutama mengenai Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
- Untuk menuntaskan studi di Progam Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.
2. Kegunaan teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan:
- Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu sosial
- Dapat dijadikan materi contoh untuk masa yang akan tiba bagi yang melaksanakan penelitian mengenai pelayanan perizinan.
3. Kegunaan praktis, dari hasil penelitian diharapkan:
- Sebagai sarana untuk membandingkan antara teori yang didapat dikala perkuliahan dan praktek di lapangan.
- Dapat memperlihatkan manfaat bagi masyarakat dan sebagai suatu materi masukan dan materi pertimbangan untuk memecahkan dilema yang dihadapi dalam peningkatan kinerja Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
1.5 Kerangka Pemikiran
Setiap pembuatan karya ilmiah tentunya harus berpedoman pada teori-teori yang dikemukakan oleh para andal yang diakui kebenarannya. Demikian pula dengan pembuatan Laporan KKL ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh para andal dalam hal ini tentunya teori yang digunakan terang hubungannya dengan pelayanan.
Analisis merupakan sebuah penyelidikan terhadap suatu insiden untuk mengetahui keadaan yang sesungguhnya untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti dari keseluruhan (Ali, 1995:37). Adapun berdasarkan Dale Yoder menyerupai yang dikutip oleh A.A. Anwar Prabu Mangkunegara mendefinisikan analisis sebagai mekanisme melalui fakta-fakta yang bekerjasama dengan setiap pengamatan yang diperoleh dan dicatat secara sistematis (dalam Mangkunegara, 2001:13).
Berdasarkan pengertian diatas maka, analisis merupakan suatu pengamatan yang sesungguhnya dimana fakta-fakta yang ada saling bekerjasama untuk memperoleh pemahaman arti dari keseluruhannya.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan, sejalan dengan pendapat tersebut.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahu 2003 mendefinisikan pelayanan sebagi berikut:
“segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daeraha dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (keputusan MENPAN Nomor 63/2003)
Adapun berdasarkan Widodo joko, pelayanan publik adalah:
“pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan (Widodo,2001:269)”.
Dari definisi tersebut maka sanggup ditarik kesimpulan Pelayanan prima merupakan suatu layanan yang dberikan kepada publik yang bisa memuaskan pihak yang dilayani, hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam SK Menpan No. 81 Tahun 1993 ihwal Pedoman Tata Laksana Pelayan Umum, “Pelayanan masyarakat yakni segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah di pusat, di kawasan dalam membentuk barang dan jasa baik dalam bentuk pemenuhan masyarakat maupun dalam pelaksanaan ketentuan perundang-undangan”.
Definisi pelayanan berdasarkan Gronroos (1990:20) sebagaimana dikutip dibawah ini:
“ Pelayanan yakni suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan yang bersifat tidak kasat mata (tidak sanggup diraba) yang terjadi sebagai jawaban adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan konsumen/pelanggan”. (Ratminto dan Atik Septi Winarsih,2005:2)
Dari devinisi tersebut diatas sanggup diketahui bahwa ciri pokok pelayanan yakni tidak kasat mata (tidak sanggup dilihat) dan melibatkan upaya insan (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan.
Pelayanan publik atau pelayanan umum sanggup didevinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapat tersebut menunjukan bahwa Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi yakni melaksanakan hak dan kewajiban yang menjadi kedudukannya di dalam masyarakat.
1.6 Metode dalam Laporan KKL
Metode dalam penelitian ini memakai metode penelitian deskriptif, yaitu hanya memaparkan situasi atau insiden yang sedang berlangsung. Hal itu sejalan dengan pendapat Moh.Nazir mendefinisikan metode deskriptif sebagai berikut:
“Metode deskriptif yakni suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas insiden pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk membuat deskriptif, gambaran / lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta kekerabatan antara fenomena yang diselidiki” (Nazir, 1999:63).
Metode ini menggambarkan atau menjelaskan sesuatu hal kemudian diklasifikasikan sehingga sanggup diambil suatu kesimpulan. Adapun pengertian lain dari metode penelitian deskriptif berdasarkan Soehartono bahwa:
”Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan gambaran ihwal suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran ihwal suatu tanda-tanda atau kekerabatan antara dua tanda-tanda atau lebih” (Soehartono, 2002:35).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menetahui peranan kepala perizinan dalam melayani pelayanan satu pintu di kantor pelayanan perizinan satu pintu kota Cimahi.
1.6.1 Tehnik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh penulis dalam penelitian ini berupa data kualitatif, sebagai berikut:
1). Data primer, yang diperoleh melalui:
a). Observasi partisipan yaitu suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil kepingan dalam kegiatan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
2). Data sekunder, yang diperoleh melalui:
a). Penelitian Kepustakaan, yaitu mengumpulkan data yang relevan dengan dilema penelitian, melalui: buku-buku, majalah, surat kabar, pemanfaatkan teknologi informasi atau internet dan literatur-literatur yang berkaitan dengan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi
1.7 Lokasi dan Waktu KKL
Lokasi yang diambil sebagai tempat KKL yakni PPTSP Kota Cimahi yang beralamatkan di Jl. Rd. Demang Hardjakusuma Gedung C. Lat.1 Blok Jati Telp (022) 6632601 Kota Cimahi 40513.s