Teori Berguru Kognitif Berdasarkan Piaget
Sunday, March 22, 2020
Edit
Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget
1. Biografi Jean Piaget
Jean Piaget lahir di Neuchatel, Swiss, yang berbahasa Perancis pada 9 Agustus 1896 dan meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun. Dia yaitu seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss, yang populer alasannya yaitu hasil penelitiannya wacana belum dewasa dan teori perkembangan kognitifnya.
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai aktivis aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai acuan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori wacana tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget wacana proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi yaitu “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan fasilitas yaitu “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa berguru akan lebih berhasil apabila diubahsuaikan dengan tahap perkembangan kognitif penerima didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan sahabat sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak menawarkan rangsangan kepada penerima didik semoga mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan banyak sekali hal dari lingkungan.
2. Prinsip Dasar Teori Jean Piaget
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis ( perkembangan jiwa ). Piaget pertanda inteligensi itu sendiri sebagai pembiasaan biologi terhadap lingkungan. Contoh : insan tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin; insan tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari binatang pemangsa; insan juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi insan mempunyai kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.
Faktor yang kuat dalam perkembangan kognitif, yaitu :
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk menyebarkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu sanggup memanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting alasannya yaitu memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan berguru sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk kiprah bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik sanggup memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
4. Proses pengaturan diri ( ekuilibrasi )
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang mengakibatkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
3. Aspek Intelegensi Jean Piaget
Menurut Piaget, inteligensi sanggup dilihat dari 3 perspektif berbeda :
1. Struktur ( skemata atau schemas )
Struktur dan organisasi terdapat di lingkungan, tapi pikiran insan lebih dari menggandakan struktur realita eksternal secara pasif. Interaksi pikiran insan dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam “mental framework”-nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan & menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya ( Flavell, Miller & Miller )
Dua hal penting yang harus diingat wacana membangun struktur kognitif :
- Seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses.
- Lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembangan struktural.
2. Isi ( content )
Isi yaitu pola tingkah laris spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. Merupakan materi kasar, alasannya yaitu Piaget kurang tertarik pada apa yang belum dewasa ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding dengan struktur dan fungsinya, bila isi yaitu “apa” dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” dan “mengapa” ditentukan oleh kognitif atau intelektual.
3. Fungsi ( fungtion )
Yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yang berinteraksi dengan lingkungan mempunyai fungsi melalui proses organisasi dan adaptasi. Organisasi cenderung untuk mengintegrasi diri dan dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang penuh arti, sebagai suatu cara untuk mengurangi kompleksitas.
Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
- Organisme memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya. Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar dan mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah ada. contoh: insan mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yang mereka makan menjadi potongan dari diri mereka.
- Organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Proses ini disebut akomodasi. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: badan tidak hanya mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara involunter.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu alasannya yaitu ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya semoga keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan memakai kedua proses penyesuaian di atas.
4. Teori Perkembangan Piaget
Periode-Periode Perkembangan Secara Umum | ||
Periode I | : | kepandaian sensorik motorik (sejak lahir – 2 th). |
Bayi mengorganisasikan bagan tindakan fisik seperti | ||
menghisap, | ||
Menggenggam dan memukul untuk menghadapi | ||
dunia yang muncul dihadapannya. | ||
Periode II | : | pikiran pra operasional (2-7 th). |
Anak-anak berguru berpikir-menggunakan symbol- | ||
simbol dan | ||
Pencitraan batiniah-namun pikiran masih blm | ||
sistematis dan logis | ||
Periode III | : | Operasi berpikir nyata (7-11 th). |
Anak-anak menyebarkan kemampuan berpikir | ||
sistematis, namun hanya pada dikala mengacu pada | ||
objek dan kegiatan konkret | ||
Periode IV | : | Operasi berpikir formal (11 th-dewasa) |
Mengembangkan kemampuan untuk berpikir | ||
sistematis dan sesuai | ||
Rancangan yang murni ajaib dan hipotetis. |
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit yaitu :
1) Pengurutan
kemampuan untuk mengurutan objek berdasarkan ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka sanggup mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2) Klasifikasi
kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda berdasarkan tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda sanggup menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi mempunyai keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3) Decentering
anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai pola anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4) Reversibility
anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda sanggup diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak sanggup dengan cepat memilih bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5) Konservasi
memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda yaitu tidak berafiliasi dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6) Penghilangan sifat Egosentrisme
kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan dikala orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, kemudian meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, sehabis itu gres Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan menyampaikan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
5. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran
- Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh alasannya yaitu itu guru mengajar dengan memakai bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan berguru lebih baik apabila sanggup menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak semoga sanggup berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan gres tetapi tidak asing.
- Berikan peluang semoga anak berguru sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, belum dewasa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
- Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran tanggapan siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga hingga pada tanggapan tersebut.
- Pengenalan dan pengukuhan atas peranan belum dewasa yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan belum dewasa didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi impulsif dengan lingkungan.
- Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk mengakibatkan belum dewasa ibarat orang sampaumur dalam pemikirannya.
- Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
Model dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Vygotsky
Tiga konsep yang dikembangkan dalam teori vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif anak sanggup dipahami apabila di analisis dan pahami apabila dianalisis dan di interpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif yang di mediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untukmembantu dan menstraformasi kegiatan mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari korelasi social dan dipengaruhi oleh latarbelakag sosiokultural. Vygotsky beropini bahwa pada masa kanak kanak awal (early childhood ), bahasa mulai digunakan sebagai alat yang membantu anak untuk merancang kegiatan dan memecahkan problem. Vygotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari korelasi social dan kebudayaan. Oleh alasannya yaitu itu alasannya yaitu itu perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan social dan cultural ( Holland, dkk 2001 ). Dia percaya bahwa perkembangan memori , perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk memakai alat yang ada dalam masyarakat, ibarat bahasa, system matematika, dan strstegi memori. Pada satu kultur, konsep ketiga ini dimaksudkan mungkin berupa pelajaran menghitung dengan menggunkan computer, namun dalam kultur yang berbeda, pembelajaran ini mungkin berupa pelajaran berhitung memakai Batu dan jari.
Teori vygotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang meliputi objek artifak, alat, buku, dan komunitas kawasan orang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga sanggup dikatakan bahwa perkembangan kognitif berasal dari situasi social.
Vygotsky mengemukakan beberapa ilham wacana zone of proxsimal development (ZPD). Zone of proximal development (ZPD) yaitu serangkaian kiprah yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tapi sanggup dipelajari dengan pinjaman orang sampaumur atau anak yang lebih mampu. Untuk memahami batasan ZPD anak, terdapat batasan atas, yaitu tingkat tanggung jawab atau kiprah pelengkap yang sanggup dikerjakan anak dengan pinjaman pelatih yang mampu, diperlukan pasca pinjaman ini anak tatkala melaksanakan kiprah sudah bisa tanpa pinjaman orang lain dan batas bawah, yang dimaksud yaitu tingkat problem yang sanggup dipecahkan oleh anak seorang diri. ZPD berdasarkan vygotsky memperlihatkan akan pentingnya imbas social, terutama imbas isyarat atau pengajaran terhadap perkembangan kognitif anak ( Hasse, 2001). Vygotsky member pola cara menilai ZPD anak. Misalnkan pada tes kecerdasan, usia mental dari dua orang anak yaitu 8 tahun. Menurut vygotsky, kita tidak bisa berhenti hingga disini saja. Kita harus memilih bagaimana masing- masing anak akan berusaha menuntaskan problem yang dimaksudkan untuk anak yang lebih tua. Kita membantu masing-masing anak dengan menunjukkan, mengajukan pertanyaan, dan memperkenalkan elemen awal dari solusi.
Dengan pinjaman atau kerjasama dengan orang sampaumur ini, salah satu anak berasil memecahkan problem yang sebenarnya untuk level anak usia 12 tahun, sedangkan anak yang satunya memecahkan problem untuk level anak usia 9 tahun. Perbedaan antara usia mental dan tingkat kinerja yang mereka capai dengan bekerjasama dengan orang sampaumur akan mendefinisikan ZPD. Jadi, ZPD melibatkan kemampuan kognitif anak yang berada dalam proses pendewasaan dan tingkat kinerja mereka dengan pinjaman orang yang lebih mahir (Panofsky, 1999). Vygotsky (1987) menyebut ini sebagai “kembang” perkembangan, untuk membedakannya dengan istilah :buah” perkembangan, yang sudah dicapai anak secara independen.
Salah satu Contoh aplikasi konsep ZPD yaitu tutorial tatap muka yang diberikan pada guru Selandia Baru dalam acara Reading Recovery. Tugas ini dimulai dengan kiprah membaca yang sudah dikenal dengan baik, kemudian pelan-pelan memperkenalkan seni administrasi membaca yang belum dikenal dan kemudian menyerahkan control kegiatan kepada si anak sendiri ( Clay & Cazden dalam Santrocks, 2008 ). Scaffolding yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih mahir ( guru atau siswa yang lebih bisa ) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang di capai. Ketika kiprah siswa yang akan di pelajari merupakan kiprah baru, maka orang yang lebih mahir sanggup memakai teknik intruksi langsung. Saat kemampuan sisa meningkat, maka semakin sedikit bimbingan yang diberikan. Dialog merupakan alat penting dalam teknik ini di dalam ZPD .
Didalam hal ini vygotsky menganggap anak memmpunyai konsep yang banyak, namun tidak sistematis, tidak teratur, dan spontan. Tatkala anak mendapat bimbingan dari para ahli, mereka akan membahas konsep yang lebih sitematis, logis ,dan rasional. Bahasa dan pemikiran. Vygotsky berkeyakinan bahwa anak memakai bahasa bukan hanya untuk berkomunkikasi saja, melainkan juga untuk merencanakan, memonitor sikap mereka dengan caranya sendiri. Penggunaan bahasa untuk mengatur diri sendiri, dinamakan pembicaraan batin (inner speech) atau berbicara sendiri (private speech).
Menurut piaget, berbicara sendiri bersifat egosentris dan tidak sampaumur tetapi berdasarkan vygotsky yaitu alat penting bagi pemikiran selama masa kanak kanak. Tatkala anak sering meakukan pembicaraan batin, ia justru akan lebih kompeten secara social. Karena anak menginternalisasikan pembicaraan egosentrisnya dalam bentuk pembicaraan batin kemudian pembicaraan batin ini menjadi pemikiran mereka. Oleh alasannya yaitu itu pembicaraa batin sanggup mempresentasikan transisi awal untuk menjadi lebih komuniktif secara social.
Pandangan vygotsky menentang gagasan piaget wacana bahasa dan pemikiran. Vygotsky menyampaikan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal sekalipun, berbasis social, sedangkan piaget lebih menganggap pembicaraan anak sebagai nonsosial dan egosentris. Menurut vygotsky, ketika anak kecil bicara kepada dirinya sendiri, mereka memakai bahasa untuk mengatur sikap mereka sendiri, sedangkan piaget percaya bahwa kegiatan bicara dengan diri sendiri itu mencerminkan ketidakdewasaan (immaturity).
Para periset menemukan bukti yang mendukung pandangan vygotsky wacana kiprah positif dari private speech dalam perkembangan anak (Winsler,Diaz & Montero, 1997). Dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa merupakan potongan kiprah penting dalam perkembangan kognitif seorang anak. Teori Vygotsky merupakan pendekatan konstruktivis sosial yang menekankan konteks sosial pembelajaran dan konstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial.
Bagi Vygotsky, belum dewasa mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial. Perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan social secara aktif. Menurut Vygotsky aspek kognitif anak akan berkembang dengan sangat baik bilamana belum dewasa tidak hanya bermain melaksanakan eksperimen pada alat-alat mainnya tetapi juga berinteraksi dengan orang sampaumur dan teman-teman sebayanya yang mempunyai pengetahuan lebih banyak darinya. Pada dikala anak bermain didampingi oleh guru yang menawarkan bimbingan lisan, pinjaman fisik, dan pertanyaan-pertanyaan terbuka akan sanggup membantu anak meningkatkan keterampilan dan memperoleh pengetahuan. Demikian pula sahabat sebaya yang mempunyai keterampilan lebih akan membantu belum dewasa berguru melalui pemberian pola dan percakapan.
Menurut Vygotsky, apa yang sanggup belum dewasa lakukan dengan pinjaman orang lain sanggup menawarkan gambaran akurat wacana kemampuan anak daripada bila ia melakukannya sendiri. Bermain dengan anak atau orang lain menawarkan kesempatan pada anak untuk menanggapi saran-saran, komentar, pertanyaan, tindakan, dan contoh-contoh dari orang tersebut.
Implikasi Dalam Pembelajaran
Pembelajaran akan lebih efektif tatkala seorang guru mengajar dengn memakai teori vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang dimaksud yaitu :
- Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya sanggup memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur mteri pembelajaran. Implikasinya guru lebih akuat tatkala menyusun seni administrasi mengajarnya, sehingga tidak melulu selalu menawarkan bimbingan kepada siswa. Dampak pengiringnya yaitu siswa sanggup berguru hingga tingkat keahlian yang diperlukan dan mencapai ZPD pada batas atas.
- Untuk menyebarkan pembelajaran yang komunitas seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya didalam kelas.
- Dalam pembelajaran seorang guru hendaknya memakai teknik scaffolding dengan tujuan siswa sanggup berguru atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka sanggup mencapai keahlian pada batas atas ZPD.
Model dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Bruner
Jerome S. Bruner (1915) yaitu spesialis psikologi perkembangan dan mahir psikologi berguru kognitif. Pendekatannya wacana psikologi yaitu eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap insan sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988; 118).
Beberapa ciri khas teori berguru berdasarkan Bruner :
- Mengemukakan pentingnya arti pengetahuan, dengan struktus pengetahuan kita sanggup melihan bagaimana fakta-fakta yang kelihatanya tidak ada hubunganya sanggup dihubungkan satu dengan yang lain.
- Menekankan kesiapan untuk belajar, terdiri atas penguasaan kertampilan yang sederhana yang sanggup mengizinkan seseorang untuk mencapai ketrampi yang lebih tinggi.
- Menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan
- Menekankan pentingnya motivasi atau impian untuk berguru dan cara-cara yang tersedia untuk merangsang motivasi itu.
Pendekatan Bruner terhadap berguru didasari pada dua perkiraan :
Menurut bruner perkembangan kognitif seseorang melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan yaitu enaktif, ikonik dan symbolic.
- Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan memakai benda-benda kongkret atau memakai situasi yang nyata.
- Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan nyata atau situasi nyata yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
- Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol ajaib (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang digunakan berdasarkan komitmen orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang ajaib lainnya
Implikasi Teori Bruner dalam berguru dan pembelajaran.
- Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan belajar, minat, gaya berguru siswa dan sebagainya)
- Menentukan tujuan pembelajran
- Memilih materi pembelajaran
- Mkenentukan topic-topik yang sanggup dipelajari oleh siswa secara edukatif ( dari contoh-contoh ke generalisasi)
- Mengembangkan bahan-bahan berguru yang berupa contoh-contoh ilustrasi, kiprah dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
- Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kekompleks, dari yang nyata ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ekonik hingga ke simbolik.
- Melakukan evaluasi proses dan hasil berguru siswa.
Sumber Referensi:
- Crain, W.C. (1985). Theories of Development, Concepts and Aplications 3th Edition.NewJersey:Prentice-Hall.
- Santrock, John.W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Prenada Group.