Definisi, Penerapan, Konsep Dan Jenis-Jenis Knowledge Management
Saturday, March 21, 2020
Edit
Konsep Data, Informasi dan Knowledge
Dewasa ini banyak sumber yang menyampaikan bahwa sebuah informasi ataupun data sudah tidak menjadi topik pembicaraan, tetapi knowledge atau ilmu pengetahuan yang berasal dari informasi itu sendiri yang banyak menjadi perhatian terutama dalam hal knowledge management. Tapi hal itu tidak terlepas dari pemahaman menyeluruh mengenai apakah knowledge itu dan bagaimana hubungannya dengan data dan informasi. Data, informasi dan knowledge intinya merupakan konsep yang saling berhubungan. Menurut Bergeron (2003), yang dimaksud data, informasi dan knowledge dibedakan sebagai berikut:
- Data ialah angka-angka atau atribut-atribut yang bersifat kuantitas, yang berasal dari hasil observasi, eksperimen, atau kalkulasi.
- Informasi ialah data di dalam satu kontektual tertentu merupakan kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi dan berafiliasi dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa atau proses tertentu.
- Knowledge ialah informasi yang telah di organisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman.
Lain halnya berdasarkan Davidson and Voss (2002), untuk memahami perbedaan antara data, informasi dan knowledge, harus sanggup digarisbawahi nilai hierarkinya. Informasi merupakan data yang disaring (distilled) dan dimaknai, demikian pula knowledge ialah informasi yang disaring dan dimaknai. Dengan cara yang sama, data diberi makna sehingga bermetamorfosis informasi. Informasi ditambahkan tujuan untuk diubah menjadi knowledge, yang bisa dituliskan ke dalam bentuk persamaan, knowledge = informasi + tujuan.
Aspek lain yang sanggup digunakan untuk membedakan antara data, informasi dengan knowledge yaitu dengan memahami tiga terminologi bahwa data berada di dalam dunia sementara knowledge berada di dalam diri distributor (manusia), sedangkan informasi mengambil posisi sebagai mediator (mediating) antara data dengan manusia.
Association of State and Territoral Health Official (ASTHO) beropini bahwa data bukanlah knowledge. Data sanggup diubah menjadi informasi. Informasi tersebut apabila di analisis sanggup diubah ke dalam bentuk knowledge. Data berdasarkan ASTHO bisa berupa angka-angka, grafik, peta, narasi atau audiovisual. Data bisa menjadi informasi apabila data tersebut diberi makna. Informasi tercipta ketika data dinilai melalui banyak sekali cara antara lain pengategorisasian, penyaringan atau penyusunan. Adapun knowledge berdasarkan ASTHO yaitu informasi yang telah diberi konteks. Informasi menjadi knowledge ketika informasi telah dievaluasi, disusun, atau dikelola untuk diterapkan dalam mendukung keputusan atau memahami suatu konsep. Di dalam kontektual teknologi informasi, knowledge sangat berbeda dengan data dan informasi. Di mana data ialah kumpulan fakta-fakta, hasil pengukuran dan statistik sedangkan informasi ialah data yang terorganisasi dan merupakan hasil suatu proses yang tepat waktu dan akurat. Knowldege ialah informasi yang kontektual, relevan dan sanggup menjadi sebuah tindakan.
Landasan Teoritis Knowledge
1. Definisi Knowledge
Pengertian knowledge masih diperdebatkan, tidak ada definisi tunggal wacana arti knowledge. Definisi knowledge sanggup dipandang dari segi praktek hingga konseptual serta dari ruang lingkup yang sempit hingga ruang lingkup yang luas. Sebagai materi acuan, berikut ini ialah beberapa definisi wacana knowledge:
- Frappaolo dan Wayne (1997) Knowledge merupakan suatu informasi yang terletak dalam pikiran insan dimana bermanfaat untuk pengambilan keputusan dalam kondisi yang berbeda sekalipun.
- Thomas Davenport dan Laurence (1998) Knowledge bukan hanya pengetahuan tetapi knowledge merupakan adonan dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang menyampaikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman gres dengan informasi.
- Liebowitz (1999) Knowledge ialah informasi yang telah disusun dan dianalisa biar gampang dimengerti dan berkhasiat untuk pemecah perkara dan sanggup digunakan untuk materi pengambil keputusan. Knowledge juga sanggup diartikan sebagai seluruh bab penglihatan, pengalaman, dan mekanisme yang dipertimbangkan keabsahan dan kebenarannya yang sanggup mensugesti pikiran dan perilaku, yang sanggup meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta pembelajaran dan pengajaran.
- Probst (2000) Knowledge didefinisikan sebagai keseluruhan keahlian dan konsep yang digunakan seseorang untuk memecahkan perkara yang dihadapi. Knowledge berlandaskan dari data dan informasi, tetapi tidak menyerupai data dan informasi. Knowledge selalu dibatasi pada setiap individu dan
- Mayor Czi Budiman S. Pratomo Knowledge ialah sebagai modal yang mempunyai efek sangat besar dalam menetukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, knowledge akan mengalami keusangan, oleh lantaran itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar.
2. Jenis-Jenis KnowledgeSecara garis besar, knowledge dibagi menjadi dua jenis yaitu Tacit Knowledge (pengetahuan implicit) dan Explicit Knowledge (pengetahuan eksplisit), yang sanggup dijabarkan sebagai berikut:a. Tacit Knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain. Pemahaman yang menempel di dalam pengetahuan individu tersebut masih bersifat subjektif. pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut masih sanggup dikategorikan sebagai intuisi dan dugaan. Tacit knowledge ini berada dan berakar di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang sangat bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk. Selain itu, tacit knowledge sulit dikomunikasikan atau dibagi kepada orang lain. Tacit knowledge mempunyai dua dimensi yang bertumpu memobilisasi penciptaan pengetahuan-pengetahuan gres dengan klarifikasi sebagai berikut:- Dimensi pertama disebut dengan dimensi teknis, yang meliputi banyak sekali macam keterampilan atau keahlian yang sulit diformalkan. Elemen dimensi teknis ini sering kali diistilahkan dengan terminology “know-how, keahlian dan ketrampilan” contohnya juru masak yang bisa mengembangkan kemampuannya sehingga tangannya terampil meramu banyak sekali resep masakan yang lezat, sehabis lama menekuni profesinya. Ketika juru masak tersebut diminta untuk menjelaskan keahliannya kepada orang lain, sering kali mereka kesulitan mengartikulasikan prinsipprinsip teknis maupun ilmunya di balik apa yang mereka ketahui. Dimensi ini sangat subjektif dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tersebut sangat bersifat pribadi, intuitif, dugaan dan ide yang muncul dari pengalaman. Oleh lantaran itu, dimensi ini lebih berdimensi pengalaman.
- Dimensi kedua disebut dengan dimensi kognitif, yang meliputi kepercayaan, persepsi, idealisme, nilai-nilai, emosi, dan mental model sehingga dimensi ini tidak gampang diartikulasikan. Dimensi dari tacit ini membentuk cara kita mendapatkan dunia di sekeliling kita. Dimensi ini mengambarkan kepada kesan atau citra seseorang terhadap realitas dan visi ke depan untuk menyampaikan apakah ini dan apa yang harus dilakukan.
b. Explicit Knowledge merupakan pengetahuan yang sanggup diekspresikan dalam bentuk kata-kata, sanggup dijumlah serta sanggup dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, manual-manual, prinsip-prinsip universal. Explicit knowledge juga sanggup dijelaskan sebagai suatu proses, metode, cara, pola bisnis, dan pengalaman desain dari suatu produksi. Pengetahuan ini senantiasa siap untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematis.Sedangkan perbedaan antara tacit knowledge dengan explicit knowledge itu sendiri berdasarkan Nonaka dan Takeuchi (1995), sanggup dipahami dalam beberapa hal antara lain: knowledge yang bersifat subjektif (tacit) cenderung bersifat implicit, fisikal dan subjektif, sementara knowledge yang bersifat objektif (explicit) cenderung eksplisit, metafisikal dan objektif. Tacit Knowledge diciptakan “di sini (here) dan kini (now)” di dalam suatu konteks yang lebih spesifik, praktis. Bateson (1973) menyebutnya sebagai kualitas “analog”. Berbagi tacit knowledge antara individu melalui komunikasi merupakan suatu bentuk proses analog yang memerlukan sejenis proses yang simultan dari kompleksitas isu-isu yang dibagi oleh individu. Dengan kata lain, explicit knowledge ialah mengenai insiden atau objek “di sana (there) dan kemudian (then)” dan lebih berorientasi kepada teori yang bebas dari konteks. Inilah yang oleh Bateson disebutnya dengan istilah kegiatan “digital”.3. Model KonversiKnowledge Pemahaman antara tacit knowledge dengan explicit knowledge merupakan kunci untuk memahami perbedaan antara pendekatan knowledge di negara-negara Barat dengan pendekatan knowledge di Jepang. Di negara-negara Barat, lebih menekankan pada explicit knowledge, sedangkan di Jepang lebih menekankan pada tacit knowledge (implisit knowledge) ke arah pada knowledge creation (penciptaan knowledge). Nonaka dan Takeuchi mengemukakan bahwa alasan mendasar mengapa perusahaan lebih sukses, lantaran ketrampilan dan pengalaman mereka terdapat pada penciptaan knowledge organisasi. Penciptaan knowledge dicapai melalui pengenalan kekerabatan sinergik antara tacit knowledge dan explicit knowledge.Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi pada tahun 1995 membagi model konversi knowledge menjadi empat postulat model konversi knowledge:- Konversi Tacit knowledge ke Tacit knowledge; disebut proses Socialization.
- Konversi Tacit knowledge ke Explicit k
- Kluge (2001) Knowledge ialah pengertian akan kekerabatan lantaran akibat, dan juga merupakan dasar dalam membuat kegiatan yang lebih efektif, membangun proses bisnis atau memperkirakan output dari model.
- nowledge; disebut proses Externalization.
- Konversi Explicit knowledge ke Explicit knowledge; disebut proses Combination.
- Konversi Explicit knowledge ke Tacit knowledge; disebut proses Internalization.
Bila masing-masing keempat model konversi knowledge sanggup membuat knowledge gres secara independen, tema sentral model penciptaan knowledge (knowledge creation) dalam organisasi sangat tergantung pada dinamika interaksi di antara keempat model konversi knowledge tersebut.
4. Penciptaan
Knowledge dalam Organisasi Pada tingkatan yang paling dasar, knowledge bahwasanya diciptakan oleh individu yang ada di dalam organisasi. Organisasi intinya tidak sanggup membuat knowledge tanpa individu-individu yang ada di dalam organisasi. Fungsi organisasi ialah memberi sumbangan kepada kreativitas individu yang ada di dalam organisasi atau menyediakan suatu konteks bagi individu untuk membuat knowledge. Penciptaan knowledge dalam organisasi harus dipahami dalam terminologi suatu proses yang secara organisasional memperbesar kemungkinan penciptaan knowledge individu dan mengkristalisasikan knowledge tersebut sebagai bab dari jaringan knowledge organisasi. Berbagai pendekatan yang memungkinkan knowledge individual sanggup diperbesar atau diperluas, dan dinilai di dalam organisasi sanggup dilakukan dalam beberapa langkah proses (Nonaka, 2000):
1. Memperluas dan mengembangkan knowledge pribadi Penggerak utama proses penciptaan knowledge di dalam organisasi ialah individu yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut mengakumulasi tacit knowledge melalui pengalaman yang mereka miliki.
Kualitas tacit knowledge dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu: faktor keragaman pengalaman individu dan faktor kualitas knowledge terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan knowledge ke dalam komitmen pribadi yang telah lama menempel di dalam pengalaman itu sendiri. Dengan demikian konsep high-quality experience dan knowledge of experience sanggup digunakan untuk meningkatkan kualitas tacit knowledge. Selain itu untuk meningkatkan kualitas knowledge individu, sanggup dilakukan dengan cara tacit knowledge yang dimiliki individu yang diarahkan kepada upaya untuk saling memengaruhi dengan aspek yang relevan dengan explicit knowledge. Schon (1983) menganjurkan pentingnya refleksi di dalam tindakan. Knowledge individu dilekatkan melalui interaksi antara pengalaman dengan rasionalitas yang unik dari individu. Perspektif akan menjadi sumber interpretasi yang bermacam-macam dalam membuatkan pengalaman dengan individu lain dalam meyusun konsep-konsep baru.
2. Berbagi tacit knowledge Proses penciptaan knowledge organisasi berawal dari perluasan knowledge individu, dimana interaksi antara knowledge experience dengan knowledge rasionalitas memungkinkan individu membangun perspektifnya. Namun demikian, perspektif ini tetap bersifat personal kecuali diartikulasikan dan diperluas melalui interaksi sosial. Salah satunya ialah dengan membuat self-organizing team, di mana anggota organisasi berkolaborasi untuk membuat konsep baru. Self-organizing team sanggup memicu penciptaan knowledge organisasi melalui dua proses, yaitu:
- Pertama, organisasi memfasilitasi tumbuhnya saling percaya di antara anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal sebagai tacit knowledge
- Kedua, membuatkan perspektif implicit yang di konseptualisasikan melalui obrolan yang kontinu di antara anggota organisasi.
Dialog kreatif ini akan terlaksana hanya ketika tersedia informasi yang berlebihan di dalam tim. Kedua proses ini harus terjadi secara simultan dalam proses yang lebih actual di dalam sebuah tim. Berbagi pengalaman juga bisa memfasilitasi penciptaan perspektif umum yang sanggup dibagi oleh anggota tim sebagai bab dari tacit knowledge masing-masing. Model yang lebih banyak didominasi dalam pengubahan knowledge ialah sosialisasi. Berbagai bentuk tacit knowledge yang dibawa ke dalam arena anggota organisasi diubah melalui coexperience di antara anggota untuk membentuk dasar pemahaman bersama.
3. Pengonseptualisasian Setelah tercipta saling percaya di antara anggota organisasi dan telah terbentuk secara implisit perspektif yang sama melalui banyak sekali pengalaman, tim selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif melalui obrolan yang kontinu. Mode yang lebih banyak didominasi dalam pengubahan knowledge dalam tahap ini ialah eksternalisasi. Teori organizational learning telah banyak menyampaikan perhatian terhadap proses ini. Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang sanggup dibagi kepada tim. Dialog secara eksklusif memfasilitasi proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep lantaran hal ini menyampaikan peluang bagi seseorang untuk menguji perkiraan maupun hipotesisnya. Interaksi sosial ini merupakan wahana yang sangat berpengaruh di dalam memperbaiki ide-ide seseorang. Untuk itu, dialektika merupakan sarana kontradiksi-kontradiksi dan paradoks-paradoks, dialektika sanggup mendorong berpikir kreatif di dalam organisasi. Agar obrolan tersebut produktif, obrolan harus:
- Dilakukan oleh banyak sekali macam orang dan bersifat temporer sehingga ada ruang perbaikan dan negosiasi
- Para peserta di dalam obrolan harus sanggup mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan induktif, tetapi juga abduktif.
Abduktif mempunyai peranan penting di dalam proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertical berorientasi kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan secara lateral dari alasan di mana berpusat kepada penggunaan metaforametafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan jika sebuah pemikiran direvisi atau untuk memberi makna terhadap sebuah konsep baru.
4. Pengkristalisasian Kristalisasi sanggup dipandang sebagai proses di mana banyak sekali macam bab atau departemen di dalam organisasi menguji realitas dan penerapan konsep yang diciptakan oleh tim. Proses ini difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial di mana terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan dinamika kekerabatan kerja sama (Haken, 1978) atau sinergis antara banyak sekali fungsi dan department dalam organisasi. Hubungan ini cenderung sanggup dilakukan dengan efektif apabila tersedia informasi yang cukup. Jika tidak ada informasi yang cukup tersedia, biasanya inisiatif dilakukan oleh para hebat yang dianggap mempunyai informasi dan pengetahuan yang lebih. Penciptaan knowledge berlangsung dalam interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi ke dalam bentuk yang lebih konkrit contohnya berupa produk, konsep atau sistem. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif yang terlaksana melalui apa yang di sebut Haken (1978) sebagai “dynamic cooperative relation or synergetics” di antara banyak sekali fungsi dan departemen dalam organisasi. Dinamika kekerabatan dan proses sinergi menyerupai yang disinggung oleh Haken di atas biasanya akan gampang berlangsung ketika informasi yang relevan dalam proses pengubahan knowledge telah tersedia.
5. Penilaian knowledge Penilaian merupakan tahap menyatukan dan menyaring apakah knowledge yang diciptakan di dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat. Artinya, penilaian sangat memilih kualitas knowledge yang diciptakan dan meliputi criteria atau standar penilaian. Persoalan yang terkait dengan standar penilaian ini antara lain terkait dengan biaya, laba minimalnya, tingkat di mana produk sanggup menyampaikan bantuan kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai yang dijanjikan yang di luar fakta atau pertimbangan-pertimbangan pragmatis. Hal ini bisa berupa opini yang lebih luas dan lebih dari sekadar penciptaan knowledge, contohnya visi organisasi dan persepsi yang terkait dengan perjalanan, romantisme, dan estetikanya. Dorongan untuk memulai menyatukan knowledge bisa bermacam-macam dan sangat kualitatif daripada hanya sekadar pertimbangan sederhana dan kuantitatif menyerupai standar efisiensi, biaya dan Return On Investment (ROI). Di dalam organisasi biasanya yang paling memilih ialah standar penilaian. Standar penilaian harus dilakukan dalam terminologi konsistensi dengan system nilai yang paling tinggi. Kemampuan pimpinan memelihara keberlanjutan refleksi diri dalam perspektif yang lebih luas sangat dibutuhkan apabila tetap menginginkan kualitas penciptaan knowledge terjadi.
6. Menjejaringkan knowledge Selama tahap penciptaan knowledge organisasi, konsep yang telah diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai di dalam organisasi dan diintegrasikan ke dalam basis knowledge organisasi untuk disebarkan ke seluruh jaringan organisasi. Knowledge organisasi yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep gres yang telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep yang gres tercipta dibutuhkan satu konsep menengah (middle range concept). Konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke tingkat konsep gres maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan kecuali konsep menengah memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut. Upaya memperjelas tersebut dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep besar yang diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi, yang merupakan dinamika lain kegiatan self organizing team untuk menjejaringkan knowledge yang terus-menerus membuat informasi dan makna baru.
Proses penciptaan knowledge tidak pernah berakhir, dan merupakan proses yang berputar, baik yang terjadi di dalam organisasi maupun dengan lingkungannya lantaran lingkungan merupakan sumber pemicu penciptaan knowledge dalam organisasi. Proses penciptaan knowledge dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang dimulai dari memperbesar pengetahuan individu, membuatkan tacit knowledge dan konseptual; membangun tim mengelola dirinya sendiri, membuatkan pengalaman, menyusunnya ke dalam bentuk konsep, mengkristalisasikan, menilai kualitasnya, menjejaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan organisasi.
Knowledge Management
1. Definisi Knowledge Management
Knowledge management ialah sebuah teori management yang diperkenalkan pada tahun 1990-an, dimana definisi yang diberikan oleh beberapa hebat mempunyai makna yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang dari masingmasing hebat tersebut. Berikut ialah definisi knowledge management berdasarkan para ahli:
Knowledge management ialah sebuah teori management yang diperkenalkan pada tahun 1990-an, dimana definisi yang diberikan oleh beberapa hebat mempunyai makna yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang dari masingmasing hebat tersebut. Berikut ialah definisi knowledge management berdasarkan para ahli:
- Karl-Erick Sveiby (1998) menyatakan bahwa knowledge management ialah seni penciptaan nilai dari intangible assets (aset knowledge).
- Santosu dan Surmach (2001) menyatakan bahwa knowledge management merupakan proses dimana perusahaan melahirkan nilai-nilai dari aset intelektual dan aset yang berbasikan knowledge.
- Horwitch dan Armacost (2002) mendefinisikan knowledge management sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta menyampaikan hasil dalam rangka mendukung bisnis
- McInerney (2002) mendefinisikan knowledge management sebagai perjuangan untuk meningkatkan pengetahuan yang berkhasiat dalam organisasi, diantaranya membiasakan budaya berkomunikasi antar personil, menyampaikan kesempatan untuk belajar, dan menggalakan saling membuatkan knowledge
- Davidson dan Voss (2002) mendefinisikan knowledge management sebagai sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Davidson dan Voss juga menyatakan bahwa knowledge management merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan sanggup mengenali di mana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan.
- Bergerson (2003) menyatakan bahwa knowledge management merupakan suatu pendekatan sistematik untuk mengelola aset intelektual dan informasi lain sehingga menyampaikan keunggulan bersaing bagi perusahaan
- Peter Gottschalk (2005) mendefinisikan knowledge management sebagai metode untuk mensimplifikasi dan meningkatkan proses membagi, mendistribusi, menciptakan, menangkap dan memahami knowledge di dalam perusahaan. Berbagai definisi yang dikemukan oleh para hebat terlihat mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh lantaran itu Tannebaum(1998) menyampaikan definisi berikut ini yang sanggup dijadikan sebagai suatu konsensus dalam mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap definisi knowledge management.
- Knowledge management meliputi pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun knowledge. Pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi menyerupai komputer yang sanggup mendukung knowledge management, namun teknologi informasi tersebut bukanlah knowledge management.
- Knowledge management meliputi membuatkan pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa membuatkan pengetahuan, upaya knowledge management akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik sanggup memengaruhi knowledge. Kultur dan aspek sosial dari knowledge management merupakan tantangan yang signifikan.
- Knowledge management terkait dengan knowledge individu. Organisasi membutuhkan individu yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melaksanakan penemuan dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan dilema keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan knowledge management. Oleh lantaran itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan, dan mempertahankan knowledge anggota sebagai bab dari domain knowledge management.
- Knowledge management terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas knowledge management harus sanggup membantu memahami secara luas pengelolaan knowledge yang telah dilakukan.
2. Penerapan Knowledge
Management dalam Organisasi Organisasi intinya terdiri dari orang-orang yang mempunyai latar belakang sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik yang berbeda. Ketika sebuah organisasi ingin menerapkan knowledge management, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan biar penerapan yang dilakukan berlangsung dengan sukses:
- Aspek konseptual Maksudnya ialah biar organisasi bisa mengembangkan suatu konstruksi yang terintegrasi, yang sanggup digunakan untuk mendiskusikan knowledge di dalam organisasi.
- Aspek perubahan Aspek ini penting mendapatkan perhatian lantaran perubahan terkait erat dengan stabilitas lantaran kerangka kerjanya terkait dengan institusi dan perkembangannya. Sebelum knowledge gres mengubah struktur knowledge dan sistem kegiatan di dalam organisasi, knowledge terlebih dahulu harus sanggup diakses, dipahami, dan sanggup diterima. Harus disadari bahwa perubahan sering kali membuat perlawanan. Di dalam banyak sekali perkara perubahan, perlawanan memang selalu ada, apakah berasal dari dalam knowledge management itu sendiri, apakah berasal dari dilema kemampuan mengakses, penerimaan, pemahaman, atau berasal dari perkara manajemen. 3. Aspek pengukuran Pengukuran menjadi aspek yang penting lantaran merupakan mekanisme pengintegrasi di dalam organisasi. Masing-masing sistem pengukuran secara implisit memilih sudut pandang. Pengukuran juga memungkinkan melihat apakah penerapan knowledge management telah bergerak ke arah sasaran organisasi yang ingin dituju atau tidak.
- Aspek struktur organisasi Struktur organisasi menjadi hal yang penting diperhatikan di mana didalamnya terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang dibutuhkan biar efektivitas knowledge management sanggup terlaksana. Peran-peran tersebut di antaranya pemilik knowledge, penyebar knowledge, pencari knowledge, dan koordinator komunitas
- Aspek isi knowledge Jika knowledge dipandang sebagai produk, knowledge sanggup diklasifikasikan dan dikategorisasi dalam banyak sekali cara. Untuk mengelola produk dari proses knowledge, dibutuhkan knowledge yang cocok dan saling mendukung. Isi knowledge juga terkait dengan ketrampilan karyawan. Untuk mengelola isi knowledge sanggup dikembangkan direktori keahlian, sistem pengelolaan keterampilan, peta knowledge, atau model-model knowledge. Oleh lantaran itu, isu-isu menyerupai versi pengawasan dan ketersedian dokumen, kualitas dan siklus hidup dokumen memerlukan kesadaran yang diwujudkan dalam banyak sekali bentuk usaha.
- Aspek alat Aspek ini terkait erat dengan ketersediaan sarana untuk memperoleh knowledge. Oleh lantaran itu, bagaimana metodologi mengelola knowledge, representasi knowledge yang akan dikelolah serta infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang pengelolaan knowledge secara efektif menjadi sesuatu yang turut memilih taktik knowledge management. Berbagai macam infrastruktur yang sering kali dipergunakan dalam mendukung proses knowledge organisasi serta knowledge management antara lain teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi yang sanggup diadopsi merupakan bentuk kerja sama banyak sekali alat antara lain, sistem pengelolaan knowledge, sistem pendukung memori organisasi, sistem pendukung inovasi, alat untuk menemukan informasi, dan alat untuk menemukan data. Selain aspek-aspek diatas, dibutuhkan juga langkah-langkah perubahan sistematis berupa formulasi taktik (strategic formulation), biar perubahan yang dilakukan berlangsung dengan sukses. Fungsi formulasi taktik dalam konteks ini lebih menitikberatkan pada upaya menyampaikan bahasa dan pemahaman serta sudut pandang yang sama. Dengan bahasa, pemahaman dan sudut pandang yang sama memungkinkan pelaku-pelaku perubahan dalam organisasi melihat kegiatan penerapan knowledge management sebagai satu kesatuan yang bersifat menyeluruh.
Berikut ini ialah langkah-langkah stratejik yang ditawarkan oleh Tiwana (2000) dalam menerapkan knowledge management dalam organisasi:
1. Analisis Infrastruktur yang Ada Langkah ini dimaksudkan untuk mengaudit infrastruktur teknologi yang ada di dalam organisasi. Tujuannya ialah untuk memilih teknologi apa yang ketika ini telah dimiliki dan teknologi apa yang seharusnya ditambahkan untuk meningkatkan sumbangan penerapan knowledge management di dalam organisasi. Dengan menganalisa dan menilai infrastruktur yang telah ada, administrasi sanggup mengenali kekurangan infrastruktur yang dimiliki organisasi ketika itu. Konsekuensi kondisi tersebut ialah administrasi harus mengembangkan apa yang sudah ada.
2. Mengaitkan Knowledge Management dengan Strategi Bisnis Bila penciptaan knowledge ingin sukses diarahkan, perlu disusun langkahlangkah yang mengaitkan antara taktik bisnis yang dibangun oleh organisasi dengan taktik knowledge management. Efektifitas taktik knowledge management tidak sesederhana dengan hanya menyediakan teknologi informasi saja, tetapi mesti ada satu keseimbangan antara teknologi, dan fokus bisnis dengan taktik bisnis perusahaan.
3. Mendesain Infrastruktur Knowledge Management Pada tahap ini, pihak administrasi sudah harus memilih semenjak awal jenis teknologi dan alat-alat apa saja yang dibutuhkan untuk sistem knowledge management yang akan diterapkan. Agar lebih relevan dengan kebutuhan sistem knowledge management, pertanyaan berikut sanggup dijadikan sebagai pedoman dalam membangun kebutuhan infrastruktur knowledge management. Pertanyaan tersebut antara lain:
- Teknologi apa yang harus dimiliki?
- Apakah karyawan Anda dalam membuatkan knowledge memakai basis website?
- Apakah sistem knowledge management memerlukan saran dan teknologi yang lebih luas untuk membantu karyawan menemukan, menjumlahkan, memaknai, dan menganalisa data yang sangat banyak?
- Seberapa rinci tingkatan sistem knowledge management untuk menangkap knowledge?
- Seberapa padunya sistem pencarian, penyusunan, dan penemuan kembali yang akan Anda masukkan sebagai komponen dari sistem knowledge management Anda?
- Apa perlengkapan pengetahuan yang Anda akan gunakan untuk mengenali objek-objek knowledge?
4. Mengaudit Aset dan Sistem Knowledge yang Ada Tujuan audit knowledge ialah untuk menilai apa saja knowledge yang sudah ada di dalam perusahaan ketika itu, dan memilih fokus kegiatan knowledge management. Untuk mencapai tujuan audit, dianjurkan untuk membentuk tim audit yang terdiri dari spesialis strategi, senior manajer, karyawan bidang keuangan, bab sumber daya manusia, orang pemasaran, hebat informasi teknologi, manajer knowledge atau Chief Knowledge Officers. Selain itu, tim audit harus juga mengidentifikasikan paling tidak lima sumber daya kunci knowledge yang seharusnya mereka miliki. Tim harus kemudian menanyakan hal-hal berikut:
- Bagaimanakah persediaan knowledge? Apakah meningkat atau menurun?
- Bagaimanakah kita sanggup memastikan bahwa persediaan knowledge terus-menerus meningkat?
- Apakah kita sudah memakai dengan baik sumber daya knowledge tersebut?
- Bagaimana daya tahan aset knowledge yang kita miliki?
- Dapatkah persaingan dengan gampang menyuburkan dan mengembangkan knowledge ini tanpa ditiru?
- Adakah aspek lain dari knowledge yang tengah dipersaingkan namun kita belum miliki?
- Dapatkah knowledge ini meninggalkan organisasi?
- Pada tingkatan apa knowledge yang kita jamin ketika ini mempunyai keterkaitan dengan produk, jasa atau proses?
5. Mendesain Tim Knowledge Management Tim knowledge management didesain dengan komposisi sebagai berikut:
- Local expert and interdepartemental gurus, yaitu pengadopsi awal teknologi, yang bekerja di banyak sekali macam bidang fungsional di organisasi. Mereka mempunyai pengetahuan dalam bidang tertentu menyerupai pemasaran, keuangan, ditambah dengan pengetahuan teknologi
- Internal information technology expert, yaitu hebat teknologi informasi yang berasal dari dalam organisasi yang diharapkan banyak mengetahui kondisi internal organisasi
- Nonlocal expert and extradepartemental gurus, yaitu orang yang mempunyai keahlian lintas organisasi dan lintas fungsional. Mereka sanggup berafiliasi dengan orang-orang yang berbeda bidang atau fungsi, dan berperan sebagai penerjemah antara karyawan dengan latar belakang, keterampilan, dan spesialisasi yang berbeda.
- Consultant, yaitu orang yang berasal dari luar organisasi dengan keahlian tertentu
- Senior manager, yaitu orang yang harus secara aktif berpartisipasi lantaran sumbangan dibutuhkan untuk mendapatkan legitimasi dan memenangkan upaya knowledge management. Mereka inilah yang membawa perspektif stratejik ke dalam perjuangan penerapan knowledge management.
6. Menciptakan Blueprint Knowledge Management Pada tahap kelima, tim knowledge management mendesain sistem administrasi baru. Desain sistem harus berisi spesifikasi sebagai berikut:
- a.nyediakan kanal kepada pengguna terhadap database knowledge dan sumbangan arus knowledge ke sel Knowledge repositories, yaitu database di mana knowledge disimpan.
- Collaborative platform, yaitu meuruh organisasi. Collaborative platform memungkinkan kepada pengguna mencari isi atau berlangganan dengan isi dari database.
- Network, yaitu sumbangan jaringan komunikasi dan percakapan. Termasuk di sini ialah jaringan kerasnya menyerupai kontrak jaringan, intranet, ekstranet, dan jaringan lunak menyerupai ruang bersama, kerja sama jaringan industri, jaringan perdagangan, lembaga industri, pertukaran, baik eksklusif maupun melalui telekonferensi.
- Culture, yaitu mengacu kepada metode untuk mendorong karyawan memakai sistem knowledge management dan membuatkan knowledge.
7. Pengembangan Sistem Knowledge Management Pada tahap ini tim harus bekerja sekaligus menggabungkan sistem knowledge management yang sudah bangkit pada tahap enam sebelumnya. Konstruksi sistem meliputi tujuh lapis, yaitu sebagai berikut:
- a. Interface layer Ini merupakan penghubung lapisan tertinggi antara orang dengan sistem knowledge management yang berfungsi menciptakan, menggunakan, menemukan kembali, dan membuatkan pengetahuan. Di beberapa organisasi interface layer ini berupa home page yang sanggup diakses pengguna lewat intranet organisasi.
- Access and authentication layer Ini merupakan lapisan yang membuktikan keaslian pengguna yang mengakses database ini, menyediakan keamanan untuk mencegah pengakses yang tidak sah, dan menyediakan cadangan apabila ada pihak yang akan merusak database tersebut.
- Collaborative filtering and intelligence layer Lapisan ini berisi sarana untuk meminta data sesuai permintaan, mencari, mengindeks, dan sebagainya.
- Application layer Lapisan ini berisi tempat penyimpanan keterampilan, sarana berkolaborasi, piranti keras dan lunak konferensi yang memakai video, whiteboard digital, electronic forum, dan sebagainya
- Transport layer Lapisan ini memuat teknologi menyerupai web server, e-mail server, pendukung untuk alur video dan audio, dan sebagainya.
- Middleware and legacy integration layer Legacy system merupakan mainframe atau sistem komputer yang sudah usang. Middleware dalam hal ini berfungsi menghubungkan format data lama dengan yang baru.
- Repositories Lapisan ini berisi database operasional, database hasil-hasil diskusi, arsip lembaga yang memakai web, data yang sudah lama, arsip dokumen, dan database lainnya yang menggambarkan pondasi sistem knowledge management.
8. Prototipe dan Uji Coba Langkah ini merupakan upaya untuk menguji prototipe yang telah dibuat sebelumnya, dan memperbaiki sistem tersebut bila tidak berjalan sesuai rencana. Prototipe yang dibuat mungkin saja di bawah standar sehingga tidak sanggup berfungsi dengan baik. Oleh lantaran itu, tim sanggup memakai stratejik “result-driven incrementalism” (RDI) atau perbaikan yang didorong oleh hasil. Tiwani mengusulkan tiga kunci untuk membuat RDI sanggup bekerja, yaitu sebagai berikut:
- Objective-driven decision support, yaitu memakai hasil dari sasaran dan tujuan selesai bisnis untuk mendorong pembuatan keputusan pada tiap-tiap titik ke seluruh proses penyebaran sistem. Misalnya setiap tahap dari penerapan sistem knowledge management mempunyai hasil yang ingin dicapai (mengapa) dan hasil yang diproyeksikan (untuk apa) dengan terang harus terjawab sebelum sistem dilaksanakan.
- Incremental but independent result, yaitu membagi implementasi ke dalam rangkaian perbaikan yang tidak tumpang tindih. Masing-masing kegiatan sanggup diukur karenanya dan diperbaiki, meskipun tidak da perbaikan lebih lanjut.
- Software and organizational measure clearly laid out at each stage, yaitu melaksanakan apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan subset hasil yang diinginkan. Ini berarti bahwa piranti lunak secara fungsional mesti menyertai perubahan yang dibutuhkan dalam hal kebijaksanaan, proses, pengukuran yang dibutuhkan untuk membuat sistem tersebut bekerja. Misalnya jika mengembangkan satu diskusi database, mesti disertai dengan perubahan motif karyawan memakai piranti lunak tersebut, apakah mencari informasi saja atau untuk memberi bantuan terhadap database tersebut. Penyebaran planning harus juga disertai penghargaan yang tepat, yang sanggup mendorong karyawan menyatu ke dalam proses tersebut.
9. Pengelola Perubahan, Kultur, dan Struktur Penghargaan Satu hal yang harus dicatat dalam kaitannya dengan upaya menjalankan tahap ini bahwa sukses tidaknya administrasi perubahan tidak hanya tergantung kepada teknologi, tetapi di kebanyakan organisasi justru lebih ditentukan pada perubahan kultur dan perubahan di dalam sistem penghargaan. Oleh lantaran itu, penting bagi pihak tim pengembangan untuk menyusun langkah-langkah stratejik supaya penerapan knowledge management berlangsung dengan baik. Tim harus mendapatkan hati dan jiwa karyawan. Mereka bukanlah pasukan, tetapi mereka lebih seorang sukarelawan.
10. Evaluasi Kinerja, Mengukur ROI, dan Perbaikan Sistem Knowledge Management Untuk tujuan pengukuran hasil knowledge management, Tiwani memakai perspektif sebagai berikut:
- Financial perspective (perspektif finansial): apakah investasi perusahaan di dalam knowledge management memperoleh laba finansial bagi neraca perusahaan?
- Human-capital perspective (perspektif modal manusia): apakah kinerja karyawan perusahaan lebih baik dan lebih berbagi?
- Customer-capital perspective (perspektif modal pelanggan): sudah baikkah kekerabatan perusahaan dengan pelanggan, prospeknya semakin meningkat, dan mendatangkan pelanggan gres sebagai akhir pelaksanaan knowledge management?
- Organizational-capital perspective (perspektif modal organisasi): apakah ketika ini perusahaan mempunyai proses yang paling baik, kapabilitas yang sangat berbeda, memampuan yang sangat hebat untuk melaksanakan penemuan dengan lebih cepat daripada pesaing melalui knowledge management? Dari pemaparan mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam taktik penerapan knowledge management di atas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa kesuksesan taktik penerapan knowledge management sangat tergantung kepada beberapa aspek, yaitu infrastruktur teknologi, struktur sistem penghargaan, dan kultur.
3. Sistem Pengukuran Knowledge Management
Terdapat empat indikator sukses dalam penerapan Knowledge Management berdasarkan Murray E. Jennex (2007), antara lain:
- Pertumbuhan dalam volume knowledge yang tersedia semenjak inisiasi Knowledge Management diluncurkan (misal: jumlah dokumen yang tersedia)
- Pertumbuhan dalam penggunaan knowledge yang tersedia semenjak inisiasi knowledge diluncurkan (akses ke repositori atau jumlah partisipan untuk diskusi)
- Kemungkinan bertahannya proyek tanpa sumbangan dari individu tertentu. Hal ini lantaran proyek ialah inisiasi organisasi dan bukan proyek individu
- Pertumbuhan dalam sumber daya yang menempel pada inisiasi Knowledge Management
Analisis Strategi Sistem Informasi atauTeknologi Informasi
1. Analisis Strategi Bisnis
Untuk menganalisa taktik bisnis, kebutuhan utamanya adalah:
Untuk menganalisa taktik bisnis, kebutuhan utamanya adalah:
- Mengidentifikasikan taktik ketika ini dan secara umum hal-hal gres yang timbul semenjak siklus pengembangan taktik sebelumnya
- Jika perlu, untuk menginterpretasi dan menganalisa strategi, dan mendeskripsikan dalam suatu struktur. Hal ini baik untuk dilakukan oleh gabungan grup, baik bisnis dan sistem informasi dengan kemampuannya masing-masing.
- Untuk mengumpulkan dan mengkonfirmasikan konsekwensi kebutuhan sistem informasi
- Konteks yang paling baik dalam pengembangan taktik sistem informasi dan pengimplementasiannya adalah:
- Meletakkan taktik sistem informasi tolong-menolong dengan semua taktik komponen menyerupai marketing atau pengembangan produk atau dalam sebuah business reengineering jadwal atau redesign dari proses bisnis.
- Mengimplementasikan jadwal dari inisiasi untuk menghasilkan taktik bisni yang meliputi pengembangan system informasi atau teknologi informasi yang penting (critical).
2. Balanced Scorecard
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran kinerja juga sanggup digunakan sebagai dasar untuk memilih sistem imbalan dalam perusahaan, contohnya untuk memilih tingkat honor karyawan maupun reward yang layak. Pihak administrasi juga sanggup memakai pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu. Balanced Scorecard merupakan suatu ukuran yang cukup komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang mana keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan bersifat jangka panjang. Balanced Scorecard tidak hanya sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk transformasi stratejik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi. Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif tidak hanya merupakan ukuran-ukuran keuangan tetapi penggabungan ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan maka perusahaan sanggup menjalankan bisnisnya dengan lebih baik. Balanced Scorecard dikembangkan oleh akademisi Harvard Business School, Robert S. Kaplan dan David Norton pada tahun 1992, dimana alat ini mengasumsikan bahwa ukuran-ukuran keuangan hanya melaporkan hasil keputusan masa kemudian dan jika pengukuran kinerja tersebut ialah untuk mendapatkan segala dampak nyata yang berarti, maka semakin banyak tujuan dan ukuran yang lebih berimbang diperlukan. Berikut ini ialah tujuan-tujuan penilaian kinerja yang dimanfaatkan oleh manajemen, antara lain:
- Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.
- Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya menyerupai promosi, pemberhentian, mutasi.
- Mengidentifikasi kebutuhan pembinaan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan penilaian jadwal pembinaan karyawan.
- Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
- Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Sedangkan ukuran penilaian kinerja yang sanggup digunakan untuk menilai kinerja secara kuantitatif ialah sebagai berikut:
1. Ukuran Kinerja Tunggal Adalah ukuran kinerja yang hanya memakai satu ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan dan administrasi akan cenderung untuk memusatkan usahanya pada kriteria tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin sama pentingnya dalam memilih sukses tidaknya perusahaan atau bab tertentu. 2. Ukuran Kinerja Beragam Adalah ukuran kinerja yang memakai banyak sekali macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja bermacam-macam merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya dengan banyak sekali kriteria. 3. Ukuran Kinerja Gabungan Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih penting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan tujuan lain, maka perusahaan melaksanakan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya. Misalnya manajer pemasaran diukur kinerjanya dengan memakai dua unsur, yaitu profitabilitas dan pangsa pasar dengan pembobotan masing-masing 5 dan 4. Dengan cara ini manajer pemasaran mengerti yang harus ditekankan biar tercapai sasaran yang dituju manajer puncak. Dengan demikian, Balanced Scorecard akan menyampaikan kerangka kerja untuk penerjemahkan taktik ke dalam kerangka operasional dengan memakai pendekatan tolak ukur kepada empat perspektif yang berhubungan, dimana dengan cara mencoba menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Ke empat perspektif yang menjadi tolak ukur Balanced Scorecard beserta pertanyaan-pertanyaannya ialah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan (financial perspective): Bagaimana kita melihat para pemegang saham dan mereka yang mempunyai kepentingan keuangan di dalam organisasi? Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam Balanced Scorecard lantaran ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi akhir keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap:
- Berkembang (growth) Pada tahap ini suatu perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak mempunyai potensi untuk berkembang. Untuk membuat potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan kemudahan produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung kekerabatan global, serta mengasuh dan mengembangkan kekerabatan dengan pelanggan.
- Bertahan (sustain stage) Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
- Panen (harvest) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melaksanakan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melaksanakan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melaksanakan perluasan atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini ialah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest ialah cash flow maksimum yang bisa dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
2. Perspektif Pelanggan (customer perspective): bagaimana pelanggan memandang kita sebagai produk, servis, kekerabatan dan nilai tambah? Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok:
a. Kelompok inti
- Pangsa pasar: mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
- Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.
- Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan lama.
- Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.
- Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar laba yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.
b. Kelompok penunjang
- Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu) Tolok ukur atribut produk ialah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akhir ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan kemudahan produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya insan serta tingkat efisiensi produksi.
- Hubungan dengan pelanggan Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramunaga serta penampilan fisik kemudahan penjualan.
- Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal (internal business perspective): apa yang harus kita unggulkan jika impian dari karyawan dan rekan perjuangan tercapai? Manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melaksanakan dengan baik lantaran proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan sanggup menyampaikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:
- Inovasi Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bab riset dan pengembangan. Dalam tahap ini, tolok ukur yang digunakan ialah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk gres yang berhasil dikembangkan.
- Proses operasi Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk menyampaikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya materi baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akhir terjadinya kerusakan, banyaknya undangan para pelanggan yang tidak sanggup dipenuhi, penyimpangan biaya produksi kasatmata terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.
- Proses penyampaian produk atau jasa pada pelanggan Perusahaan berupaya menyampaikan manfaat suplemen kepada pelanggan yang telah membeli produknya menyerupai layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran (innovation and learning perspective): apa yang harus kita unggulkan jika impian dari karyawan dan rekan perjuangan tercapai? Perspektif ke empat dalam Balanced Scorecard ialah mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi biar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ialah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal sanggup mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan mekanisme dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:
- Karyawan Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melaksanakan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan ialah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, kanal untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melaksanakan kreativitas dan inisiatif serta sumbangan dari atasan.
- Kemampuan sistem informasi Tolok ukur yang sering digunakan ialah bahwa informasi yang dibutuhkan gampang didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk menerima informasi tersebut. Adapun setiap perspektif diatas mempunyai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, sebagai berikut:
- Perspektif Keuangan (financial perspective) Terwujudnya tanggung jawab ekonomi melalui penerapan pengetahuan administrasi dalam pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas yang dikuasai personil.
- Perspektif Pelanggan (customer perspective) Terwujudnya tanggung jawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai perusahaan yang bersahabat dengan lingkungan.
- Perspektif Proses Bisnis Internal (internal business perspective) Terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan melalui implementasi.
- Perspektif Inovasi dan Pembelajaran (innovation and learning perspective) Terwujudnya keunggulan jangka panjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui pengembangan dan pengutamaan potensi sumber daya manusia.
3. Analisis Critical Success Factors (CSF)
Analisis Critical Success Factors ialah sebuah teknik yang terkenal dimana tidak hanya dipergunakan untuk mengembangkan taktik sistem informasi tetapi juga untuk pengembangan taktik bisnis. Teknik tersebut sering muncul dalam banyak sekali metode penggunaan dan merupakan alat yang pada umumnya digunakan sebagai alat bantu taktik sistem informasi. Teknik tersebut sanggup dipergunakan dengan cara yang berbeda dan dengan maksud yang berbeda pula, antara lain:
- Merupakan teknik yang paling efektif dengan melibatkan administrasi senior didalam mengembangkan taktik sistem informasi lantaran berakar pada dilema bisnis dan didalam mendapatkan kepastian untuk mengusulkan tindakan sistem informasi yang membantu menghasilkan prestasi di area yang kritis.
- Sebagai penghubung proyek sistem informasi dari Critical Success Factors hingga dengan tujuan perusahaan, dimana dengan terang memperlihatkan posisinya terhadap taktik bisnis, dan menyampaikan dasar yang menyakinkan untuk menerima perjanjian yang meyeluruh oleh tim administrasi atas.
- Wawancara perseorangan dengan pimpinan senior merupakan katalisator yang baik didalam menggali kebutuhan informasi perseorangan mereka sendiri
- Dengan menyampaikan kekerabatan antara tujuan dan kebutuhan informasi, Critical Success Factors memainkan peranan penting didalam memprioritaskan investasi yang berpotensial
- Perencanaan sistem informasi sangat berkhasiat ketika taktik bisnis tidak berkembang melampaui tujuan bisnisnya, dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek bisnis yang paling kritis yang memerlukan tindakan peningkatan kinerja.
- Pemanfaatan analisis value chain akan sangat bermanfaat didalam mengenali proses yang paling kritis, dimana memungkinkan kepemilikan Critical Success Factors dan tindakannya ditentukan secara akurat. Dengan demikian, Critical Success Factors digunakan untuk membuat tujuan perusahaan menjadi menarik dalam hal tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai informasi kunci dan kebutuhan aplikasi organisasi dan manajernya, dan untuk menilai kekuatan dan kelemahan sistem yang sudah ada.
Critical Success Factors sanggup digunakan pada tingkatan makro untuk menyidik secara keseluruhan terhadap industri, perusahaan secara utuh atau bisnis unit tertentu. Critical Success Factors sanggup juga digunakan pada level administrator perseorangan didalam memilih aktivitas-aktivitas yang dilakukan apakah penting untuk pencapaian keberhasilan tujuan tertentu. Dengan demikian, proses Critical Success Factors sanggup membantu memprioritaskan kegiatan dan kebutuhan informasi, baik pada manajer perseorangan maupun pada level bisnis unit. Didalam hal ini, teknik Critical Success Factors sangat menolong untuk memusatkan perhatian pada dilema pokok. Rockart mendifinisikan Critical Success Factors sebagai sejumlah area yang terbatas di dalam hasil tertentu, jika hasil tersebut tercapai maka akan memastikan kinerja yang bersaing itu berhasil didalam organisasi. Critical Success Factors merupakan kawasan kegiatan yang harus diterima dan diperhatikan secara hati-hati oleh manajemen. Status kinerja disetiap area harus terus menerus diukur, dan informasinya harus tersedia secara luas.
Penentuan Critical Success Factors harus dimulai ketika tujuan perusahaan di kenali. Tahap pertama ialah mengenali Critical Success Factors terhadap setiap tujuan yang ada. Tahap kedua ialah menggabungkan tujuan-tujuan yang ada. Peringkat tujuan dan jumlah Critical Success Factors yang digunakan bersama akan menyampaikan prioritas yang relative kepada pencapaian Critical Success Factors itu sendiri. Kemudian informasi atau sistem yang penting dalam pencapaian Critical Success Factors tersebut harus menjadi materi pertimbangan. Pertanyaan bagaimana sistem informasi atau teknologi informasi membantu pencapaian Critical Success Factors? dan bagaimana sistem yang ada mendukung pencapaian Critical Success Factors? ialah dua pertanyaan yang harus dipertimbangkan dan menunjuk pada SWOT analisis dari sistem yang ada terhadap Critical Succuss Factors. Dengan implikasi, jika Critical Success Factors tercapai, kemungkinan pencapaian tujuan meningkat.
4. Konsolidasi Balanced Scorecard dan Analisis Critical Success Factor
Hasil analisa Balanced Scorecard dan Critical Success Factors sanggup dikombinasikan menjadi satu analisa yang akan menyediakan kebutuhan Sistem Informasi yang lebih komprehensif. Balanced Scorecard menghubungkan antara pengukuran pada objektif yang akan dicapai sementara Critical Success Factors menganalisa elemen yang kritikal untuk mencapai tujuan bisnis.
5. Analisis Value Chain
Internal value chain merupakan bab dari Value Chain Analysis. Konsep Value Chain Analysis sendiri dideskripsikan oleh Michael Porter sebagai berikut: “Every firm is a collection of activities that are performed to design, produce, market, deliver and support its products or services. All these activities can be represented using a value chain. Value chains can only be understood in the context of the business unit.” Tujuan internal value chain ialah untuk membedakan apa yang dilakukan oleh perusahaan dengan bagaimana hal tersebut dilakukan. Analisis Value Chain sendiri terbagi dalam dua tipe aktifitas bisnis, yaitu;1. Aktifitas utama 2. Aktifitas pendukung Michael Porter telah mengklasifikasikan aktifitas utama menjadi lima kelompok, yaitu;
- Inbound logistic
- Operations
- Outbound logistic
- Sales and marketing
- Services.
Activity-Based Costing (ABC)
Activity-Based Costing ialah suatu sistem pembiayaan yang mengalokasikan sumber-sumber biaya overhead memakai dasar dari satu atau lebih faktor nonvolume. Dibandingkan dengan pembukuan biaya tradisional, Activity-Based Costing lebih melambangkan aplikasi pencatatan biaya yang lebih seksama dimana pencatatan biaya produksi tradisional hanya dilakukan pada direct material dan direct labor setiap hasil unitnya. Tetapi berbeda dengan Activity-Based Costing dimana masih banyak biaya-biaya lain yang bahwasanya masih sanggup ditelusuri tidak hanya pada hasil unitnya tetapi kepada kegiatan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hasil tersebut. Pada Activity-Based Costing, dasar yang digunakan untuk mengalokasi biayabiaya overhead disebut drivers. Adapun drivers tersebut antara lain: resources driver ialah sebuah dasar yang digunakan untuk mengalokasi sumber biaya menjadi banyak sekali aktivitas; activity drivers ialah sebuah dasar yang digunakan untuk mengalokasi biaya kegiatan menjadi produk, pelanggan atau objek biaya selesai lainnya. Sifat dan jenis dari activity drivers inilah yang membedakan Activity-Based Costing dari pembiayaan tradisional. Activity-Based Costing mengenal aktivitas, biaya aktivitas, dan pelopor kegiatan (activity drivers) pada tingkat penjumlahan yang berbeda didalam lingkungan produksi. Keempat tingkat tersebut ialah unit, batch, produk dan plant. Setiap level yang berbeda mempunyai drajat penjumlahan data yang berbeda. Batch 54 terbentuk sebagai akhir penjumlahan dari unit-unit. Produk ialah penjumlahan dari banyak batch. Plant ialah penjumlahan seluruh produk yang ada.
6. Analisis SWOT Analisis
SWOT ialah penilaian menyeluruh terhadap kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan bahaya (Threats) dari sebuah perusahaan untuk merumuskan taktik perusahaan. Analisis ini didasarkan pada kebijaksanaan yang sanggup memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan sanggup meminimalkan kelemahan (Weakness) dan bahaya (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada ketika ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling terkenal untuk analisis situasi ialah Analisis SWOT. Penelitian memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan sanggup ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT ialah kependekan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses).
Adapun klarifikasi keempat kuadran ialah sebagai berikut a. Kuadran 1. Perusahaan mempunyai peluang dan kekuatan sehingga sanggup memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini ialah mendukung kebijakan pertumbuhan yang garang (Growth oriented strategy). b. Kuadran 2. Perusahaan masih mempunyai kekuatan dari segi internal meskipun menghadapi banyak sekali ancaman. Strategi yang harus diterapkan ialah memakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara taktik diversifikasi (produk atau pasar). c. Kuadran 3. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, perusahaan tersebut juga menghadapi beberapa hambatan atau kelemahan internal. Fokus taktik perusahaan ini ialah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga sanggup merebut peluang pasar yang lebih baik. d. Kuadran 4. Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi banyak sekali bahaya dan kelemahan internal.