Pengertian Dan Relasi Pajak Dengan Dividen Berdasarkan Undang-Undang

Pengertian Dividen 
Pengertian Atau Definisi Dividen berdasarkan Pajak Penghasilan terdapat dalam klarifikasi Pasal 4 Ayat (1) karakter g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh). Di bab tersebut ditegaskan bahwa dividen merupakan bab keuntungan yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil perjuangan koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen juga adalah: 
  1. Pembagian keuntungan baik secara pribadi ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; 
  2. Pembayaran kembali alasannya ialah likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 
  3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 
  4. Pembagian keuntungan dalam bentuk saham; 
  5. Pencatatan pemanis modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 
  6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham alasannya ialah pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 
  7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu ialah akhir dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 
  8. Pembayaran sehubungan dengan gejala laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan gejala keuntungan tersebut; 
  9. Bagian keuntungan sehubungan dengan pemilikan obligasi; 
  10. Bagian keuntungan yang diterima oleh pemegang polis; 
  11. Pembagian berupa sisa hasil perjuangan kepada anggota koperasi; 
  12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. 
Nampak sekali bahwa pengertian dividen ini sifatnya sangat luas tidak terbatas pada pembagian dividen yang sifatnya formal saja. Apalagi di bab terakhir klarifikasi Pasal 4 ayat (1) karakter g ini juga ditambahkan pengertian dividen terselubung yang pada pada dasarnya ada pembagian keuntungan namun mengambil bentuk lain biar tidak terlihat ibarat dividen. 

Contoh dividen terselubung contohnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memperlihatkan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut dilarang dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan. 

Saham Bonus
Pembagian keuntungan dalam bentuk saham bonus termasuk dalam pengertian dividen. Namun demikian, tidak semua saham bonus merupakan dividen. Nah, saham bonus yang bukan dividen ini dijelaskan di Pasal 1 Peraturan Pemerintah Tahun 138 Tahun 200. 

Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) karakter g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pertolongan saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari : 
  • Kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal/membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya sesudah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan 
  • Kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. 
Dividen Yang Bukan Objek pajak
Pada umumnya semua penghasilan berupa dividen yang memenuhi pengertian dividen di atas ialah objek Pajak Penghasilan. Namun demikian, UU PPh memperlihatkan pengecualian dividen tertentu bukan objek pajak. Penghasilan dividen dikatakan bukan objek pajak jika memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) karakter f, yaitu : 
  • Diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada tubuh perjuangan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 
  • Berasal dari cadangan keuntungan yang ditahan 
  • Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang mendapatkan dividen, kepemilikan saham pada tubuh yang memperlihatkan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus memiliki perjuangan aktif di luar kepemilikan saham tersebut 
Berdasarkan ketentuan ini, dividen yang dananya berasal dari keuntungan sesudah dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, dan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaannya pada tubuh perjuangan lainnya yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan penyertaan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen), dan akseptor dividen tersebut memperoleh penghasilan dari perjuangan riil di luar penghasilan yang berasal dari penyertaan tersebut, tidak termasuk Objek Pajak. Yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dalam ayat ini antara lain ialah perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, bank pembangunan daerah, dan Pertamina. 

Perlu ditegaskan bahwa dalam hal akseptor dividen atau bab keuntungan ialah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di atas, ibarat orang pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau bab keuntungan tersebut tetap merupakan Objek Pajak. 

Dividen lain yang bukan objek pajak ialah bab keuntungan yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) karakter i. 

Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23
Apabila Wajib Pajak Dalam Negeri, baik orang pribadi maupun badan, mendapatkan atau memperoleh dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 UU PPh ayat (1) karakter a UU PPh. 

Namun demikian, kalau dividen tersebut memenuhi syarat dividen yang bukan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) karakter f dan karakter i, tentu saja dividen ini tidak dipotong PPh Pasal 23 alasannya ialah bukan objek pajak. 

Di samping itu, ada juga dividen, walaupun memenuhi definisi dividen yang objek pajak, namun tidak dipotong PPh Pasal 23. Dividen ini ialah sisa hasil perjuangan koperasi yang dibayarkan lepada anggotanya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 ayat (4) UU PPh. 

Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26
Jika penghasilan dividen yang bersumber dari Indonesia diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri, maka atas penghasilan dividen tersebut wajib dipotong PPh Pasal 26 oleh fihak yang membayarkan. Besarnya tarif PPh Pasal 26 ini ialah 20% dari penghasilan bruto. Namun demikian, apabila akseptor dividen ini ialah penduduk dari negara yang memiliki perjanjian perpajakan dengan Indonesia, maka tarif yang dikenakan ialah tarif sesuai dengan tax treaty.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel