Pengertian, Konsep Dan Hakekat Pendidikan Islam

KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Hakekat Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Hakekat pendidikan Islam ialah “usaha orang remaja muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui pedoman Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.”[1]

Al-Qur'an dan Sunnah Rasul merupakan sumber pedoman Islam, maka pendidikan Islam pada hakekatnya dihentikan lepas dari kedua sumber tersebut. Dalam kedua sumber tersebut pendidikan lebih dikenal dengan istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu at-Tarbiyah.

Pendidikan atau at-tarbiyah berdasarkan pandangan Islam ialah belahan dari kiprah insan sebagai Khalifah Allah di bumi. Allah ialah Rabb al-’Alamin juga Rabb al-Nas. Tuhan ialah “yang mendidik makhluk alamiah dan juga yang mendidik manusia.”[2] Sebagai khalifah Allah, insan mendapat kuasa dan limpahan wewenang dari Allah untuk melaksanakan pendidikan terhadap alam seisinya dan manusia, oleh karenanya dalam konteks problem ini manusialah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan tersebut.

Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian memberi makan kepada jiwa seseorang sehingga mendapat kepuasan rohaniah.[3] Pendidikan bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan yang sesuai dengan pedoman Islam, maka harus berproses melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler yang berpedoman pada syari’at Islam.

Syariat Islam “tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.”[4] Dari satu segi, kita melihat bahwa pendidikan Islam itu banyak ditujukan kepada kebaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Di sisi lain, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja tapi juga praktis. Ajaran Islam juga tidak memisahkan antara kepercayaan dan amal sholeh.

Esensi pendidikan Islam yang dilandasi oleh filsafat pendidikan Islam yang benar dan yang mengarahkan pada proses pendidikan Islam, M. Fadil Al-Djamali, Guru Besar Universitas Tunisia, mengungkapkan cita-citanya bahwa pendidikan yang harus dilaksanakan umat Islam ialah “pendidikan keberagamaan yang berlandaskan keimanan yang berdiri di atas filsafat pendidikan yang bersifat menyeluruh yang berlandaskan kepercayaan pula.”[5]

Jadi, jelaslah bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian perjuangan membimbing, mengarahkan potensi hidup insan yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup. Proses tersebut harus senantiasa berada di dalam nilai-nilai Islami, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah yang sesuai dengan pendidikan Islam. Untuk lebih memahami pengertian pendidikan Islam sanggup ditinjau dari segi bahasa dan istilah. Adapun dua segi tersebut adalah:
1. Pendidikan Islam Ditinjau Dari Segi Bahasa
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa maka kita harus melihat di dalam bahasa Arab, lantaran pedoman Islam itu diturunkan dalam bahasa Arab.

Kata "pendidikan" yang umum kita gunakan dalam bahasa Arabnya ialah "Tarbiyah" dengan kata kerja "Robba". Kata "pengajaran" dalam bahasa Arabnya ialah "Ta'lim" dengan kata kerjanya "’Allama". Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya ialah "Tarbiyah wa Ta'lim". Sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa Arab ialah "Tarbiyah Islamiyah".[6] 

Dalam Al-Qur'an tidak akan kita temukan at-Tarbiyah, tetapi hanya kita temukan term yang senada yaitu ar-Rabb, Robbayaani. Dalam surat Al Isra' : 24 disebutkan: 
"Dan rendahkanlah terhadap mereka berdua penuh kesayangan dan ucapkanlah “wahai Tuhanku kasihanilah mereka berdua sebagai mana mereka telah mendidikku sewaktu kecil”.[7]

Dalam bahasa Arab kata "Robba" mempunyai beberapa arti “antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara. Dan kata “robba” ada yang berarti memimpin, memperbaiki dan menambah. Sedangkan kata “robaa” berarti tumbuh dan berkembang.” [8]

Dari uraian wacana pengertian pendidikan dari segi bahasa sanggup disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai kiprah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan insan dari tahap ke tahap kehidupan anak didik hingga mencapai titik kemampuan optimal.

2. Tinjauan Pendidikan Islam Dari Segi Istilah
Pengertian pendidikan Islam yang lazim kita pahami kini ini merupakan implementasi dakwah Islamiyah yang terdapat di zaman Nabi. Melalui perjuangan dan kegiatan yang dilaksanakan Nabi dalam memberikan permintaan dengan berdakwah memberikan pedoman Islam, memberi contoh, melatih ketrampilan, memberi motivasi dan membuat lingkungan sosial yang mendukung pembentukan muslim, hal tersebut sanggup diartikan bahwa pendidikan Islam yang ada pada ketika ini, merupakan pembagian terstruktur mengenai dari arti pendidikan yang telah dikembangkan semenjak zaman Rasulullah SAW. Dengan banyak sekali kegiatannya Nabi telah mendidik dan membentuk kepribadian umatnya dengan kepribadian muslim. Karena itu, Nabi Muhammad SAW disebut sebagai seorang pendidik yang berhasil dalam menanamkan pedoman Islam pada masyarakat jahiliah.

Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa apa yang dia lakukan itu merupakan rumusan pendidikan Islam pada masa sekarang. Untuk lebih jelasnya akan penulis kemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian pendidikan Islam berdasarkan beberapa ahli.

Menurut Ahmad D. Marimba, pengertian pendidikan Islam ialah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama berdasarkan ukuran-ukuran Islam”.[9] Menurutnya kepribadian utama ialah kepribadian muslim yang mempunyai nilai-nilai agama Islam, menentukan dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam

Menurut Syekh Ahmad An-Naquib Al-Attas, definisi pendidikan Islam adalah:
Usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan legalisasi tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing ke arah pengenalan dan legalisasi akan daerah Tuhan yang tepat di dalam wujud dan keberadaan-Nya.[10]

Menurut Omar Muhammad Al-Toumy As-Syaibany, definisi pendidikan Islam adalah, “proses mengubah tingkah laris individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar dengan pengajaran sebagai acara asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi di dalam masyarakat.[11] 

Menurut definisi ini, pendidikan Islam dikonotasikan pada pembentukan etika dan mengeksplorasi problem produktivitas beserta kreativitas insan dalam menjalani kiprahnya dalam kehidupan masyarakat di samping menjadikannya sebagai salah satu alternative profesi.

Dari hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan pengertian pendidikan Islam yaitu, "bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani berdasarkan pedoman Islam dengan nasihat mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua pedoman Islam".[12]

Dari pernyataan di atas, penulis berasumsi bahwa pendidikan Islam ialah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pedoman Islam pada anak didik melalui pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup.

Dari uraian tersebut, sanggup diambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah bimbingan dan pembentukan pribadi muslim, muslim ditinjau dari segi hakekatnya sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu. Ajaran Islam tidak membedakan antara kepercayaan dan amal soleh. Oleh lantaran itu pendidikan Islam ialah pendidikan kepercayaan dan pendidikan amal. Karena pedoman Islam berisi wacana sikap dan tingkah laris pribadi di masyarakat, maka pendidikan Islam ialah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.

2. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
Muhammad S.A. Ibrahimy, sarjana pendidikan Islam Bangladesh dalam salah satu penerbitan media massa "Islamic Gazette" menguraikan wacana wawasan dan pengertian serta jangkauan pendidikan Islam sebagaimana dikutip oleh M. Arifin, sebagai berikut:

"Islamic education in true sense of the term, is a system of education which enables a man too lead his life according to the Islamic ideologi, so that he may easily could his life in accordence which tenets of Islam. The scope of Islamic education has been changing at different times. In view of demans of the age and development of science and theologi is scope has also widened".[13]

Pendidikan Islam berdasarkan pandangannya, dalam pengertian gotong royong ialah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang sanggup mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam (cita Islami) sehingga ia dengan gampang sanggup membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan pedoman Islam. 

Pendidikan Islam ialah pendidikan tanpa batas waktu dan akan berjalan dinamis sesuai dengan keuniversalan Islam itu sendiri. Sehingga dalam tugasnya pendidikan Islam ialah harus berjalan sesuai dengan kebutuhan insan secara luas dari banyak sekali aspek kehidupan. Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib dalam bukunya "Pemikiran Pendidikan Islam" menyatakan bahwa, “tugas dari pendidikan Islam mencakup tiga unsur, yaitu sebagai pengembang potensi, pewarisan budaya dan sebagai interaksi antara potensi dan budaya”.[14] Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu demi satu.

1. Pendidikan Islam Sebagai Pengembang Potensi
Allah SWT telah membuat insan di dunia, kecuali bertugas pokok menyembah Khaliknya juga bertugas mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi biar insan sanggup hidup sejahtera dan makmur lahir batin.

Manusia diciptakan Allah selain menjadi hamba-Nya juga menjadi penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan khalifah, insan telah diberi kelengkapan kemampuan jasmani (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang sanggup dikembangtumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan kiprah pokok kehidupan di dunia.

Untuk mengembangtumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan hingga di mana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut sanggup dicapai. Pendidikan ialah proses untuk menemukan dan menyebarkan potensi yang dimiliki manusia, dalam arti untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki manusia.

Pendidikan Islam telah memperlihatkan resep kehidupan yang menyeluruh untuk dipakai sebagai landasan hidup insan dalam segala jaman dan dalam segenap bidang kehidupan manusia. Resep demikian tidak akan mempunyai kegunaan bila mana insan itu sendiri sebagai konsumernya tidak dibekali kemampuan untuk mengaktualisasikannya melalui proses pendidikan yang sesuai dengan pedoman agama yang telah diperintahkan Allah kepada hamba-Nya.

Oleh lantaran itu tamat dari tujuan pendidikan Islam berada di garis yang sama dengan misi tersebut yaitu membentuk kemampuan dan talenta insan biar bisa membuat kesejahteraan dan kebahagiaan yang penuh rahmat dan berkat Allah di seluruh penjuru alam. Hal ini berarti bahwa potensi yang dimiliki insan akan sanggup diapresiasikan melalui ikhtiarnya yang bersifat kependidikan secara terarah dan tepat.

Selain pendidikan, dalam rangka menyebarkan potensi atau kemampuan dasar, insan juga membutuhkan adanya dukungan dari orang lain untuk membimbing, mendorong dan mengarahkan biar banyak sekali potensi tersebut sanggup tumbuh dan berkembang secara masuk akal dan optimal, sehingga kelak hidupnya sanggup berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian insan akan sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya dan sanggup beradaptasi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya.

Lingkungan fisik ialah lingkungan alam menyerupai keadaan geografis, iklim, kondisi ekologi dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan yang berupa orang-orang yang berada di sekitar insan yang berinteraksi dengan mereka menyerupai orang tuanya, saudara-saudaranya, tetangganya dan lain-lain. [15]

Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa pendidikan itu berusaha untuk menyebarkan semua potensi yang dimiliki manusia, baik jasmaniah maupun rohaniah, sehingga dengan pendidikan akan tercapai kehidupan yang harmonis, seimbang antara kebutuhan fisik material dengan kebutuhan mental spiritual dan antara kehidupan dunia dan akhirat.

2. Pendidikan Islam sebagai Internalisasi Nila-nilai Islamiah
Tugas pendidikan Islam selanjutnya ialah mewariskan nilai-nilai Islam. Hal ini dikarenakan nilai-nilai Islam akan mati bila nilai-nilai dan norma-norma agama tidak berfungsi dan belum sempat diwariskan ke generasi berikutnya.

Nilai-nilai Islam dan peradaban tidak sanggup dipisahkan dengan kelahiran Islam itu sendiri. Maka dari itu lembaga-lembaga pendidikan mempunyai kiprah selain menyebarkan perolehan pengalaman, forum pendidikan harus bisa mengupayakan perolehan pengalaman generasi terdahulu melalui transfer tradisi. Islam mengemban kiprah menghidupkan kembali tradisi, konsep keagamaan dan mewariskan ilmu-ilmu yang diperoleh dari kitab-kitab usang ke generasi selanjutnya.

Pendidikan Islam sebagai alat internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam masyarakat, mempunyai tabiat elastis terhadap perkembangan aspirasi kehidupan insan sepanjang jaman. Dengan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip nilai yang mendasarinya, pendidikan Islam akan bisa mengakomodasikan tuntutan hidup insan dari jaman ke jaman termasuk tuntutan di bidang ilmu dan teknologi.

Islam yang hendak diwujudkan dalam sikap insan melalui proses pendidikan, bukanlah semata-mata sistem teologinya saja, melainkan lebih dari itu yaitu termasuk peradabannya yang lebih sempurna. Oleh lantaran itu “Islam berhadapan dengan segala bentuk kemajuan dan modernisasi masyarakat, tidaklah akan mengalami kesulitan mengingat wataknya yang elastis dalam menghadapi perkembangan kebudayaan manusia.”[16]

Pendidikan sesungguhnya produk dari kebudayaan insan sendiri. Rancangan suatu pendidikan dalam suatu masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh tingkat perkembangan dan kemajuan dari kebudayaan masyarakat itu sendiri.

Melalui kualitas pendidikan maka tingkat kebudayaan suatu masyarakat akan ditentukan kualitasnya. Oleh lantaran itu dalam taktik pengembangan kebudayaan Islam. Pendidikan menjadi “bagian fundamental, sehingga merancang taktik kebudayaan Islam pada hakekatnya ialah merancang suatu pendidikan. Dalam korelasi ini pendidikan Islam ialah pendidikan yang bercorak tauhid.”[17]

Pendidikan sebagai sentra pengembangan kebudayaan ialah sentra kajian kebudayaan dan ilmu-ilmu. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam maka yang perlu dirumuskan ialah konsep ilmu-ilmu dalam Islam. Dengan demikian kajian ilmu-ilmu dalam konsep Islam pada hakekatnya untuk menemukan dan menyebarkan hukum-hukum yang ada dalam setiap ciptaan Allah dan melalui penguasaan kebenaran hukum-hukum itulah sesungguhnya proses pembentukan suatu kebudayaan mulai digulirkan.

Oleh lantaran itu kebudayaan Islam haruslah mencerminkan nilai-nilai akhlakul karimah dan menjadi belahan dari ibadah sebagai wujud kolaborasi kreatif antara Allah dan insan sebagai hamba-Nya di muka bumi. “Nilai-nilai kebudayaan ialah pencapaian nilai spiritual yang memperkaya kehidupan batin manusia”.[18] Dengan demikian, pendidikan Islam sebagai pewaris budaya harus bisa mewariskan harapan bangsa.

3. Pendidikan Islam Sebagai Interaksi Antara Potensi Dan Budaya
Dalam rangka mewujudkan kebudayaan Islam, potensi dasar insan harus dididik sebaik mungkin. Suatu didikan yang menekankan perhatiannya pada kemaslahatan umum, akan lebih gampang menyebarkan potensi atau kemampuan dasar manusia. Pendidikan mempunyai kiprah yang sangat besar dalam meluruskan dan menyebarkan potensi dasar manusia. Tanpa pendidikan potensi tidak akan mengalami perkembangan lebih sempurna.

Selanjutnya kebudayaan Islam sebagai produk dari potensi dasar tersebut haruslah berisi muatan-muatan paedagogis. Artinya, suatu kebudayaan yang sanggup menjadikan kondisi sosio-kultural, mengarah pada bentuk pola kehidupan yang positif berdasarkan nilai dan norma pedoman Islam. Sehingga nilai-nilai Islam didalamnya sanggup dipahami dan diwujudkan kebenarannya sebagai pembeda dari jenis kebudayaan lainnya. 

Sesungguhnya kebudayaan itu, secara ontologis ialah nafs insan itu sendiri. Manusia sebagai wujud dari eksistensi nafs yang kreatif yang bertindak sebagai subyek dalam proses penciptaan menjadi khalifah Allah di muka bumi. Oleh lantaran itu, “Kebudayaan merupakan proses pergulatan kesatuan kepercayaan dan kreatifitas dalam menghadapai tantangan realitas dengan karya dan tindakan keshalihan. Maka insan menentukan derajatnya dalam kehidupan ini”.[19]

Dengan demikian, kebudayaan Islam jika dilihat sebagai proses dan produk ialah :
Proses eksistensi kreatif diri insan sebagai aktualisasi dari penyerahan diri, untuk mematuhi hukum-hukum Tuhan sehingga memperoleh keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian hidup. Sedangkan kebudayaan Islam sebagai produk ialah konsep atau gagasan, kegiatan serta benda-benda yang dibentuk untuk dedikasi penyerahan diri terhadap Tuhan serta untuk tercapainya keselamatan dan kesejahteraan bersama.[20]

Potensi dasar yang telah disalurkan secara optimal dan dilapisi pesan-pesan Islam merupakan kekuatan yang potensial dalam membangun kebudayaan Islam. Jenis kebudayaan ini sanggup ditumbuhkembangkan melalui bekal potensi dasar tersebut sehingga terdapat korelasi kausal yaitu, potensi dasar sebagai variabel penentu sedang kebudayaan Islam sebagai variabel yang ditentukan. Dengan potensi yang dimiliki, insan diharapkan untuk menegakkan peradaban dan kebudayaan Islam sebagai wujud khalifah Allah di muka bumi.

Muhaimin dan Abdul Mujib dalam buku “Pemikiran Pendidikan Islam” mengutip pendapat Langeveld yang menyatakan bahwa, “Tugas pendidikan ialah mendewasakan anak melalui bimbingan dan pengarahan”.[21] Bimbingan dan pengarahan tersebut menyangkut potensi predesposisi (kemampuan dasar) serta talenta insan yang mengandung kemungkinan-kemungkinan berkembang ke arah kematangan yang lebih optimal.

Potensi atau kemampuan dasar yang berkembang dalam diri manusia, “kemungkinan gres sanggup berkembang dengan baik bilamana diberi kesempatan yang cukup baik melalui pendidikan yang terarah.”[22] Kemampuan potensi pada diri insan itu, gres sanggup diwujudkan dan sanggup difungsikan bila disediakan kesempatan untuk berkembang dengan menghilangkan segala gangguan yang sanggup menghambatnya.

Dalam rangka menyebarkan potensi yang ada pada manusia, pendidikan merupakan faktor utama. Oleh lantaran itu sanggup disimpulkan bahwa kiprah pokok pendidikan Islam ialah “pembinaan anak didik, pada ketaqwaan dan penanaman akhlakul karimah yang dijabarkan dari enam aspek keimanan, lima aspek keislaman dan multi aspek keinsanan.”[23]

Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa kiprah pendidikan Islam ialah :
Mempertinggi kecerdasan dan kemauan dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa manfaat dan aplikasinya sanggup meningkatkan kualitas hidup dengan memelihara dan menyebarkan budaya, lingkungan serta memperluas pandangan hidup insan yang komunikatif terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan sesama insan serta sesama makhluk yang lain. [24]

Adapun fungsi pendidikan Islam ialah menyediakan fasilitas yang sanggup memungkinkan kiprah pendidikan Islam tersebut tercapai dan berjalan lancar. Penyediaan fasilitas yang dimaksud adalah, “fasilitas yang bersifat struktural dan institusional”. [25]

Arti dari fasilitas yang bersifat struktural ialah menuntut adanya organisasi yang mengatur jalannya proses kependidikan. Sedang arti dari tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi dalam struktur organisasi yang dilembagakan, sehingga menjamin proses kependidikan sanggup berjalan dengan lancar secara konsisten dan berkesinambungan pada tingkat yang optimal.

Dari beberapa uraian mengenai kiprah dan fungsi pendidikan Islam hasilnya penulis sanggup mengambil kesimpulan bahwa antara kiprah dan fungsi pendidikan Islam, keduanya saling berkaitan. Oleh lantaran itu, pendidikan Islam harus sanggup melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi pendidikan Islam itu sendiri. Jika pendidikan Islam sanggup melaksanakan tugasnya dengan berdasarkan nilai-nilai dan norma pedoman Islam maka pendidikan Islam akan bisa mewujudkan tercapainya kehidupan yang harmonis, seimbang antara duniawiyah dan ukhrowiyah. Dengan demikian jelaslah bahwa insan dalam hidup dan kehidupannya membutuhkan adanya pendidikan.

B. Konsep Pendidikan Agama Islam
Menurut Muhaimin pendidikan agama Islam sanggup diartikan sebagai:
  1. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikkan agama Islam atau pedoman Islamdan nilai-nilainya, biar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang. Dalam pengertian yang kedua ini sanggup berwujud: (1) segenap kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membantu seseorang atau sekelompok akseptor didik dalam menanamkan dan/atau menumbuhkembangkan pedoman Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam ketrampilan hidupnya sehari-hari; (2) segenap fenomena atau insiden perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya dan/atau tumbuh kembangnya pedoman Islam dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.
  2. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam arti proses bertumbuhkembangnya Islam dan umatnya, baik Islam sebagai agama, pedoman maupun system budaya dan peradaban, semenjak zaman Nabi Muhammad Saw. Sampai sekarang. Jadi, dalam pengertian yang ketiga ini istilah “pendidikan Islam” sanggup dipahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan pedoman agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang sejarahnya.[26]
Sedangkan mengenai pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dalam PP No. 55 Tahun 2007 dijelaskan bahwa:

Pendidikan agama ialah pendidikan yang memperlihatkan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan ketrampilan akseptor didik dan mengamalkan pedoman agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran, jenjang kuliah, dan jenis pendidikan. Sedangkan pendidikan keagamaan ialah pendidikan yang mempersiapkan akseptor didik untuk menjalankan peranan menuntut penguasaan ilmu pengetahuan wacana pedoman agama dan mengamalkan pedoman agamanya.[27]

1. Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar Pendidikan Agama Islam ialah suatu landasan yang dijadikan pegangan dalam menyelenggarakan pendidikan. Tujuannya, untuk mengetahui seberapa penting pendidikan agama Islam dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara

a. Dasar konstitusional
· Pancasila 
Dari sila pertama pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau beragama. Dan untuk mewujudkan kehidupan beragama berarti diharapkan pendidikan agama.

· Undang-Undang Dasar 1945 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
  1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah berdasarkan agama dan kepercayaannya itu[28].
Dan suara Undang-Undang Dasar tersebut di atas sanggup disimpulkan bahwa warga negara Indonesia harus mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau beragama. Dan Negara melindungi kebebasan warganya untuk memeluk agama yang diyakini dan melaksanakan ibadah sesuai dengan pedoman agama tersebut. Sedangkan pedoman agama mustahil sanggup tersampaikan kepada umat tanpa adanya pendidikan agama.

b. Dasar operasional
  • Yang dimaksud dengan dasar operasional ialah landasan dalam mengatur pelaksanaan pendidikan agama terutama di lembaga-lembaga formal.
  • Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 wacana sistem pendidikan Nasional beserta penjelasannya.
  • Ketetapan MPR No.II/MPR/1993 wacana GBHN yang pada pokoknya dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara eksklusif dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga dengan Universitas-Universitas Negara.[29]
c. Dasar Religius
Dasar religius yang penulis maksudkan ialah dasar-dasar yang bersumber pada teks-teks Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi banyak yang menjelaskan wacana pendidikan agama islam. Di bawah ini penulis kemukakan dasar-dasar yang bersumber dari teks-teks Al-Qur’an dan al-Hadits tersebut
a. Dasar dari Al-Qur’an antara lain:
Surat at-Taubah 122:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ﴿١٢٢﴾

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka wacana agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu sanggup menjaga dirinya. (QS at-Taubah, 9:122).[30]

Surat Ali Imron ayat 104
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾

Dan hendaklah ada di antara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imron, 3:104)[31]
Surat an Nahl ayat 125

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan nasihat dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui wacana siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[32]

b. Dasar hadits antara lain:
حد ثنا مسدد بن مسرهد,حدثنا عبد الله بن دود:عن دودبن جميل,عن دردإ: كنت جالسا فى المسحد دمسق فجأه رجل, فقال يا أبى دردإ,بلغنى حدث عن رسول الله صل الله عايه وسلم:قال فإنى سمعت عن رسول الله صل الله عايه وسلم يقول:من سلك طريقا يطلب فيه علما سهل الله طريقا به من طرق الجنة,وإذ الملا ئكت لتضع أجنحتهارضا لطلب العلم فإن فضل العالم عل العابد كفضل القمر اليلة البدر على سائر الكوكب......

Musadad ibnu Musarhad bercerita kepada kami, Abdillah ibn Dawud bercerita kepada kami, dari Abu Darda’; Saya duduk di masjid Dimasqo’ tiba seorang laki-laki kemudian berkata; Ya abi Darda’ berilah saya hadits dari Rasul SAW. Abi Darda’ menjawab Sesungguhnya saya pernah mendengar dari Rasul SAW. Beliau bersabda: Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan orang tersebut untuk menuju banyak sekali jalan di surga. Para malaikat mengepakkan sayap keridhaannya untuk orang-orang yang menuntut ilmu Kelebihan orang yang berilmu dari orang yang beribadah (tanpa ilmu) bagaikan kelebihan terangnya sinar rembulan pada bulan purnama mengalahkan sinar banyak sekali bintang lainnya.. (diriwayatkan oleh At-Tarmidzi) [33]

اقرب الناس من درجة النبوة اهل العلم والجهاد اما اهل العلم فدلوالناس على ماجاءت به الرسول واما اهل الجهاد فجا هدوا بأسما فهم على ما جاءت به الرسل (رواه أبو نعيم)

Manusia yang paling bersahabat kepada derajat kenabian itu ialah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang berjihad. Adapun orang-orang berilmu,maka mereka itu memberi petunjuk kepada insan berdasarkan apa yang dibawa oleh para rasul. Sedangkan orang-orang yang berjihad itu berjuang dengan–pedang- rasul itu.[34] 

d. Dasar psikologi
Semua insan yang hidup di dunia selalu membutuhkan suatu pegangan dalam hidupnya, lantaran intinya semua jiwa mengakui adanya dzat yang maha kuasa, daerah mencari ketenangan hati, meminta proteksi dan pertolongan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi

ِ…dan tolong-menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran........(QS Al-Maidah: 2)[35]

Oleh lantaran itu insan akan selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, hanya saja caranya berbeda. Pendidikan agama Islam di perlukan untuk mengarahkan fitrah insan tersebut kearah yang benar yang sesuai dengan pedoman agama Islam.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sebelum kita berbicara lebih jauh wacana tujuan pendidikan agama Islam maka terlebih dahulu di sini akan penulis jelaskan yang dimaksud dengan tujuan. Secara etimologi, tujuan ialah ”arah, maksud atau haluan.[36] Secara terminologi, tujuan berarti, sesuatu yang diharapkan tercapai sehabis sebuah perjuangan atau kegiatan selesai”. Tujuan pendidikan agama Islam berdasarkan beberapa pendapat ialah :
  1. Menurut pendapat Abdurrahman Saleh Abdullah dalam bukunya ”Educational Theory a Qur’anic Outlook” bahwa pendidikan Islam bertujan ”untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah swt. atau sekurang-kurang mempersiapkan kepada jalan yang mengacu kepada tujuan akhir. Tujuan utama khalifah Allah ialah beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepada-Nya.”[37]
  2. Ibnu Khaldun merumuskan tujuan Pendidikan Agama Islam, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Athiyyah al-Abbrasi adalah;
  • Tujuan yang berorientasi akhirat, yaitu membentuk hamba-hamba Allah yang sanggup melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Allah.
  • Tujuan yang berorientasi dunia, yaitu membentuk manusia-manusia yang bisa menghadapi segala bentuk kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain.[38]
  • Imam Al-Ghazali menyampaikan tujuan Pendidikan Agama Islam yang hendak dicapai ialah : pertama, kesempurnaan insan yang puncaknya bersahabat dengan Allah. Kedua, kesempatan insan yang puncaknya kebahagiaan di dunia dan akhirat.[39] Kesempurnaan yang dimaksud ialah keseimbangan dan keserasian antara beberapa hal antara lain: 
  1. Kekuatan ilmu, yaitu dengan ilmu akan gampang membedakan antara kebenaran dengan kebohongan atau kejahatan dalam perkataan dan perbuatan. Bila mana kekuatan ilmu ini sudah tepat maka lahirlah kebijaksanaan. 
  2. Kekuatan Ghadab (marah) yaitu apabila ghadab terkendali serta terarah 
  3. Kekuatan sahwat (keinginan) yaitu apabila diarahkan berdasarkan petunjuk logika dan sara’ (agama )[40] 
Secara umum, Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk ”meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman akseptor didik wacana agama Islam, sehingga menjadi insan muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt. serta berakhlaq mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”[41]

Dari uraian di atas terkait dengan tujuan Pendidikan Agama Islam, sanggup diketahui bahwa secara garis besar antara tujuan pendidikan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam mengerucut kearah yang sama. Kalaupun tujuan pendidikan secara umum ialah menyebarkan seluruh potensi diri biar bisa melaksanakan kiprah hidup, permasalahan hidup dan tujuan kehidupan, maka tujuan pendidikan agama Islam ialah mengarahkan kepada hal-hal tersebut untuk dilaksanakan sesuai dengan agama Islam. Meningkatkan keimanan seseorang kepada Allah sehingga akan melaksanakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi sesuatu yang menjadi larangan-Nya. Melaksanakan moralitas Islami yang di teladani dari tingkah laris kehidupan Rasulullah SAW. Kaprikornus tujuan Pendidikan Agama Islam selain berorientasi kepada kehidupan alam abadi juga berorientasi kepada kehidupan dunia yaitu membentuk manusia-manusia yang bisa menghadapi segala bentu kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi makhluk yang lain.

[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis Dan Mudah Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 32. 
[2]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 147.
[3] M. Arifin, Ilmu Pendidikan, 32.
[4] Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 28.
[5] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 16.
[6] Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan, 25.
[7] Depag RI., Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, 1989), 428.
[8] Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan, 26.
[9] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1964), 24.
[10] Jamaluddin dan Abdullah Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 10.
[11] Omar Muhammad At-Toumy As-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 339.
[12] Jamaluddin Dan Abdullah Ali, Kapita Selekta, 11.
[13] M. Arifin, Filsafat Pendidikan, 36-37.
[14] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis Dan Kerangka Operasionalisasinya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 138.
[15] Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan, 38.
[16] Arifin, Filsafat Pendidikan, 38.
[17] Musa Asy’arie, Filsafat Islam Tentang Kebudayaan (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1999), 87-88.
[18]Ibid., 113-114.
[19]Ibid., 48.
[20]Ibid., 74-75.
[21] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Islam, 143.
[22] M. Arifin, Filsafat Pendidikan, 34.
[23]Ibid.
[24] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Islam, 143.
[25]Ibid., 144.
[26] “Pendidikan Islam” di sini harus kita bedakan dengan “Pendidikan Agama Islam”. Hal ini disebabkan pada realitas kontemporer yang me”mukul rata” dan merancukan pengertian keduanya. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga ketika seseorang berbicara wacana pendidikan Islam ternyata isinya terbatas pada pendidikan agama Islam. Dan sebaliknya, ketika seseorang berbicara wacana pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamnya ialah wacana pendidikan Islam. Padahal kedua istilah itu memeliki substansi yang berbeda. Lebih jauh lihat: Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), l6

[27] PP No 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, 2.
[28] Ahmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), 46. 
[29] Ibid., 47.
[30] Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya (Jakarta: Intermassa, 1994), 301-302.
[31] Ibid., 93.
[32] Ibid., 421.
[33] Abi Dawud Sulaiman Ibnu As’ad, Sunan Abi Dawud, Juz 3 (Qohirah : Dar al hadits, 1999), 1576.
[34] Ibid., 228-229.
[35] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Tanjung Mas Inti, 1992), 157.
[36] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendididikan Agama Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 15.
[37] Ibid., 19.
[38] Ibid., 23.
[39] Patoni, Metodologi., 44
[40] Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filusuf Muslim (Yogyakarta: al-Amin Press, 1997), 89-90.
[41] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung Remaja Rosdakarya, 2004), 78.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel