Sejarah Awal Perkembangan Administrasi Sebagai Disiplin Ilmu
Monday, March 23, 2020
Edit
1. SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN MANAJEMEN SEBAGAI DISIPLIN ILMU
Disadari atau tidak manajemen telah hadir dalam kehidupan insan semenjak tumbuhnya kebutuhan untuk ’bekerjasama’ mencapai tujuan. Apapun dasar dari ‘kerjasama’ tersebut, namun sejarah menunjukan bahwa manajer sudah hadir semenjak insan tetapkan untuk memposisikan sebagian dari yang lain sebagai ‘bawahan’nya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Rekam jejak sejarah kuno bangsa Roma dan Mesir misalnya, memperlihatkan adanya pengorganisasian dalam pembangunan kuil atau istana yang dilakukan oleh penguasa pada para budaknya. peninggalan fisik tersebut menggambarkan adanya aktifitas yang teratur dan sedikit demi sedikit di masa kemudian yang dikala ini dinamakan manajemen.
Sekalipun praktek manajemen sudah dilakukan sangat lama, namun sebagai kajian ilmiah yang terus dikembangkan gres dimulai pada masa ke 20 atau pada tahun 1950-an. Pada tahun 1776 Adam Smith menerbitkan suatu doktrik ekonomi klasik yang memperkenalkan inspirasi pembagian kerja semoga menjadi lebih rinci dan berulang. Pada abad-18 itu pula terjadi Revolusi Industri yang bermula dari Inggris hingga ke Amerika. Revolusi Industri bertujuan semoga sanggup menekan ongkos produksi seefisien mungkin dan dengan hasil produksi yang jauh lebih banyak (mass production) dengan menggantikan tenaga insan dengan tenaga mesin (advance of machine power), yang ditunjang pula dengan sistem transportasi yang efisien (efficient transportation). Revolusi Industri serta teori ekonomi klasik Adam Smith telah memberi dasar pada aplikasi manajemen, kendati dari segi keilmuan belum berkembang.
Teori Manajemen gres tumbuh pada awal masa 19 yang dipelopori oleh Robert Owen dan Charles Babbage, dan Henry P. Towne dengan munculnya teori manajemen yang membahas beberapa hal yang sekarang dikenal sebagai penggalan dari manajemen modern Dalam teorinya Robert Owen menekankan perlunya sumber daya insan (SDM) dan kesejahteraan pekerja dalam sebuah organisasi. Menurutnya dengan memperbaiki kondisi pekerja, tidak hanya memperbaiki kualitas hidup mereka sebagai pekerja tapi sanggup meningkatkan 50-100% produktivitas organisasi (Bartol 1996). Sedangkan Charles Babbage (1792-1871) menekankan pentingnya efisiensi dalam acara Produksi, khususnya dalam penggunaan akomodasi dan material produksi. Sementara itu Towne menekankan pada pentingnya manajemen sebagai ilmu dan pentingnya membuatkan prinsip-prinsip manajemen.
Pada masa-masa selanjutnya kajian atas manajemen sebagai ilmu mulai berkembang dengan banyak sekali teori dan pendekatan. Perkembangan Teori Manajemen hingga dikala ini tampak pada gambar di atas.
2. ALIRAN KLASIK
Aliran Klasik dicirikan oleh upaya para perintisnya untuk mengidentifikasikan fungsi-fungsi manajemen yang bersifat universal serta untuk tetapkan prinsip-prinsip dasar manajemen. Henry Fayol merupakan salah seorang pionirnya di Prancis pada tahun 1900 dan dikenal meluas sesudah tulisannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1949. Fayol mengidentifikasikan 5 fungsi universal dalam manajemen, yakni : Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controling.
Tokoh-tokoh lain juga mengidentifikasikan proses manajemen yang nyaris serupa dengan inspirasi Fayol namun dengan istilah yang berbeda, contohnya Luther Gulick pada tahun 1937 dengan POSDCORBnya (singkatan dari Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinanting, Reporting dan Budgeting). Dari banyak sekali buku manajemen lain, pasti juga akan kita temui hal yang serupa.
Selain proses dan fungsi manajemen, tokoh-tokoh aliran klasik juga menghasilkan prinsip-prinsip manajemen, contohnya Lyndall Urwick pada tahun 1943 dalam bukunya Elements of Administration mengemukakan ada duapuluh empat (24) prinsip-prinsip manajemen dan manajemen yang berlaku universal. Beberapa diantaranya yaitu prinsip-prinsip : Kesatuan Perintah, Batas rentang Kendali; Kesatuan Arah, Pembagian Kerja; Pembagian Fungsi; Pendelegasian wewenang; keseimbangan tanggung-jaawab dan wewenang; dll. Sekalipun kemudian baik fungsi maupun prinsip-prinsip manajemen ini tidak terbukti berlaku universal, namun cukup mengatakan kerangka teoritik yang bermanfaat dalam mempelajari manajemen dalam sudut pandang apapun. Yang termasuk dalam kelompok Aliran Klasik ini adalah:
- Pendekatan Scientifiec Management yang dipelopori oleh Frederick W. Taylor pada tahun 1911 dalam bukunya yang fenomenal The Principles of Scientifiec management yang mengemukakan teknik-teknik dalam studi perihal gerak dan waktu; standarisasi; penyusunan sasaran, dll yang secara dramatis meningkatkan produktifitas dan efisiensi industri kala itu. Selain Taylor, tokoh lain yaitu Frank Gilbreth & Lillian Gilbreth (suami sitri yang meneliti perihal gerakan badan dalam bekerja. Mereka menemukan bahwa semoga tercapai efisiensi dan produktifitas yang tinggi, maka ada gerakan-gerakan tertentu yang perlu dilakukan dan yang dihentikan dilakukan dikala melaksanakan pekerjaan tertentu) dan Henry L Gantt (dengan Bagan Gantt yang samapai dikala ini masih dipakai dalam skema perencanaan dan pengendalian produksi).
- Pendekatan Manajemen Administrasi. Tokoh utamanya yaitu Henry Fayol dan Alfred F. Sloan, Max Weber. yang dari karya mereka diperoleh dasar-dasar penyusunan organisasi profit dan organisasi non profit (Birokrasi). Henry Fayol menurut pengalamannya mengelola industri pertambangan di Perancis, mengemukakan 14 Prinsip-prinsip Manajemen yang hingga dikala ini masih dianggap relevan (walau tidak bersifat universal). Prinsip-prinsip tersebut antara lain yaitu :
- Pembagian Kerja
- Wewenang dan Tanggung-jawab
- Disiplin
- Kesatuan Komando
- Kesatuan Arah
- Mengutamakan kepentingan organisasi dibanding kepentingan kelompok/pribadi
- Upah dan honor menurut prinsip yang adil dan disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja, dlsb.
c. Birokrasi oleh Max Weber pada final tahun 1800an mengemukakan perlunya sebuah organisasi yang bersifat formal, impersonal dan yang dilandasai aturan main yang jelas; yang kemudain menjadi dasar organisasi birokrasi. Dasar-dasar ini yang kemukakan sebagai berikut :
- A Well-defined Hirarchie : Adanya Susunan Hirarchie yang jelas
- Division of work and Specialization ;Adanya Pembagian kerja yang Jelas dan spesialisasi
- Rules and Regulations :Adanya aturan dan aturan yang jelas
- Impersonal-Relationship Hubungan yang impersonal antara pimpinan dengan bawahan
- Competence :Kompetensi merupakan dasar menentukan karyawan
- Records : Adanya catatan perihal aktifitas organisasi yang dipelihara
Meski sama-sama dikatagorikan dalam aliran klasik, yang membedakan antara aliran Admininstrative Management dengan Scientific Management yaitu lokusnya : Pendekatan Administrative Management fokus pada manajemen organisasional secara utuh, sementara pendekatan Scientifiec management fokusnya pada metoda operasionalisasi organisasi, utamanya penggalan produksi.
Mary Parker Follett mempunyai pemikiran yang berbeda dengan orang yang semasanya. Follett menyatakan bahwa karyawan seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan, bukan dianggap menyerupai robot; bahwa karyawan sebagai insan yaitu unsur yang lebih penting dari pada segala teknik manajemen yang bertumpu pada sektor produksi. Kendati pada masanya pemikiran Follet tidak digubris, namun dikemudian hari ketika sejarah berputar, ia dianggap sebagai salah satu pendorong tumbuhnya aliran perilaku.
3. ALIRAN PERILAKU
Perkembangan pemikiran aliran sikap terutama didorong oleg 3 lantaran :
- Memudarnya masa keemasan revolusi industri dengan produksi massalnya yang kemudian mengakibatkan perekonomian mengalami Depresi Besar;
- Pembentukan organisasi Serikat Buruh yang kemudian diakui haknya oleh Konstitusi AS;
- Studi Hawthorne oleh Elton Mayo dan kawan-kawan.
Sejarah terus bergulir, jika masa keemasan produksi massal menjadi pendorong tumbuhnya studi awal Manajemen hingga tahap ditemukannya aplikasi manajemen secara ilmiah, maka masa keruntuhan industri massal juga menjadi penyebab ditinggalkannya pendekatan tersebut (yang kemudian disebut sebagai aliran klasik). Seperti layaknya siklus kehidupan, produksi massal yang berlimpah kesannya tak lagi bisa diserap oleh konsumen, padahal investasi yang sangat besar sudah terlanjur ditanamkan pada sektor industri, mengawali masa Depresi Besar yang melanda negara-negara industri pada tahun 1929. Banyak industri yang melarat dan terpaksa melaksanakan PHK buruh secara besar-besaran lantaran stok barang yang menumpuk tak terbeli akhir suksesnya revolusi industri.
Masa depressi besar tersebut diikuti oleh pembentukan banyak sekali organisasi buruh yang merasa hak-haknya terancam. Negara (AS) kemudian mengatakan ratifikasi atas hak mereka untuk membentuk serikat pekerja pada tahun 1935. Kondisi inilah yang kesannya memunculkan kebutuhan adanya penggalan Kepegawaian atau Human Relation dalam manajemen (yang sebelumnya umumnya hanya ada 3 penggalan utama dalam struktur keorganisasian : Keuangan; Produksi dan Pemasaran) untuk menjembatani benturan kepentingan antara perusahaan dan karyawan.
Selain Depresi Besar dan tumbuhnya Serikat Buruh, hal lain yang mendorong munculnya aliran Behavioralist yaitu studi yang dilakukan oleh Hawthorne (dengan tokohnya Elton Mayo). Melalui studi awalnya di Philadelphia, Mayo meneliti penyebab tingginya angka bolos para pekerja pada sebuah pabrik tekstil. Dari banyak sekali wawancara dan konsultasi, Mayo kemudian, menyimpulkan bahwa banyak segi kemanusian dalam kerja yang perlu mendapat perhatian. Mayo kemudian mendedikasikan tahun-tahun kerja ilmiahnya untuk meneliti hal tersebut, khususnya di Hawthorne, sebuah pabrik elektronik di luar Chicago.
Dari banyak sekali eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui kondisi-kondisi apa yang mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang sanggup bekerja maksimal, diperoleh dasar-dasar analisis sistematis bagaimana insan berperilaku dalam organisasi. Pendekatan Human Relation muncul dalam situasi ini. Pendekatan ini memandang perlunya memperlakukan karyawan secara manusiawi, bukan sekedar alat produksi dari industrialisasi, bahwa sebagai manusia, karyawan juga butuh didengar keluhannya, dipahami kebutuhannya dan dihargai pendapatnya dalam keputusan-keputusan perusahaan. Jika pendekatan atau gerakan Human Relation hanya menyoroti penggalan kecil dari segi insan dalam situasi kerja tertentu, maka pendekatan Perilaku Organisasi yang tumbuh kemudian, menyoroti segi-segi yang lebih luas dari sikap insan di dalam organisasi.
Awalnya pendekatan Perilaku Organisasi memakai teori kognitif dan teori sikap insan dari disiplin ilmu Psikologi sebagai dasar meneliti sikap organisasi yang kemudian disempurnakan dengan teori Pembelajaran Sosial. Pendekatan Kognitif menyatakan bahwa sikap insan bergerak dalam pola Stimulus - Response (sebab-Akibat0. Sebaliknya, Pendekatan Perilaku menyatakan bahwa tindakan insan mengikuti pola Respons-Stimulus (R-S). Sedang pendekatan Pembelajaran Sosial menyatakan bahwa manusia, lingkungan dan sikap itu sendiri saling berinteraksi.
Pendekatan-pendekatan tersebut secara terpisah hanya bisa menjelaskan mengapa seseorang berperilaku tertentu, atau meramalkan bagaimana seseorang akan berperilaku dalam situasi tertentu, namun hanya sesudah menggabungkan ketiga pendekatanlah sanggup diperoleh pemahaman, peramalan dan cara mengontrol sikap insan dalam organisasi. Pendekatan ini disebut Behavioral Scientifiec, yang bukan saja menggabungkan teori dan pendekatan-pendekatan dari ilmu Psikologi, tapi juga dari Antropologi (khususnya Antropologi Budaya) dan Sosiologi ke dalam Teori Organisasi. Kendati demikian, hingga dikala inipun kita tidak sanggup memastikan bagaimana insan akan berperilaku lantaran sikap seseorang sangat ditentukan oleh pikiran dan perasaannya sendiri.
4. ALIRAN KUANTITATIF
Pendekatan Kuantitatif seringkali dirujuk sebagai manajemen ilmiah, meski dalam aliran ini kita masih biisa mengenali 3 fokus yang berbeda. 1) Management Science. 2) Operation Research, dan 3) Manajemen information System (MIS). Fokus utamanya pada proses-proses dalam manajemen yang memakai teknik-teknik matematika dan statistik.
Operation Research (OR) yaitu referensi terbaik dari pendekatan ini. Kendati praktek kuantitatif sudah dimulai pada masa Henry Fayol dengan aliran Manajemen Ilmiah, namun lingkup aplikasi aliran kuantitatif dalam manajemen jauh lebih terbatas, contohnya dalam urusan persedian barang, alokasi sumberdaya, kecepatan pelayanan dalam suatu antrian, dll. Pendekatan Kuantitatif hingga dikala ini masih sering dimanfaatkan dalam pembuatan keputusan manajerial. Perhitungan-perhitungan matematis mengenai probabilitas, sangat membantu manajer dalam menentukan alternatif yang terbaik, sekalipun keputusan final yang diambil tetap menurut keyakinan sang manajer.
5. PENDEKATAN SISTEM
Pendekatan sistem yang meminjam analogi dari ilmu alam dan fisika, bahwa memandang bahwa segala sesuatu di alam semesta ini sesungguhnya saling berafiliasi saling bergantung, bekerjsama telah diterapkan secara tidak eksklusif oleh FW. Taylor dalam analisanya perihal interaksi insan dan mesin. Asumsi dasarnya yaitu sangat sederhana dan juga sangat benar bahwa lantaran saling berafiliasi dan saling bergantung, maka pada dikala 2 hal berinteraksi maka akan menghasilkan suatu bentuk yang baru. Dengan asumsinya inilah maka nyaris semua hal dan semua kejadiaan di alam ini sanggup diterangkan dengan memakai analogi sistemik.
Sebagai cara untuk memahami manajemen, Pendekatan Sistem sanggup dilakukan secara menyeluruh, secara spesifik, dengan analisis sistem tertutup maupun terbuka. Sebagai pendekatan yang bersifat menyeluruh, proses manajemen dipandang sebagai penggalan dari organisasi formal lengkap dengan filosofinya, teknik-tekniknya, dan sosiopsikologinya yang saling berkaitan dan saling berhubungan, yang pada kesannya menghasilkan praktek-praktek manajemen yang khas. Sebagai pendekatan yang bersifat spesifik, pendekatan sistem sanggup dilakukan untuk mengkaji struktur organisasi, desain pekerjaan, prosedur perencanaan dan pengendalian, computerized informations, akunting perusahaan, dll. Oleh karenanya hingga dikala inipun kemampuan sebagai analisis sistem masih sangat diperlukan.
Analisis sistem sanggup dilakukan secara tertutup ataupun terbuka. Sebagai suatu sistem tertutup, tidak ada faktor eksternal yang dipertimbangkan ke dalam analisa, sehingga relatif lebih gampang lantaran yang dibutuhkan hanyalah perkiraan yang benar dan logika sehat. Misalkan kita menganalisis sebuah organisasi, maka yang kita analisis yaitu bagaimana interaksi dari unsur-unsur internal organisasi dalam mengolah inputnya menjadi keluaran (pencapaian tujuan). Aliran manajemen klasik hanya memakai analisis sistem tertutup untuk mengkaji bagaimana proses manajemen berlangsung dalam suatu organisasi, contohnya bagaimana prinsip-prinsip organisasi diterapkan, apakah ada keseimbangan antara wewenang dan tanggungjawab, apakah antara kiprah dengan jumlah dan kualitas tenaga kerja sudah sesuai, dlsb.
Analisis sistem terbuka jauh lebih rumit lantaran melibatkan interaksi dengan lingkungan, sehingga seorang analis sistem harus benar-benar menelaah : apa saja yang menjadi lingkungan dari organisasi ybs, penggalan apa (misalnya Aliran behavior) yang besar lengan berkuasa eksklusif ataupun tak eksklusif pada operasi dan keluaran organisasi, bahkan bagaimana bentuk imbas tersebut. Daniel Katz dan Robert l. Kahn yang merupakan tokoh dari pendekatan ini menyatakan dalam bukunya The social Psychology of Organizations (1978) bahwa semua sistem terbuka minimal mempunyai karakteristik (sebenarnya ada 10 karekateristik, tapi di buku ini dikutip 4 yang paling pokok saja) sbb:
- Adanya input dari lingkungan
- adanya throughput atau proses konversi yang mengolah input menjadi bentuk output
- adanya output yang akan kembali pada lingkungan
- adanya feedback dari lingkungan
Sebagai suatu alat untuk memahami manajemen, pendekatan sistem secara sederhana sanggup digambarkan sebagai berikut :
6. PENDEKATAN KONTIJENSI
Kendati telah begitu banyak andal yang meneliti perihal manajemen dan memperlihatkan teori-teori yang sanggup diterapkan oleh para manajer, namun pada kenyataannya pendekatan-pendekatan tersebut tidak selalu applicable. Manajemen tidak hanya berafiliasi dengan metode atau teknik-teknik (knowhow) - yang banyak kita jumpai pada teori-teori aliran manajemen klasik, aliran manajemen kuantitatif ataupun teori sistem, bahkan lebih sering berafiliasi dengan insan yang menjalankan metode atau teknik-teknik tersebut (Aliran behavior). Di sisi lain juga tidak ada teori perihal sikap insan yang benar-benar bersifat universal. Selain itu pendekatan-pendekatan sebelumnya juga sangat kurang memperhitungkan imbas faktor lingkungan ke dalam teori-teori mereka, padahal lingkungan dan situasi yang berbeda membutuhkan pendekatan yang berbeda pula dalam proses manajemen.
THEIR RELATIONSHIP THROUGH TIMES
Pendekatan Kontijensi merupakan pendekatan berusaha menjembatani benturan antara teori dan praktek manajemen tersebut dengan secara serius memperhatikan imbas variabel-variabel lingkungan terhadap organisasi dan proses-proses manajemen. Secara gampang pendekatan kontijensi ini sanggup disebut sebagai pendekatan ”Jika-Maka”, ”jika” mewakili variabel lingkungan, sedang ”maka” mewakili variabel manajemen. Fred Luthans yaitu tokoh pendekatan ini yang pada tahun 1976 dalam bukunya ”Introduction to Management : A Contingency Approach” mengilustrasikan kekerabatan pemikiran antara banyak sekali pendekatan manajemen yang berkembang semenjak tahun 1950, menyerupai tampak pada gambar di atas.
Seluruh aliran, pendekatan dan pemikiran Manajemen yang telah dibahas di atas, mengatakan pertolongan yang sangat besar pada perkembangan manajemen masa kini. Oleh karenanya membahas manajemen – baik secara ilmiah maupun secara mudah – termasuk dalam buku ini, akan memanfaatkan seluruh pertolongan pemikiran/aliran tersebut meski dengan bobot yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh manfaat mudah yang diberikan oleh semua pendekatan dalam ilmu manajemen bagi organisasi : sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.