Pengertian Integritas Dan Prinsip Integritas Secara Etis

PENGERTIAN INTEGRITAS DAN PRINSIP INTEGRITAS SECARA ETIS
Integritas bersal dari bahasa latin integer incorruptibility irm adherence to a code of especially moral a acristic values, yaitu sifat teguh yang mempertahankan prinsip tidak mau curang dan menjadi dasar yang menempel pada diri sendiri yang menempel sebagai nilai-nilai moral.

Integritas bukan hanya untuk bicara tetapi sebuah tindakan kalau kita menelusuri abjad yang diharapkan para peminpin dikala ini dan selamaya mulai dari integritas dan dapat dipercaya dan segudang abjad mulia yang lainya pastilah niscaya akan bermula dari sifat pribadi agung insan pilihan al-mustofa Muhammad saw yang di utus untuk menyempurnakan abjad manusia.

Integritas berarti mutu sifat atau keadaan yang memperlihatkan kestuan yang utuh sehingga mempunyai potensi dan kemampuan yang memperlihatkan kewibawaan, kejujuran. Seseorang yang mempunyai integritas pribadi akan tampil percaya diri manis tidak gampang terpengaruh oleh hal hal dan sifat yang kurang baik untuk kesenangan yang sesaat. Seseorang yang mempunyai integritas lebih berhasil ketika menjadi seorang pemimpin formal maupun sebagai pemimpin nonformal.

Integritas ialah satu sifat perbuatan yang akan jujur dan tidak akan berbohong. Kejujuran berarti memberikan suatu kebenaran ucapan sesuai dengan faktanya. Orang yang mempunyai integritas dan kejujuran ialah orang yang merdeka dan orang yang ikhlas dan mendapatkan kenyataan sesuai perbuatanya.

Integritas dengan kepemimpinan bekerjasama sangat erat  satu sama lain karna seorang pemimpin harus bertindak dengan tegas secara komitmen antara ucapan dan perbuatanya. Integritas yaitu apa yang kita lakukan apa yang kita ucapkan karna orang orang yang kita pimpin akan akan melihat hingga sejauh mana yang kita perbuat dari kesepakatan yang kita ucapkan sebelum pemimpin.

Untuk mewujudkanya kita harus bekerja keras  dan mempunyai integritas kepemimpinan dan seorang yang mempunyai semua asfek yang ada dam dirinya sendiri yang akan menjadi kesatuan satu sama yang lain. Asfek- asfek tersebut ialah sebagai berikut;
  • Kognitif
  • Efektif
  • Psikomotornya
Hal itu yang akan memperlihatkan kepemimpinanya sebagai seorang pemimpin yang integritas. Kepemimpinan yang dibangun atas kekuatan berfikir dengan kebiasaan yang produktif yang dilandasi oleh kekuatan moral berarti mempunyai integritas untuk bersikap jiwa pemimpin sehingga bisa memperlihatkan keteladan bagi masayarat yang ada disekelilingnya.

Jadi orang-orang yang mempunyai integritas kepemimpinan maka ia akan menyadari dengan betul apa yang ia perbuat dengan orang yang ad disekelilingya. Sebab dari itu ia akan menolak dengan perbuatan yang tidak baik buat sesamanya karenia ia tidak mau saling merugikan sesamanya sekalipun itu kiprah yang harus ia dilakukan.


Prinsip Kepemimpinan Etis
Diskusi-diskusi wacana kepemimpinan etis selalu melibatkan konsep mengenai integritas personal. Integritas personal ialah sebuah atribut yang membantu untuk menjelaskan efektivitas kepemimpinan. Dalam penelitian lintas budaya wacana sifat-sifat esensial bagi efektivitas kepemimpinan, integritas bersahabat pada puncak daftar dalam semua budaya yang telah dipelajari. Kebanyakan cendekiawan mempertimbangkan integritas sebagai kebutuhan utama bagi kepemimpinan etis. (Bakker & Schaufeli, 2008) Kepemimpinan etis ialah suatu istilah untuk menekankan keharusan memakai pertimbangan-pertimbangan etis serta menjadikannya landasan bagi pengambilan suatu keputusan atau tindakan. Ketika melaksanakan perluasan suatu usaha, umpamanya membuka suatu operasi bisnis di daerah tertentu, maka yang menjadi pertimbangan bukanlah hanya soal untung yang bisa didapat dari perluasan bisnis itu. Dampak dari perluasan bisnis itu terhadap banyak pihak, khususnya bagi masyarakat setempat, mesti dipertimbangkan dan dijadikan salah satu dasar bagi pengambilan keputusan. Sangatlah tidak etis ketika perusahaan mendapatkan hasil atau laba yang besar, tetapi masyarakat sekitar menderita kerugian, menyerupai pencemaran atau kerusakan lingkungan, dan sebagainya.

Sama menyerupai integritas pribadi yang terdapat sifat negatif dan positif, atau tahap minimal dan maksimal, kepemimpinan etis dalam suatu bisnis juga mempunyai pembedaan menyerupai itu. Kewajiban minimal yang menjadi materi pertimbangan ialah prinsip tidak merugikan orang atau pihak lain, dan kewajiban maksimalnya ialah membagikan laba besar yang didapat itu kepada pihak-pihak yang secara eksklusif atau tidak eksklusif terlibat dalam bisnis yang sedang dijalankan. Secara moral kewajiban pertama atau kewajiban minimal itu merupakan suatu keharusan etis. Semua para pelaku bisnis harus bisa memenuhi keharusan itu. Harus ada komitmen tinggi (etis) untuk tidak merugikan orang atau pihak lain demi perolehan laba bagi diri sendiri (perusahaan). Tidak boleh ada yang dikorbankan dalam perjuangan meraih tujuan pribadi atau perusahaan. Semua kerugian yang ditimbulkan akhir beroperasinya bisnis di daerah itu haruslah ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Harus memperlihatkan ganti rugi yang layak, yang memenuhi rasa keadilan dan kebenaran. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik harus diolah supaya tidak mencemarkan lingkungan. Segala perjuangan ini haruslah maksimal, sehingga dijamin tidak menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. 

Kewajiban maksimal tidak disebutkan sebagai keharusan mutlak, melainkan lebih sebagai imbauan, usul moral untuk mau mengembangkan atas laba yang didapatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan bermacam cara. Intinya ialah tidak sekedar untuk tidak merugikan melainkan mau mengembangkan kesukaan. Ada istilah yang sering dipakai untuk tindakan menyerupai ini yakni tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih sering disebut CSR (corporate social responsibility). CSR memang mengandung dua dimensi tersebut: kewajiban minimal dan kewajiban maksimal. Disebut minimal ketika acara CSR itu lebih diarahkan untuk mengganti kerugian sebagai dampak dari operasi bisnis di daerah itu. Selebihnya, dinamai maksimal apabila yang dilakukan itu tidak hanya sebagai kompensasi menggati kerugian melainkan sudah merupakan tindakan mengembangkan kebahagiaan. Pelaksanaan kewajiban maksimal ini ada macam-macam cara atau wujud, dan selalu arahnya ialah membagikan sesuatu kepada masyarakat sekitar, entah dalam bentuk penyediaan atau pembangunan kemudahan layanan yang sangat diharapkan oleh masyarakat, sumbangan beasiswa, peningkatan layanan kesehatan, perbaikan rumah ibadah atau gedung pertemuan, membagikan sejumlah uang atau dalam bentuk pembagian kebutuhan pokok yang sering disebut sembako.

Daptar Pustaka;
  • Lee, S. A. (2006, Aug). Authentic leadership and behavioral integrity as drivers of follower commitment and performance. Journal of Financial Planning, 19(8), 20.
  • Minkes, A.L, et al (1999). Leadership and Business Ethic: Does It Matter? Implication for Management. The Journal of Business Ethic 20, 327-335
  • Morgan, R. B. (1999). Self- and co-worker perception of ethics and their relationship to leadership and salary. Academy of Management Journal, 36(1), 200–214.
  • Rieke, M. L. and Guastello, S. J. (1995). Unresolved issues in honesty and integrity testing. American Psychologist, 50, 458–459.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel