Pengertian Kepeminpinan Transformasional Berdasarkan Ahli

Pengertian Kepeminpinan Transformasional Menurut Ahli
Berbagai teori gres mengenai kepemimpinan bertujuan mendeskripsikan kepemimpinan yang efektif ihwal bagaimana pemimpin mentransformasi atau merubah organisasi. James MacGregor Burns (1978) melaksanakan penelitian pada pemimpin politik menurut teori kepemimpinan, yang bisa dideskripsikan sebagai teori kepemimpinan transformasional. Burns menyatakan bahwa kepemimpinan tidak sanggup dipisahkan dari kebutuhan dan tujuan bawahannya dan merupakan hasil kekerabatan antara pemimpin dan bawahannya. Burns membedakan 2 bentuk mendasar kekerabatan pemimpin dan bawahannya: (a) transaksional, dan (b) transformasional. Kepemimpinan transaksional mencakup mempengaruhi bawahannya dengan menukarkan sesuatu yang berharga bagi pemimpin dan bawahannya. Contohnya, satu barang dijual utnuk dibelikan sesuatu yang lain, pemberian bunyi diberikan kepada legislator yang berjanji memberikan sesuatu yang diinginkan oleh orang yang memberikan suara, atau seorang kepala sekolah mendapatkan derma dari para guru sesudah rapat sesudah guru mendapatkan makan siang. Kepemimpinan transformasional mencakup kekerabatan antara pemimpin dan pengikutnya untuk tujuan umum, di mana “pemimpin dan bawahannya saling meningkatkan motivasi dan moral” (Burns, 1978, hlm. 20).

Bernard Bass dan Bruce Avolio (1994) memperlihatkan imbas kepemimpinan transformasional sebagai
  • Menstimulasi orang lain utnuk melihat pekerjaan mereka dari sudut pandang yang baru
  • Mengetahui visi dan misi organisasi
  • Meningkatkan kemampuan orang lain 
  • Memotivasi orang lain di luar minat langsung mereka yang menguntungkan kelompok atau organisasi
Bass dan Avolio menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam hal sikap pemimpin, menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai satu atau lebih sikap berikut ini:
  • Pengaruh yang ideal: pemimpin bersikap sebagai role model dan dikagumi, dihormati, dan dipercaya. Cara yang dilakukan pemimpin melaksanakan ini yaitu dengan mempertimbangkan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri, membuatkan resiko dengan bawahannya, konsisten, dan bertindak sesuai nilai dan moral.
  • Motivasi inspirasional: pemimpin memotivasi dan menginspirasi dengan memberikan makna dan menantang bawahannya untuk bekerja lebih baik dan semangat tim nya meningkat. Perilaku pemimpin yang sesuai dengan ini yaitu dengan melibatkan orang lain dalam acara yang berlandaskan visi, memberikan impian dengan jelas, dan bersikap penuh komitmen pada tujuan dan visi.
  • Stimulasi intelektual: pemimpin menstimulasi orang lain untuk lebih inovatif dan kreatif. Pemimpin mendukung penemuan dan kreatifitas dengan cara mendapatkan ide-ide gres dari orang lain, tidak membeberkan kesalahn orang lain secara umum, dan mendorong orang lain untuk mencoba pendekatan yang lain
  • Pertimbangan individu: pemimpin transformasional mempertimbangkan kebutuhan individu utnuk berprestasi dan tumbuh dengan bertindak sebagai mentor atau pelatih. Perilaku kepemimpinan yang mempertimbangkan masing-masing individy mencakup mendapatkan perbedaan indivisu dan mensupervisi sesuai dengan kebutuhan individu, mendorong terjadinya komunikasi 2 arah, mendengarkan, dan mendelegasikan.
Prinsip yang mendasari kepemimpinan transformasional yaitu konsep ihwal komitmen untuk tujuan sopan santun dan nilai personal dari si pemimpin penting untuk mengadakan perubahan dalam organisasi. Bennis dan Nanus (1985) menemukan bahwa pemimpin yang inovatif mempunyai visi ke depan bagi organisasinya; membangun kepercayaan dan komitmen dengan cara mengkomunikasikan visi-nya dan menekankan visi tersebut ke dalam setiap tindakan yang dilakukan; dan memfasilitasi pembelajaran yang terus menerus dalam organisasi.

Kenneth Leithwood (1994) mendeskripsikan kepemimpinan transformasional de sekolah mempunyai 8 dimensi, yakni (a) membentuk visi sekolah, (b) memilih tujuan sekolah, (c) memberikan stimulus intelektual, (d) memberikan derma individual, (e) memberikan rujukan yang baik dan nilai organisasi yang penting, (f) memberikan rujukan bagaimana impian dari prestasi yang diharapkan, (g) membuat budaya sekolah yang produktif, dan (h) membangun struktur untuk mendorong partisipasi pengambilan keputusan di sekolah. 

Teori yang terbaru sehubungan dengan kepemimpinan di sekolah dibentuk menurut konsep tujuan moral, komitmen terhadap nilai personal, dan visi yang berafiliasi dengan kepemimpinan sekolah yang efektif. Thomas Sergiovanni (1992) menyatakan bahwa ada 5 sumber otoritas sebagai daasr kepemimpinan. Yakni (a) otoritas birokrasi, (b) otoritas psikologis, (c) otoritas teknis-rasional, (d) otoritas professional, dan (e) otoritas moral. Otoritas birokrasi berakar dari mandat, peraturan, undang-undang, job descriptions, dan impian organisasi. Sergiovanni mendeskripsikan ini sebagi otoritas yang menurut pemikiran bahwa seseorang harus “mengikuti apa yang saya mau sebab posisi saya.” Otoritas psikologis digambarkan ibarat pemikiran “ikuti saya sebab saya akan membuatnya bermakna/berarti jika kau melaksanakan apa sesuai apa yang saya inginkan.” Otoritas psikologis ini beranggapan bahwa guru akan memberikan respon sesuai dengan penghargaan yang diberikan saat mereka melaksanakan sesuatu sesuai dengan keinginan pembuat keputusan. Otoritas teknis-rasional menjelaskan kepemimpinan dengan sudut pandang bahwa guru akan mematuhi hukum sebab pemimpin mengetahui “apa yang terbaik, sesuai hasil penelitian.” Pendekatan ini berasumsi bahwa guru akan merespon budi dan mengikuti apa yang disarankan oleh hasil karya ilmiah menurut praktek yang efektif. Sergiovanni mendeskripsikan ke tiga pendekatan ini ke kepemimpinan sebagai sesuatu yang berasal dari sisi luar dan bisa dipaksakan kepada para guru. 

Dia menkontraskan pendekatan-pendekatan ini dengan otoritas professional dan otoritas moral, yang mendorong terbentuknya sikap guru dari sisi internal, bukan sebagai respon dari sesuatu yang dipaksakan kepada mereka. Otoritas professional mengacu pada pengetahuan teknis dan ketrampilan personal yang berafiliasi dengan konteks tertentu yang dipraktekan oleh guru. Otoritas sopan santun didefinisikan sebagai kewajiban dan kiprah yang berasal dari nilai dan ide bersama.

Sergiovanni beropini bahwa walaupun otoritas birokratis, psikologis, dan teknis-rasional telah mempunyai tempat, dasar primer untuk kepemimpinan seharusnya yaitu otoritas professional dan moral. Hal yang sama dinyatakan oleh Deal dan Peterson (1994) membedakan 2 tradisi teori organisasi, yang mereka sebut rasional-teknis dan simbolis. Pendekatan rasional-teknis terhadap kepemimpinan menurut perkiraan bahwa organisasi yaitu benda rasional yang ada untuk menuntaskan tujuan yang eksplisit dan bisa diukur. Pendekatan simbolis menekankan dinamika normatif dan sosial organisasi dan menekankan pentingnya nilai inti dan keyakinan bersama dari orang-orang yang ada dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif bercirikan keseimbangan dari ke dua pendekatan tersebut, melihat bahwa, “organisasi yang berkinerja tinggi mempunyai urutan dan makna, struktur dan nilai.”

KESIMPULAN
Bab ini menampilkan 4 kategori teori kepemimpinan yang dikelompok menurut fokus sentral dari pendekatan teori kepemimpinan. Kategori-kategori tersebut adalah\;
  • teori yang mendeskripsikan cirri kepemimpinan;
  • teori yang menjelaskan imbas menurut kekuatan;
  • teori yang mendeskripsikan sikap dan kiprah pemimpin; dan
  • kepemimpinan transformasional yang menginspirasi perubahan.
Ciri kepemimpinan ibarat yang telah diringkas oleh Yukl memberikan kepada para pemimpin sekolah daftar karakteristik dan sikap yang berkontribusi pada keefektifan. Pemimpin dalam bidang pendidikan harus mempunyai tingkat energi yang tinggi dan toleran pada stress. Kepercayaan diri, kematangan emosional, dan kemauan utnuk mendapatkan tanggung jawab atas tindakannya sendiri juga atribut yang penting dalam kepemimpinan yang efektif, ibarat halnya makna nilai dan integritas. Pemimpin yang efektif juga mempunyai keinginan untuk mempengaruhi organisasi untuk laba siswa dan masyarakat. Yang terakhir, pemimpin kependidikan harus mau dan bisa bekerjasama dengan orang lain dan mempunyai kerampilan interpersonal yang kuat. 

Tipologi kekuatan Franch dan Raven memberikan informasi kepada pemimpin kependidikan ihwal kekuatan yang berasal dari jago dan rujukan. Pemimpin sekolah biasanya bisa mempengaruhi orang lain dan mendapatkan komitmen dari orang lain saat mereka dilihat sebagai individu yang berkompeten yang mempunyai pemahaman dan keinginan yang besar lengan berkuasa terhadap acara primer di sekolah; yaitu: kurikulum, pembelajaran, dan perkembangan siswa. 

Teori kepemimpinan sikap melihat dua dimensi sikap yang mendefinisikan kepemimpinan. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1950-an di Universitas Negeri Ohio dan Universitas Michigan memberikan konsep mendasar tengang sikap kepemimpinan yang sangat mempengaruhi penelitian selanjutnya dan teori kepemimpinan organisasi. Dua dimensi sikap kepemimpinan tersebut yaitu (a) sikap yang berafiliasi dengan tugas, dan (b) perilkau yang berafiliasi dengan hubungan. Pemimpin yang efektif memakai ke dua kekerabatan tersebut dan menyesuaikan fokus mereka dengan situasi.

Yang terakhir, kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang mempengaruhi perubahan dalam organisasi. Burns mendeskripsikan kepemimpinan transformasional sebagai kekerabatan antara pemimpin dan bawahannya yang memilki tujuan yang sama. Konsep komitmen pemimpin terhadap tujuan sopan santun dan nilai personal mendasari konsep kepemimpinan transformasional. Sergiovanni mengkonsep kepemimpinan sebagai awal dari banyak sekali otoritas dan menyatakan bahwa dasar utama kepemimpinan pendidikan harus mempunyai otoritas professional dan moral. 

Secara keseluruhan, teori kepemimpinan menggambarkan kepemimpinan sekolah menurut pada kesadaran sosial dan fokus pada visi sekolah menurut pengetahuan dan ketrampilan. Kepemimpinan sekolah telah dibedakan dari administrasi sekolah, dimana fungsi utama kepemimpinan yaitu untuk membentuk dan mengarahkan budaya sekolah menuju sebuah visi, sedangkan administrasi fokus pada melaksanakan operasi dasar dan meneruskan status quo. Yukl mengingatkan kita bahwa baik administrasi maupun kepemimpinan yaitu proses yang penting. Benar bahwa pemimpin terkadang mengatur, namun manajer tidak memimpin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel