Spiritualitas Ala Oprah Winfrey

SPIRITUALITAS ALA OPRAH WINFREY
PENDAHULUAN
Oprah Winfrey memang sosok yang fenomenal. Dari seorang ratu talk show yang menyentuh hati, akhir-akhir ini ia mulai dinobatkan sebagai nabiah Gerakan Zaman Baru (New Age Movement).[1] Citranya memang sedang bergeser, dari pembawa program terpopuler menjadi sosok kontroversial lantaran pernyataan-pernyatannya yang dianggap menyerang keunikan iman Kristen. Ketik saja namanya di Youtube atau Google Search, Anda akan menemukan banyak kebanggaan dan kritik tertuju padanya, secara khusus dari kalangan Kristen. Sebuah website apologetika Kristen menuturkannya demikian:

Oprah Winfrey, yang mengklaim sebagai orang Kristen, telah semakin aktif dalam mempromosikan teologi New Age (misalnya, Ia berkata ’Saya percaya Allah ada di dalam segala sesuatu’) dan menolak bahwa Yesus yaitu satu-satunya jalan keselamatan (Misalnya, ia berkata ’Salah satu kesalahan yang dibentuk insan yaitu percaya bahwa hanya ada satu jalan…ada banyak jalan menuju pada apa yang Anda sebut sebagai Allah’. Di kesempatan lain ia berkata, ’saya yaitu orang Kristen yang percaya penuh bahwa ada banyak jalan menuju pada Allah selain dari kekristenan’).[2]

Tampaknya tuduhan penyebaran pemikiran New Age terhadap Oprah bukanlah tanpa dasar. Dukungan Oprah terhadap Gerakan Zaman Baru (selanjutnya disingkat GZB) atau New Age Movement (selanjutnya disebut New Age) memang semakin tercium ketika ia turut mempopulerkan buku/film The Secret karya Rhonda Byrne pada tahun 2007 dan A New Earth karya Eckhart Tolle pada tahun 2008.[3] Kedua buku ini, disebut-sebut sebagai buku-buku yang mempromosikan sebuah wawasan dunia (worldview) yang bercorak GZB secara umum.

Berkaitan dengan buku The Secret (selanjutnya disingkat TS), tidak diragukan lagi bahwa buku ini telah menjadi ”demam” gres dan semacam epidemi dahsyat di dunia termasuk di Indonesia. Buku TS ini bahkan disebut-sebut oleh majalah Newsweek, “could be the fastest-selling book of its kind in the history of publishing.”[4] Dengan pinjaman terhadap pemikiran TS dari penulis-penulis terkenal ibarat Jack Canfield (penulis serial Chicken Soup yang laku di Indonsia bahkan juga di kalangan orang Kristen) dan John Gray (Man Are from Mars…), tidak heran jika di Indonesia sambutan terhadap buku ini juga sangat meluas.[5]

Lebih dahsyat lagi, walaupun popularitas memang tidak selalu sama dengan pengaruh, namun dalam kasus TS, buku ini sepertinya mempunyai kedua-duanya. Pengaruh TS bahkan telah dirasakan oleh komunitas Kristen di Indonesia. Betapa tidak? Mulai dari siswa-siswi sekolah menengah hingga profesor, pendeta maupun profesional Kristen, ada yang mempercayainya, mengajarkannya dan mempraktekkan buku TS ini. Tidak heran, di beberapa perusahaan yang dipimpin oleh orang Kristen, pelatihan-pelatihan yang didasari oleh filsafat TS juga merebak. Meraka biasanya berkata, ”Benar lho. Setelah mempraktekkan buku ini, hasilnya sungguh nyata”. 

Berlainan dengan TS yang terkenal, buku A New Earth karya Tolle tidak atau belum terkenal di Indonesia. Walaupun demikian, dengan pinjaman Oprah maka daya tarik dari buku ini telah meluas di dunia bagai sebuah ombak besar. Dilaporkan bahwa lebih dari 2,000,000 orang dari 139 negara berpartisipasi dengan Oprah dan Tolle dalam sebuah live seminar berbasiskan web yang membahas setiap cuilan dari buku ini.[6] Dengan angka yang bombastis ibarat itu tentu saja orang Kristen perlu memberikan penilaian yang kritis wacana pemikiran apa yang sedang disebarluaskan oleh buku ini.[7]

Dalam goresan pena singkat ini, kita akan menyorot ke dalam filsafat The Secret dan A New Earth, secara khusus konsep wacana realitas tertinggi (Allah) dan kaitannya dengan alam semesta serta manusia. Khusus untuk buku TS, pembicaraan agak diperluas dengan aturan tarik menarik untuk memberikan wawasan sekilas bagi pembaca.[8] Selanjutnya, penulis akan memberikan sebuah perspektif perbandingan antara TS dan A New Earth dengan pemikiran Alkitab, yang akan dilanjutkan dengan analisa kritis terhadap filsafat dan teologi dalam kedua buku tersebut. Pada cuilan penutup, penulis akan memberikan beberapa rekomendasi bagi gereja dalam menyikapi tren spiritualitas ala Oprah Winfrey. 

AJARAN THE SECRET
The Secret (TS) bukan sekedar film dan buku biasa. Tidak ibarat kebanyakan buku self-help dan motivasional yang berfokus untuk memperlengkapi Anda dalam mencapai kesuksesan atau kebahagiaan, buku ini memperlihatkan suatu kerangka berpikir yang cukup lengkap wacana segala sesuatu. Anda sanggup menemukan konsep wacana kehidupan, uang, relasi, dan kesehatan tetapi juga konsep-konsep wacana siapakah Allah, manusia, dan tujuan hidup insan di dunia. Bukankah itu menarik?

The Law of Attraction
Mayoritas pembaca atau mereka yang menyaksikan film TS berpikir bahwa Hukum tarik-menarik yaitu inti sari dari film/buku TS.[9] Rahasia yang menjadi judul dari buku ini yaitu keberadaan aturan tarik-menarik dalam kehidupan. Rahasia ini dikatakan telah dipahami oleh semua orang besar dan hebat pada masa kemudian namun telah tersembunyi bagi kita. Sekarang buku TS berusaha mengungkapkannya kepada insan yang hidup di jaman ini. 

Dalam menjelaskan diam-diam ini, TS menyatakan, ”Rahasia besar dalam kehidupan yaitu aturan tarik-menarik” dan bahwa, ”Pikiran yang sedang Anda pikirkan ketika ini sedang membuat kehidupan masa depan Anda. Apa yang paling Anda pikirkan atau fokuskan akan muncul sebagai hidup Anda” [10]

Berikutnya, dalam rangkuman cuilan penyederhanaan rahasia, TS menegaskan bahwa, ”Hukum tarik-menarik yaitu aturan alam. Hukum ini sama pentingnya dengan aturan gravitasi”. Selanjutnya, ia menegaskan, ”Tidak ada yang muncul ke pengalaman Anda kecuali jika Anda memanggilnya melalui pikiran yang terus menerus” [11]

Bagaimanakah cara memakai diam-diam ini secara praktis? Rhonda dengan cekatan memperlihatkan langkah-langkah untuk membuat segala sesuatu yang Anda inginkan. Ia berkata, ”Seperti Jin-nya Aladin, aturan tarik menarik menjamin pemenuhan setiap seruan kita”.[12] dan ”Proses penciptaan membantu Anda membuat apa yang Anda inginkan dalam tiga langkah sederhana: meminta, percaya dan menerima.”[13]

Selanjutnya, alih-alih mendorong kita untuk berdoa kepada Tuhan, buku TS mendorong kita untuk meminta kepada ”Semesta”. TS berkata, ”Meminta apa yang Anda inginkan kepada Semesta yaitu kesempatan menjelaskan apa yang Anda inginkan kepada diri sendiri. Ketika seruan itu menjadi terang di benak Anda, Anda sudah memintanya.” Sebagaimana akan kita lihat nanti, konsep ”Semesta” ini sama sekali tidak mengacu pada Tuhan yang berpribadi dan berkehendak dalam konsep Kristen melainkan mengacu pada energi.

Jadi, buku TS sangat menekankan pentingnya pikiran yang terfokus pada cita-cita Anda, proses visualisasi dari cita-cita itu dan jadinya Anda akan mengalaminya sebagai kenyataan hidup. Apakah hal itu pasti? Tentu saja, lantaran aturan ini bekerja ibarat aturan alam. Tanpa perkecualian! Dijamin! Demikianlah keyakinan buku ini. 

Rahasia Uang, Relasi dan Kesehatan
Jadi, senada dengan buku-buku positif thinking lainnya, TS percaya bahwa pikiran yang positif menarik hal positif, pikiran yang negatif menarik hal negatif. Hal ini berlaku dalam semua bidang kehidupan termasuk uang, kekerabatan dan kesehatan.

Jika memang rahasianya semudah itu, mengapa banyak orang yang tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan? Dengan mantap Rhonda Byrne berkata, ”Satu-satunya alasannya yaitu mengapa orang tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan yaitu lantaran mereka lebih memikirkan apa yang tidak mereka inginkan daripada apa yang mereka inginkan.”[14] 

Praktisnya, diam-diam menuju kekayaan yaitu memikirkan kekayaan. Rhonda berkata, ”Ubahlah keseimbangan pikiran ke arah kekayaan. Pikirkan kekayaan.”[15]. Dalam menyatakan hal ini, Rhonda sepertinya juga mengantisipasi antipati yang sanggup muncul dari sekelompok orang Kristen. Ia berkata, 

Bila Anda dibesarkan dengan kepercayaan bahwa kekayaan tidak spiritual, saya menganjurkan Anda membaca buku The Millonaries of The Bible Series goresan pena Catherine Ponder. Dalam buku berseri yang bagus ini Anda akan menemukan Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa, dan Yesus bukan saja guru yang makmur, tetapi juga jutawan, dengan gaya hidup yang lebih glamor daripada yang bisa dibayangkan jutawan yang hidup di masa kini[16]

Lebih lanjut ia mengajarkan bahwa Anda perlu, memakai imajinasi dan berpura-pura Anda sudah mempunyai uang yang Anda butuhkan. Lakukan permainan seperti Anda sudah mempunyai kekayaan itu, dan Anda akan merasa lebih baik wacana uang. Ketika Anda merasa lebih baik wacana uang, lebih banyak uang akan mengalir ke dalam hidup Anda[17]

Selanjutnya, diam-diam untuk mempunyai kekerabatan yang baik dan berhasil juga amat mudah. Oleh lantaran pikiran kita harus selalu positif, maka ”Perlakukan diri dengan cinta dan hormat, maka Anda akan menarik orang-orang yang memperlihatkan cinta dan hormat kepada Anda”. 

Sebaliknya, ”Ketika Anda merasa jelek terhadap diri sendiri, Anda akan menghalangi cinta, dan Anda akan menarik lebih banyak orang dan situasi yang akan terus membuat Anda merasa jelek terhadap diri sendiri”[18]

Bagaimana dengan kesehatan? Prinsipnya selalu sama. Jika ingin sehat ya jangan pikirkan penyakit. Buku ini bahkan berkata: “Jangan mendengarkan pesan-pesan masyarakat wacana penyakit dan penuaan. Pesan-pesan yang negatif tidak mempunyai kegunaan bagi Anda.”[19] Jadi, cara menjadi sehat tentu dimulai dengan pikiran bahwa ”saya sehat”. Hal ini penting karena, 

Penyakit ditahan oleh tubuh oleh pikiran, oleh pengamatan penyakit, dan oleh perhatian yang diberikan kepada penyakit. Jika Anda merasa agak tidak yummy badan, jangan membicarakannya-kecuali jika Anda menginginkan lebih banyak keadaan tidak enak....[20] 

Akar Religius The Secret: Monisme dan Panteisme
Buku TS menjadi semakin menarik lantaran para pendukungnya tiba dari banyak sekali bidang keahlian dan mendatangkan kesan seolah-olah didukung oleh banyak sekali disiplin ilmu termasuk teologi Kristen. Ada andal fisika kuantum, pembicara motivasional, tokoh spiritualitas, bahkan beberapa kutipan Injil ibarat Mat.21:22 di dalam buku TS. Tetapi, lebih dari sekedar memperlihatkan cara hidup sukses, buku TS juga berbicara wacana Rahasia Anda dan Rahasia Kehidupan. Dua diam-diam ini yaitu dua cuilan terakhir dalam buku TS yang berbicara filsafat atau akar-akar religius buku TS. 

Dalam cuilan ”Rahasia Anda”, secara eksplisit buku ini mengajarkan monisme, paham yang percaya bahwa semua realita yaitu ”satu”. TS berkata, ”Kita semua terhubung, dan kita semua yaitu Satu.”[21] Selanjutnya, untuk menjelaskan kesatuan ini, ia berkata, 

Kita yaitu Satu. Kita semua terhubung, dan kita semua yaitu cuilan dari Satu ladang Energi, dan Satu Akal Mahatinggi, atau Satu Kesadaran, atau Satu Sumber Kreatif. Sebutlah dengan sebutan apapun, tetapi kita semua yaitu Satu.[22]

Lebih jauh lagi, TS mengajarkan bahwa bukan hanya kita semua yaitu Satu (monisme), tetapi melangkah lebih jauh bahwa yang ”satu” itu yaitu ”Tuhan” (panteisme). Rhonda berkata, ”Pasokan yang sesungguhnya yaitu satu ladang yang tidak kasatmata, terlepas dari apakah Anda menyebutnya sebagai Semesta, Akal Mahatinggi, Tuhan, Intelegensi Tak Terbatas, atau apapun.” [23] Selanjutnya, ia menjelaskan: 

Anda yaitu Tuhan dalam sebuah tubuh fisik. Anda yaitu Spirit dalam daging. Anda yaitu Kehidupan Abadi yang mengungkapkan diri sebagai ANDA. Anda yaitu mahluk jagat raya. Anda yaitu kesempurnaan. Anda yaitu keluarbiasaan. Anda yaitu pencipta, dan Anda membuat penciptaan ANDA di planet ini.[24] 

Jadi, pada hakekat terdalam, insan yaitu Tuhan atau energi atau Intelegensi Tak Terbatas. Tidaklah mengherankan jika diam-diam ini benar, maka insan bisa meraih apapun yang beliau inginkan, entahkah kekayaan, kekerabatan maupun kesehatan tepat lantaran ia sendiri sempurna. Kesempurnaan insan ini dijelaskan ketika TS menjelaskan posisi antropologinya: 

Kebenaran mutlak yaitu bahwa ’Saya’ tepat dan utuh; ’Saya’ yang sesungguhnya yaitu spiritual, dan karenanya tidak bisa kurang dari sempurna; ia tidak bisa mempunyai kekurangan, keterbatasan, atau penyakit. [25]

Ketika kita membaca pernyataan-pernyataan ibarat itu, tidak ada keraguan sama sekali bahwa penulisnya percaya bahwa Tuhan dan insan serta alam semesta mempunyai hakekat yang sama pada hakekat terdalamnya. Ini yaitu sebuah paham yang dikenal sebagai panteisme. 

Sesuai namanya, panteisme yaitu paham yang percaya bahwa semua (pan) yaitu Allah (theos) atau ”God is All and All is God”. Ini yaitu pemikiran yang bertentangan dengan iman Kristen (Teisme) yang percaya pada Allah yang membuat segala sesuatu (God made all) atau ateisme yang percaya tidak ada Allah sama sekali (No God at all).[26] Panteisme sejati percaya bahwa, Anda yaitu Allah, tikus yaitu Allah, bahkan kertas yaitu Allah (God is all). Mengapa demikian? Karena semua pada hakekatnya yaitu satu kesatuan. Allah yaitu satu kesatuan yang meliputi semua hal. Jadi, alam semesta dan insan yaitu satu yaitu Allah, dan sebaliknya juga.

Selanjutnya, untuk sanggup mengenal lebih jauh wacana sprititualitas macam apa yang sedang dipromosikan Oprah, kita akan menyorot buku A New Earth yang banyak dipuji-puji Oprah dalam talk show dan web site miliknya.

AJARAN A NEW EARTH
Setelah tahun 2007 Oprah mendukung The Secret maka tahun 2008 ia dengan getol mempromosikan A New Earth karya Tolle. [27] Sesuai dengan fokus kita, maka kita hanya akan melihat konsep realitas tertinggi (Allah) dalam kaitannya dengan alam semesta dan insan sebagaimana diajarkan oleh A New Earth.

Monisme dan Panteisme dalam A New Earth
Menurut Tolle, semesta material ketika ini hanyalah manifestasi sementara dari kesadaran spiritual yang bersifat universal atau yang biasa disebut ”Allah” dalam konsep agama-agama. Kesadaran spiritual universal ini juga bisa disebut sebagai ”Life Force”. Jika kita membaca karya Tolle, maka kita menangkap kesan berpengaruh bahwa ”Life Force” atau ”Allah” dalam konsep Tolle ini lebih bersifat tidak berpribadi (impersonal) atau sedikitnya non personal daripada berpribadi (personal). Realitas tertinggi ini lebih layak disebut ”It” daripada ”He” atau ”She”.[28] Hal ini tentu saja pararel dengan pemikiran TS bahwa segala sesuatu yaitu ”energi”. Selanjutnya, Allah dalam konsep Tolle yaitu keberadaan yang memanifestasikan diri dalam semua benda dan mahluk hidup (bukan menciptakan). Oleh lantaran itu tidaklah mengherankan jika Tolle berkata:

Setiap hal mempunyai Keberadaan, sebuah bentuk sementara yang mempunyai sumber di dalam satu Kehidupan yang tak berbentuk, sumber dari segala sesuatu, semua tubuh, semua bentuk. Pada hampir semua kebudayaan kuno, orang-orang percaya bahwa segala sesuatu, bahkan apa yang disebut sebagai benda mati, mempunyai roh yang mendiaminya, dan dalam kaitan dengan ini, mereka lebih akrab pada kebenaran daripada kita yang hidup di masa kini.[29]

Orang-orang Kristen yang mengagumi Oprah Winfrey mungkin akan terkejut ketika mengetahui Oprah mengagumi dan mempromosikan sebuah goresan pena yang berusaha mengembalikan kita kepada kepercayaan gaib kuno yang tercermin dalam kalimat Tolle di bawah ini: 

Sejak zaman dahulu kala, bunga-bunga, kristal-kristal, batu-batu berharga dan burung-burung telah mempunyai signifikansi khusus bagi roh manusia. Seperti halnya semua bentuk kehidupan, hal-hal itu, tentu saja merupakan manifestasi sementara dari esensi Kehidupan, satu Kesadaran.[30]

Ajaran monisme dan sekaligus panteisme Tolle juga tercermin secara terang dalam kata-katanya sendiri: 
Di dasar permukaan dari hal-hal yang tampak, segala sesuatu bukan hanya saling terkait satu sama lain, tetapi juga dengan Sumber dari semua kehidupan, yang dari dalamnya semua muncul. Bahkan sebuah batu, dan lebih gampang lagi sebuah bunga atau burung sanggup memperlihatkan kepadamu jalan menuju pada Allah, kepada sang Sumber, kepada dirimu sendiri.[31] 

Dalam kalimat di atas, Tolle menegaskan bahwa segala sesuatu ”terkait satu sama lain” yang yaitu ekspresi implisit dari ”semua yaitu satu”. Perhatikan pula bahwa dalam kalimat di atas kata, ”Allah”, ”sang Sumber”, dan ”dirimu sendiri” mengacu pada sesuatu yang sama. Allah yaitu diri kita sendiri, diri kita sendiri yaitu Allah. 

Manusia Menurut A New Earth
Siapakah insan sebenarnya? Tolle menjelaskannya di bawah judul Beyond Ego: Your True Identity. Menurutnya, insan tidaklah identik dengan pengalamannya, pemikirannya, perasaannya lantaran semua itu bukanlah siapa Anda yang sesungguhnya. Anda tidak sanggup menemukan diri Anda dalam hal-hal tersebut lantaran semua itu akan berlalu. 

Selanjutnya Tolle percaya bahwa Buddha mungkin yaitu orang yang pertama kali mengalami realisasi spiritual dan mengetahui bahwa insan intinya bukan ”I” atau ”aku: lantaran ”aku” yang gotong royong tidak ada. Ajaran ini diajarkan sebagai akidah anatta (no self) yang menjadi salah satu pemikiran utama Buddha. Lebih lanjut, Tolle menafsirkan bahwa ketika Yesus mengajarkan ”menyangkal diri” hal ini berarti melepaskan delusi wacana keberadaan diri. Jadi, diri kita yang gotong royong sama sekali tidak terikat dengan perasaan, pengalaman, pikiran yang tampak dan termanifestasi di dalam dunia sehari-hari.[32] 

Berdasarkan hal ini, kita sanggup menyimpulkan bahwa berdasarkan Tolle, diri kita yang gotong royong terlepas dari semua unsur-unsur pribadi (person) ibarat pikiran, perasaan dan kehendak. Pada hakekat terdalamnya insan bersifat ”impersonal” atau paling tidak non personal lantaran keberadaan tertinggi yang merupakan the real ”I” tersebut juga impersonal atau non personal. Kita yaitu satu dengan Keberadaan Kehidupan tersebut. Perhatikan kata-kata Tolle:

The only thing that ultimately matters is this: Can I sense my essential Beingness, the I Am, in the background of my life at all times? To be more accurate, can I sense the I Am that I Am at this moment? Can I sense my essential identity as consciousness itself? Or am I losing myself in what happens, losing myself in the mind, in the world?[33]

Jikalau hakekat insan yang terdalam yaitu sama dengan Allah lantaran insan yaitu manifestasi dari Allah itu sendiri, mengapa insan tidak menyadarinya? Jawaban Tolle yaitu lantaran kondisi normal dari pikiran insan berada dalam keadaan disfungsi. Semua insan mengalami disfungsi dalam pikirannya. Keadaan ini disebut secara berbeda-beda oleh masing-masing agama. Misalnya, dalam Hindu hal ini disebut maya, dalam Buddha, dukka dan dalam Kristen, dosa asal.[34]

Jadi, agama-agama yang berbeda gotong royong mengacu pada hal yang sama ketika berbicara dengan istilah yang berbeda-beda wacana kondisi insan yang sedang dalam masalah. Dengan ini pula perjuangan untuk menyamakan inti pemikiran dari semua agama menjadi nampak dalam buku A New Earth. 

TINJAUAN KRITIS ATAS THE SECRET DAN A NEW EARTH 
Sebelum memberikan penilaian kritis terhadap TS dan A New Earth, berikut ini akan diberikan sebuah perbandingan, antara apa yang diajarkan TS dan A New Earth (keduanya merupakan buku ”spiritual ”yang dipromosikan Oprah Winfrey) dengan pemikiran Injil mengenai realitas tertinggi dan manusia: 

Manusia
Manusia yaitu Tuhan dalam sebuah tubuh fisik. Manusia yaitu pencipta dan bersifat sempurna, abadi. Pendeknya, insan sehakekat dengan Tuhan hanya saja tidak menyadari RAHASIA ini. Buku The Secret berusaha menyadarkan insan wacana siapa mereka sesungguhnya

Manusia yaitu Allah tetapi terkontaminasi jawaban ego. Pencemaran ini disebut secara berbeda-beda oleh masing-masing agama, namun hakekatnya sama saja. Misalnya, dalam Hindu disebut maya; dalam Buddha disebut dukka; dalam Kristen, dosa asal.

Ciptaan Tuhan dalam gambar dan rupa-Nya (Kej.1:26-27). Manusia tidak tepat (Rm.3:23) dan tidak abadi atau mempunyai permulaan (Kej.1:1) 

The Secret, A New Earth dan Gerakan Zaman Baru
Buku The Secret dan A New Earth dalam wacana apologetika Kristen seringkali disebut sebagai cuilan Gerakan Zaman Baru. 

Gerakan Zaman Baru itu sendiri intinya yaitu sebuah fenomena yang meluas di dunia Barat (walaupun kini terang telah merambah Indonesia).[35] Salah satu tonggak sejarah dari GZB terjadi ketika Swami Vivekananda (seorang guru spiritual India) berceramah di World Parliament of Religions pada tahun 1893 dan sehabis itu banyak diundang untuk berbicara di universitas-universitas dan kolese-kolese di Amerika. Di dalam ceramahnya ia menyarankan sebuah ”persetujuan bilateral”. Ia mengamati bahwa Barat unggul dalam studi wacana ”materi” (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan Timur unggul dalam studi wacana ”spiritualitas”. ”Marilah kita saling bertukar keahlian” demikian katanya. Dalam banyak cara, ia kelihatannya telah menjadi perintis dalam meletakkan Hinduisme ke dalam peta dunia dan kini guru-guru India sedang menggenapi visi tersebut. [36] Kaprikornus beberapa aspek pemikiran GZB yang penting mungkin ”baru” bagi dunia Barat yang sudah usang didominasi kekristenan namun gotong royong ”lama” di dunia Timur khususnya India dan Cina.

Melihat ciri-ciri pemikiran dari The Secret dan A New Earth yang telah kita bahas sebelumnya, memang kita bisa cukup yakin untuk menyimpulkan bahwa keduanya mempunyai ciri-ciri yang sama dengan buku/film, praktek-praktek lain yang tergolong Gerakan Zaman Baru (GZB). 

Terdapat beberapa kesamaan pemikiran dari para penganut GZB walaupun intinya mereka bukanlah sebuah kepercayaan yang monolitik atau seragam. Sebagaimana dijelaskan oleh Douglas R. Groothuis, GZB mempunyai sedikitnya enam pemikiran penting yaitu: 1. Semua yaitu satu; 2. Semua yaitu Allah; 3. Kemanusiaan yaitu Allah; 4. Perubahan kesadaran; 5. Semua agama yaitu satu; 6. Optimisme evolusi kosmis.[37] 

Penting untuk diperhatikan bahwa paham monisme (Semua yaitu Satu) dan panteisme (Semua yaitu Allah) diletakkan sebagai dua pemikiran yang disebutkan paling awal oleh Groothuis wacana GZB. Hal ini gotong royong mencerminkan sebuah urutan logis bahwa monisme dan panteisme termasuk fondasi bagi kepercayaan GZB yang lainnya. 

Dalam kesamaan ciri-ciri dengan GZB, sedikitnya TS dan A New Earth yang didukung Oprah Winfrey mempromosikan pandangan yang merupakan variasi dari monisme dan secara khusus panteisme.[38] Oleh lantaran itu, orang-orang Kristen perlu lebih jauh memberikan suatu penilaian kritis terhadap kedua buku yang sedang meraih popularitas tersebut.

Kritik Terhadap Monisme (Semua yaitu Satu) dalam TS dan A New Earth
Dalam filsafat GZB sebagaimana tercermin dalam TS dan A New Earth, monisme yaitu fondasi bagi kepercayaan GZB berikutnya. Monisme berasal dari kata ”mono” yang berarti ”satu”. Jadi, monisme yaitu suatu kepercayaan bahwa semua yang ada yaitu satu. Pada puncaknya, tidak ada lagi perbedaan antara Allah, manusia, wortel atau sebuah kerikil karang.[39] Hal ini berarti insan dan kerikil gotong royong tidak berbeda secara jenis namun hanya berbeda secara derajat dalam memanifestasikan realitas tertinggi atau ”Allah”. Filsafat ini mempunyai akarnya dalam pemikiran Hindu, Buddha di Timur maupun pemikiran filsuf Yunani Parmenides di Barat.[40]

Dalam pemikiran Hinduisme, monisme ini juga menjadi dasar bagi praktek vegetarian dan tanpa kekerasan (non-violence). Jika mahluk hidup (khususnya binatang) pada hakekatnya yaitu sama dengan kita, maka tentu kita dilarang menyakitinya apalagi memakannya.[41] 

Konsep monisme di atas tentu saja berbeda secara radikal dengan konsep Injil wacana realitas. Dalam perspektif wawasan dunia Kristen kita percaya bahwa ciptaan Allah meliputi banyak hal yang berbeda-beda. Enam hari penciptaan memperlihatkan pada kita bahwa Allah memisahkan terang dan gelap, siang dari malam, bumi dari langit, tanah kering dari lautan, flora dari hewan, dan tentunya insan berbeda dari semuanya itu lantaran insan diciptakan berdasarkan gambar dan rupa Allah.[42] Injil secara terang menolak perjuangan untuk menghapuskan pluralitas dan hanya mengunggulkan kesatuan dari dunia. 

Jadi, dalam perjuangan untuk menjelaskan realita dunia, monisme berusaha untuk melihat dunia ini dengan segala isinya (misalnya: manusia, binatang, tumbuhan, benda mati) sebagai suatu kesatuan atau ”One” daripada ”Many”. Hal ini amat berbeda dengan kekristenan yang mempunyai perspektif seimbang bahwa dunia ini yaitu ”One” sekaligus ”Many”. Perspektif Kristen ini mempunyai fondasinya yang kokoh dalam diri sang Pencipta yaitu Allah Tritunggal yang menjadi fondasi bagi adanya ”One” sekaligus ”Many” dalam dunia ciptaan. Sederhananya, dunia ini memang penuh dengan keanekaragaman benda mati, mahluk hidup (tumbuhan, binatang yang beraneka ragam), manusia, bintang-bintang, galaksi-galaksi namun semuanya itu yaitu satu kesatuan ciptaan Allah yang memancarkan kemuliaan-Nya (bdk. Mzm. 119:1-7). Bukahkan ”One” dan ”Many” yang tercermin dalam ciptaan atau semesta ini merefleksikan penciptanya yaitu Allah Tritunggal yang memang ”One” dalam esensi dan ”Many” tepatnya ”Tiga” dalam pribadi-Nya sendiri. 

Jadi, monisme bersalah dalam hal mengorbankan ”Many” di atas altar ”One” dalam melihat realita dunia ini.

Kritik Terhadap Panteisme dalam TS dan A New Earth
Panteisme gotong royong yaitu monisme yang selangkah lebih maju. Jika dalam monisme orang percaya bahwa semua hal meliputi apapun di dunia ini yaitu ”Satu” maka dalam panteisme ditegaskan bahwa yang ”Satu” itu yaitu ”Allah”. Jadi, panteisme percaya bahwa semua yaitu Allah dan Allah yaitu semua. Dalam kepercayaan ini, Allah menyebar ke dalam semua hal, meliputi semua hal, meliputi semua hal dan ditemukan di dalam semua hal. Dalam konsep ini, dunia yaitu Allah dan Allah yaitu dunia. Tidak ada yang bukan Allah di dunia ini. 

Panteisme mempunyai sejarah panjang di Timur dan di Barat mulai dari mistisisme Hindu[43] hingga rasionalisme yang dicetuskan Parmenides, Benedict de Spinoza, and G. W. F. Hegel. Tetapi akhir-akhir ini panteisme memang semakin terkenal di dunia barat. Pada satu masa, grup band The Beatles dipengaruhi secara berpengaruh oleh Transcendental Meditation dari Maharishi Mahesh Yogi dan kemudian oleh Gerakan Hare Krishna dari A. C. Bhaktivedanta, yang mengajarkan pemikiran panteistik juga di dalamnya. Film ibarat Star Wars dan pemikiran dari para individu ibarat Alan Watts, D. T. Suzuki, dan Sarvepail Radhakrishnan dari India juga telah menambah imbas panteisme terhadap masyarakat barat cukup umur ini..Pengaruh dari panteisme bahkan telah merambah dunia ekologi dengan dimunculkan ekoteologi yang panteistik dan percaya bahwa ”semesta yaitu Allah” sehingga tentu saja kita dilarang merusak atau mengeksploitasi semesta.[44] 

Sebelum memberikan kritik terhadap panteisme, mungkin mempunyai kegunaan bagi kita untuk melihat analisa dari Nancy Pearcey wacana panteisme melalu kerangka berpikir penciptaan (creation), kejatuhan (fall), penebusan (redemption) untuk menganalisa sebuah wawasan dunia. Dalam kaitan dengan penciptaan maka atas pertanyaan, ”Apakah realitas tertinggi, asal mula dari segala sesuatu dalam panteisme Zaman Baru?” jawaban dari panteisme yaitu ”Yang Mutlak, yang Satu, Sebuah Esensi Spiritual Universal”. Selanjutnya berkaitan dengan kejatuhan atau pertanyaan ”Apakah sumber dari kejahatan dan penderitaan?” maka jawaban dari panteisme yaitu ”perasaan/pikiran wacana individualitas kita”. Terakhir berkaitan dengan penebusan, maka atas pertanyaan ”Bagaimana panteisme memberitahukan kita jalan untuk menuntaskan persoalan kejahatan dan penderitaan?” maka jawaban yang diberikan penganut panteisme yaitu ”Dengan menjadi satu kembali dengan Esensi Spritual Universal yang darinya kita semua muncul”.[45] 

Beberapa kritik sanggup kita berikan kepada panteisme sebagai paham terkenal yang juga melandasi pemikiran TS dan A New Earth yang didukung Oprah. 

Pertama, kritik positif. Panteisme berusaha untuk menjelaskan semua realitas dan bukan hanya sebagian realitas. Bukankah dunia ini kita sebut uni-verse dan bukan multi-verse? Hal ini berarti bahwa segala realitas harus diusahakan untuk dilihat sebagai sebuah kesatuan. Dalam perjuangan ini, panteisme menyatakan bahwa Allah dan dunia ini saling kait mengait dan bukan terpisah sama sekali. Ini yaitu bantuan positif dari panteisme.[46] Disebut bantuan positif bukan lantaran panteisme menyatakan kebenaran tetapi lantaran panteisme mencerminkan sebuah perjuangan yang positif untuk melihat dunia dari semacam ”big picture” dan bukan hanya parsial.

Kedua, kritik negatif. Dalam cuilan ini ada beberapa kritik yang sanggup kita berikan terhadap panteisme baik secara biblikal-teologis maupun filosofis.

Kritik Biblikal-Teologis Terhadap Panteisme
Ada beberapa kritik yang sanggup kita berikan terhadap panteisme dari sudut pandang Injil dan teologi Kristen (Injili).

Pertama, konsep panteisme wacana asal muasal segala sesuatu (origin) terang bertentangan dengan wahyu Allah dalam Injil wacana penciptaan. Dalam Kejadian 1 amat terang bahwa Allah membuat segala sesuatu. Konsep Injil ini dipahami oleh para teolog sebagai ”creatio ex nihilo” atau penciptaan dari kekosongan. Hal ini bertentangan dengan konsep panteisme yang percaya ”creatio ex Deo” atau penciptaan yang keluar dari Allah.[47] Dalam konsep Injil terdapat dualitas antara Allah dan alam semesta termasuk manusia. Allah berbeda dengan alam semesta dan insan secara kualitas jenis dan bukan hanya derajat. 

Kedua, panteisme sepertinya yaitu sebuah gema kuno dari godaan ular terhadap Hawa yang berkata ”...Engkau akan menjadi ibarat Allah” (Kej. 3:4-5). Dalam panteisme dan implikasinya, insan disamakan dengan Allah pada hakekat terdalamnya. Hal ini tentu amat bertentangan dengan klarifikasi Injil yang menegaskan bahwa insan diciptakan berdasarkan gambar dan rupa Allah (Kej. 1: 26-27) namun tetap berada di bawah Allah.

Ketiga, secara teologis, Allah dalam Injil yaitu Allah yang transenden, berbeda dengan ciptaan, namun juga imanen, hadir dalam ciptaanNya. Keseimbangan antara transendensi dan imanensi Allah ini begitu penting sehingga pengutamaan yang berlebihan pada salah satu akan menghasilkan pemikiran yang menyimpang.[48] Dalam kaitan dengan panteisme jelaslah bahwa pemikiran ini mengorbankan transendensi Allah di atas altar imanensi.[49] 

Kritik Filosofis terhadap Panteism
Panteisme percaya bahwa ”dunia yaitu Allah ” dan implikasinya ”saya yaitu Allah” mempunyai persoalan yang besar secara filosofis. 

Pertama, panteisme yang tercermin dalam buku TS dan A New Earth berusaha untuk menyampaikan bahwa gotong royong insan hidup dalam delusi atau ketidaktahuan, semacam ”amnesia” metafisik. Oleh lantaran itulah buku The Secret ingin membuka diam-diam itu kepada kita, sebuah diam-diam bahwa ”Anda yaitu kehidupan abadi. Anda yaitu Tuhan yang mewujud dalam bentuk manusia, dibentuk untuk kesempurnaan.”[50] Demikian pula, A New Earth menyatakan bahwa semua insan terkena disfungsi pikiran yang perlu disadarkan lagi akan hakekat terdalam kita yang yaitu ”Satu” dengan ”Universal Life Force” atau ”Allah” dalam konsep kekristenan.

Jikalau benar klaim dari buku-buku tersebut bahwa semua insan mengalami disfungsi pikiran, delusi atau ketidaktahuan (sehingga perlu membaca Rahasia-The Secret). Bagaimana kita bisa yakin bahwa kaum New Age yang percaya bahwa ”kita semua yaitu Allah” (panteisme) juga bukan merupakan sebuah pemikiran dari pikiran yang disfungsional dari Tolle, atau ketidaktahuan yang salah dari Rhonda Byrne serta Oprah Winfrey (yang turut menyetujui dan mempopulerkannya)? 

Tentu saja mereka sanggup menjwab bahwa panteisme yaitu hasil dari pikiran yang telah tercerahkan. Walaupun demikian, pencerahan itu sendiri yaitu sebuah pengalaman subyektif yang tidak sanggup dijelaskan secara obyektif. Setiap orang sanggup mengklaim sebagai orang yang telah tercerahkan, dan bukankah orang Kristen juga sanggup menyampaikan bahwa mereka telah ”tererahkan” ketika mereka menyadari bahwa Allah yaitu pencipta dan asal mula segala sesuatu (creation), kejahatan dan penderitaan yaitu jawaban pemberontakan insan terhadap Allah (fall) dan bahwa Allah telah tiba ke dunia dalam Yesus Kristus untuk menyelamatkan insan (redemption). Orang Kristen sanggup saja menyebut pemahaman tersebut sebagai sebuah ”pencerahan” lantaran dahulu mereka tidak melihat dunia dalam kacamata demikian dan pada satu momen dalam hidup mereka, dunia dilihat dengan kacamata (atau wawasan dunia) yang baru.

Jadi, panteisme yang diyakini kaum New Age yaitu sebuah subyektifitas pengalaman yang gotong royong bersifat mistik. Kekristenan di lain pihak percaya pada keyakinan akan konsep creation, fall dan redemption spesifik ibarat telah disinggung di atas dan siap untuk diuji secara rasional (rational) maupun pengalaman (experiential).

Kedua, panteisme percaya bahwa dunia sebagaimana kita lihat melalui kacamata insan yaitu delusi belaka. Hal ini terang lantaran berdasarkan panteisme versi The Secret maupun A New Earth, insan intinya seringkali hanya melihat perbedaan-perbedaan atas segala hal (misalnya: benda, hewan, manusia) di level permukaan dan gagal melihat hakekat terdalam dari semuanya yang yaitu satu ”kesatuan” entahkah itu disebut sebagai energi (The Secret) atau Universal Life Force (A New Earth). Tetapi, jika cara pandang panteisme yang sebagian sumbernya berakar dari filsafat Hindu ini benar, maka implikasinya sungguh merusak. 

Bayangkan saja Anda sedang menyeberang jalan dan berpikir bahwa truk yang sedang berjalan cepat yaitu sebuah ilusi. Anda tentu akan mati ditabrak![51] Dalam realita sehari-hari kita percaya bahwa kita hidup dalam fakta dan bukan ilusi. Jika kita berpikir secara konsisten bahwa semua yang kita lihat ini yaitu delusi maka kekonyolan akan terjadi. Kisah berikut mungkin menolong kita memahaminya.

Pernah suatu kali diceritakan bahwa ada seorang akseptor seminar yang bertanya kepada sang pembicara. ”Pak, bagaimana saya tahu bahwa ’saya’ benar-benar ada dan bukan hanya ilusi?”. Sang pembicara tersenyum penuh makna dan berkata ”Baiklah, kalau demikian kepada siapakah saya harus menjawab pertanyaan tadi?”. Sungguh suatu pukulan telak, lantaran jawaban itu memaksa orang yang bertanya tersebut untuk menyatakan eksistensinya sekaligus individualitasnya yang berbeda dengan orang-orang lain yang tidak bertanya di ruangan itu. 

Selanjutnya, jika keberadaan kita yaitu delusi maka pikiran kita yang merupakan cuilan dari keberadaan kita juga yaitu ilusi. Jika hal ini benar maka semua pembicaraan wacana delusi oleh kaum panteis itu sendiri yaitu delusi yang tidak perlu ditanggapi secara serius.[52] Geisler mengungkapkannya dengan jenius:

”Jika pikiran yaitu cuilan dari ilusi, maka ia tidak sanggup menjadi dasar untuk menjelaskan delusi itu sendiri. Selanjutnya, jika panteisme itu benar dalam menyatakan bahwa individualitas saya yaitu delusi maka panteisme yaitu salah lantaran tidak ada dasar untuk menjelaskan delusi itu sendiri.”[53]

Natur dari panteisme yaitu self-defeating ibarat orang Indonesia yang berkata, ”I Can not speak any word in English” atau seorang suami yang membentak isterinya “Sudah kukatakan kepadamu jutaan kali, jangan pernah membesar-besarkan apapun” sementara kalimat itu sendiri yaitu sesuatu yang dibesar-besarkan.

Implikasi lebih lanjut dari panteisme yang amat berbahaya yaitu di bidang moralitas. Bayangkan, jika Anda percaya bahwa Anda yaitu Allah atau Tuhan, maka tentu saja moralitas menjadi subyektif dan relatif tergantung pada diri Anda sendiri.[54] Hal ini nampak terang ketika buku Rhonda penulis TS berkata ”Apapun yang Anda pilih untuk ANDA yaitu benar”[55] dan Jack Canfield dikutip dalam TS ketika berkata ”…Saya mempunyai peribahasa: “Jika tidak menggembirakan, jangan lakukan!”.[56] Jika ini diterapkan dalam seluruh (bukan sebagian) kehidupan maka yang terjadi tentu saja yaitu konflik antara standar moralitas seseorang dengan orang lain. Jika panteisme benar maka moralitas menjadi subyektif dan tidak ada fondasi untuk menyampaikan sesuatu itu baik secara universal karena, bukankah ”Allah” itu sendiri terlepas dari dualisme baik dan jahat dalam konsep panteisme? Demikianlah kita melihat bahwa panteisme mempunyai persoalan besar secara filosofis dalam dirinya sendiri.

Metode Apologetika terhadap Penganut GZB
Sebagai sebuah catatan tamat dari kritik terhadap panteisme, namun mungkin merupakan hal yang terpenting yaitu metode apologetika yang kita pergunakan dalam pertemuan dengan penganut panteisme sejati.[57] Perlu kita sadari bahwa penganut New Age yang percaya panteisme seringkali tidak percaya pada daypikir logis sebagai alat untuk menguji kebenaran sebuah kepercayaan. Hal ini terang lantaran New Age sendiri justru merupakan sebuah reaksi kebosanan atas kekristenan liberal, rasionalisme dan scientisme yang mengecewakan. Oleh lantaran itu, dalam pendekatan terhadap penganut panteisme, mungkin segala kritik filosofis akan menemui kebuntuan lantaran mereka tidak menganggap logical consistency sebagai sebuah cara untuk menguji sebuah wawasan dunia. Dengan mempertimbangkan konteks demikian maka penulis percaya pada proklamasi Injil secara terus terang dalam konteks tertentu serta pendekatan yang kritik yang sifatnya lebih ”praktis” dalam berdialog. Alister Mcgrath memberikan sebuah rujukan untuk pendekatan kedua. Misalnya kita bisa bertanya kepada penganut panteisme demikian: ”Jika Anda yaitu Allah mengapa Anda begitu tidak bahagia?” atau ”Hak istimewa apa yang dimilik oleh seorang allah dibandingkan yang lain?”. ”Apakah hal ini membuat mereka tidak terkena pemberhentian kerja, atau dari penderitaan dan kesakitan? Dari kematian? Harapan apa yang diberikan (oleh pemikiran New Age khususnya panteisme) dalam menghadapi realitas kekinian dari penderitaan dan kejadian kematian di masa depan?[58]

REFLEKSI AKHIR 
Buku dan film The Secret serta A New Earth yaitu sebagian simbol kedigdayaan pemikiran GZB di dunia pada masa kini. Ternyata, GZB bukan tambah sekarat tetapi justru mengalami kebangunan rohani dan memperoleh nabi-nabi gres (Selain yang usang ibarat Shirley Mclaine, Deepak Chopra,[59] dll). Oprah Winfrey yaitu pribadi yang mengaku sebagai seorang Kristen namun teologi serta spiritualitas yang dikembangkannya justru mencerminkan pemikiran GZB. Hal ini mendorong kita untuk merenungkan beberapa hal dan mengambil respon spesifik.

Pertama, menjadi seorang Kristen tidaklah sama dengan mempunyai wawasan dunia Kristen (Christian Worldview). Oprah yaitu rujukan mencolok wacana hal ini dan gotong royong hanya mencerminkan fenomena gunung es. Ia mewakili jutaan orang Kristen yang tidak terbiasa berpikir kristiani dalam kehidupan.[60] Tugas para hamba Tuhanlah untuk memberikan pembinaan yang komprehensif wacana wawasan dunia Kristen terhadap jemaatnya. Pembinaan wawasan dunia Kristen yang berhasil tentu akan menolong jemaat untuk bisa mempunyai kepekaan terhadap ajaran-ajaran yang menyimpang di sekitar kita dan tetap berdiri teguh di atas kebenaran Injil atau wawasan dunia Kristen.

Kedua, di samping reputasi Oprah Winfrey yang positif dalam kemurahan hatinya serta kemungkinan beberapa ajarannya yang secara mudah bisa menolong orang banyak, ternyatalah bahwa Oprah yang mendukung TS dan A New Earth telah membuatkan paham yang sesat dan patut diwaspadai. Bahaya dari pemikiran Oprah beserta dengan talk show yang diasuhnya perlu mendapat perhatian gereja lantaran pertentangannya dengan iman Kristen tidak bersifat eksplisit melainkan implisit. Hal ini sanggup membuat banyak orang Kristen tanpa sadar mengadopsi pemikiran dan spiritualitas New Age di dalamnya.

Ketiga, gereja perlu memikirkan model-model pelayanan yang strategis dalam mempromosikan wawasan dunia Kristen di tengah perang wawasan dunia yang sedang berlangsung. Jika The Secret begitu indah dalam kemasan bukunya, begitu meyakinkan dalam filmnya, dan pemikiran A New Earth begitu gampang diakses oleh dunia melalui live seminar berbasiskan web di internet, hal itu sepertinya mengambarkan bahwa ’dunia’ sudah amat maju dalam strateginya untuk membuatkan filsafat yang palsu. Sebagai orang percaya, kita perlu bangun untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam memproklamasikan kebenaran yang kita yakini dengan tetap meyakini bahwa Allah bekerja bukan hanya melalui metode tetapi melalui orang-orang yang diurapi-Nya.

Keempat, sebagai orang Kristen kita dilarang jatuh pada dua ekstrem. Pertama, bersikap paranoid yaitu terlalu cepat curiga pada setiap orang atau setiap kejadian sebagai sesuatu yang bersifat negatif dan membahayakan kita. Dalam kaitan dengan Gerakan Zaman Baru, kita perlu berhati-hati semoga tidak gampang memberikan cap-cap ”New Age” kepada semua lagu, pengobatan, film, buku atau orang.[61] Pemberian label ”New Age” yang terlalu cepat seringkali tidak menolong orang lain atau maupun diri kita sendiri dan hanya memperlihatkan kedangkalan serta ketidakdewasaan. Sebaliknya, ekstrem yang lain yaitu ketidakberanian menilai sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran Injil secara tegas. Sikap toleransi yang kebablasan ini memang makin menjamur pada masa kini. Namun demikian, kita harus setia untuk memberitakan kebenaran Alkitab, menyatakan yang salah itu salah dan yang benar itu benar.

Kelima, ketika melihat banyaknya orang yang tertarik pada spiritualitas New Age ibarat yang ditawarkan Oprah Winfrey, mungkin kita bukan hanya perlu memikirkan ulang bobot teologis dan bobot mudah tentunya dari kotbah-kotbah gerejawi masa kini namun juga kehidupan kita sebagai orang Kristen. Mungkin saja orang Kristen telah mempunyai teologi dan apologetika yang memadai namun masalahnya telah dirumuskan Ravi Zakharias dengan tepat, “apologetics is often first seen before it is heard.” Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa perilaku dan perbuatan orang Kristen mempunyai relevansi yang penting dalam pembelaan iman Kristen dan penginjilan termasuk pada pengikut pemikiran New Age yang bisa saja sudah mempunyai agama formal termasuk Kristen.[62] Mungkin mereka tidak melihat vitalitas kehidupan Kristen itu begitu indah dan meyakinkan sehingga mereka masih haus akan ajaran-ajaran gres ibarat GZB. 

Akhirnya, kita sanggup mengingat kembali nasehat rasul Petrus ketika ia berkata bahwa pembelaan iman kita haruslah dilakukan dengan “lemah lembut dan hormat” serta disertai dengan “hati nurani yang murni, supaya mereka yang memfitnah kau lantaran hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi aib lantaran fitnahan mereka itu” (1Ptr. 3:15-16).[63] 

Catatan Kaki;
[1]Oprah Winfrey Show yaitu talk show dengan penonton paling banyak di dunia yaitu 15-20 juta penonton setiap hari di Amerika melalui 205 pasar televisi dan disaksikan di 132 negara. Sejak permulaannya tahun 1986, show ini telah mendapatkan 32 penghargaan Emmy. Pada tahun 1997, Oprah disebut oleh Newsweek’s sebagai ”Most Important Person” dalam dunia perbukuan dan media, T.V. Guide’s "Television Performer of the Year," the People's Choice Award for "Favorite Television Performer," dan tahun 1996, Time Magazine mengakui Oprah sebagai salah satu dari "25 Orang Paling Berpengaruh" di Amerika. (http://www.wfial.org/index.cfm?fuseaction=artNewAge.article_1)

[2]www.alwaysbeready.com/index6efd.html?option=com_content&task=view&id=143&Itemid=120. Video yang memuat pernyataan Oprah wacana ”banyak jalan menuju Allah” sanggup dilihat di http://www.godtube.com/view_video.php?viewkey=41cf28cf8d26640e74f8

[3]Dalam talk show yang dipimpinnya, Oprah juga telah mengundang beberapa tamu dari kalangan New Age ibarat (beberapa tamu ini bahkan tampil beberapa kali) Marianne Williamson, Barbara DeAngelis, LaVar Burton, Richard Carlson, Betty Eadie, Dannion Brinkley, M. Scott Peck, Sophy Burnham, Marilyn Ferguson, Kevin Ryerson, Shirley MacLaine, Sara Breathnach, James Hillman, dan psychic medium sekaligus penulis laris, James Van Praagh. Pada tahun 1996, Oprah memulai Oprah's Book Club untuk membuat warga Amerika membaca lagi. Setiap buku-buku yang diseleksi telah menjadi best seller secara instant dengan rata-rata penjualan di atas 1 juta kopi (http://www.wfial.org/index.cfm?fuseaction=artNewAge.article_1)

[4]www.alwaysbeready.com/indexb59e.html?option=com_content&task=view&id=100&Itemid=0

[5]Rhonda Byrne, The Secret (Jakarta: terj.Gramedia Pustaka Utama). Menurut penulis, buku TS mempunyai imbas yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan The Da Vinci Code dan Injil Yudas terhadap komunitas Kristen Indonesia. Buku TS banyak menghipnotis pemikiran orang-orang Kristen lantaran wawasan dunia yang berlawanan dengan kekristenan di dalamnya ditawarkan secara implisit, sedangkan The Da Vinci Code dan Injil Yudas lebih eksplisit dalam pertentangannya dengan iman Kristen 

[6]Eckhart Tolle, A New Earth: Awakening to Your Life's Purpose (New York: Penguin Group, 2006). 

[7]Hal ini juga menjadi sebuah refleksi bagi pentingnya pelayanan kristiani yang berbasiskan internet sebagai sarana menjangkau jiwa. Salut pada Sabda dan website Kristen lainnya yang telah menjadi berkat besar bagi kekristenan di Indonesia!

[8]Hukum tarik-menarik ini disebut-sebut sebagai intisari dari buku TS. Pembahasan aturan tarik-menarik dalam artikel ini mungkin sanggup membuat fokus goresan pena ini agak melebar. Namun demi pertimbangan khusus bahwa sebagian pembaca tidak punya kesempatan untuk membaca seluruh buku TS, penulis berharap semoga pembaca sanggup memhami inti dari aturan tarik-menarik yang sedang terkenal ini. Walaupun demikian, artikel ini tidak akan memberikan kritik terhadap aturan ini namun memfokuskan pada tinjauan kritis atas fondasi teologis TS dan A New Earth yaitu akidah mengenai realitas tertinggi dalam kaitannya dengan alam semesta dan manusia 

[9]Hukum ini tentu saja yang paling diingat oleh mereka yang secara mudah ingin mencapai uang, kekerabatan dan kesehatan lebih baik. Akan tetapi bagi orang Kristen yang kritis, intisari buku TS justru bukan pada aturan ini melainkan pada filsafat dasarnya wacana siapakah Allah, insan dan alam semesta. 

[10]The Secret 29.
[11]Ibid, 49.

[12]Dalam pengalaman penulis, beberapa orang pernah secara keliru menafsirkan bahwa buku TS mengajarkan kita untuk percaya pada ”jin”. Istilah “jin” disini hanya dipakai sebagai ilustrasi. Buku TS tidak mengajarkan kita untuk percaya pada ”jin” melainkan memakai dongeng yang sudah umum wacana ”jin” untuk mengilustrasikan bahwa aturan tarik menarik bisa memberikan apa saja yang kita minta 

[13]Ibid, 80. 
[14]The Secret 14.
[15]Ibid, 131.

[16]Ibid 127-128. Belum usang ini penulis mendengarkan bahwa ada seorang pengkotbah yang mengajarkan Yesus hidup makmur lantaran keberadaan Yesus sebagai “anak tukang kayu” sanggup ditafsirkan sebagai seorang “pengusaha mebel” pada masa kini. Bukankah banyak pengusaha mebel yang kaya ketika ini. Jadi, Yesus juga tukang kayu yang kaya. Penulis hanya bisa ”kagum” dengan kreatifitas para pendukung teologi kemakmuran dalam ”menafsirkan” Injil sehingga Yesus bisa disulap menjadi pengusaha mebel, untung-untuk bukan eksportir kayu ilegal yang kaya ibarat di Indonesia. 

[17]Ibid 131.
[18]Ibid 145.
[19]Ibid 165.
[20]Ibid 165.
[21]Ibid 209.
[22]Ibid 193.
[23]Ibid 195.
[24]Ibid 196.
[25]Ibid 207.

[26]Bdk. Norman L. Geisler dan Frank Turek, I Don’t have Enough Faith to Be an Atheist (Wheaton: Crossway Books, 2004) 23.

[27]Buku karya Eckhart Tolle lainnya yaitu The Power of Now (terj. Indonesia, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2005). Dalam cuilan sampul depan buku ini termuat kata-kata kebanggaan Oprah Winfrey terhadapnya ”Mengubah pemikiran....Hasilnya? Lebih banyak sukacita, kini juga.” 

[28]Berbicara wacana konsep Allah sebagai Bapa, di tahun 2008 penulis berkesempatan mendapatkan “berkat” dari seorang pendukung teologi feminis di Indonesia yang memberikan doa berkat dengan berkata “Allah Bapa dan Ibu kita”. Tampaknya gerakan ini telah menjadi isu yang perlu segera ditanggapi oleh kaum Injili di Indonesia mengingat pendukung “Allah Bapa dan Ibu” sudah mulai unjuk gigi dan meninggalkan pemahaman analogis dan ontologis dari istilah “Bapa” serta mengorbankan teks di atas altar konteks zaman yang terus berubah.

[29]Eckhart Tolle, A New Earth: Awakening to Your Life's Purpose (New York: Plume, 2006) 37. Dalam cuilan ini dan seterusnya, penulis memakai versi elektronik (PDF) atas buku A New Earth dalam seluruh artikel ini. 

[30]A New 3-4. 
[31]A New 25-26.
[32]A New 78-79. 
[33]Ibid 79. 
[34]A New 9.

[35]Penulis Indonesia yang membahas persoalan New Age misalnya, Herlianto dalam bukunya, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru (Bandung: Kalam Hidup, 1990); satu cuilan dari Jan S. Aritonang dalam bukunya, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) 426-465. Untuk penulis non Kristen, lihat Sukidi, New Age: Wisata Spiritual Lintas Agama (Jakarta: Gramedia, 2001). 

[36]Materi kuliah tidak diterbitkan dari Ravi Zakharias International Ministry (RZIM) Academy of Apologetics berjudul ”The Church and New Age and New Age Spirituality” di Chennai India, 2008. Ajaran Swami Vivekanda sanggup ditemukan dalam sebuah buku bahasa Indonesia karya Nyoman S. Pendit berjudul Vedanta: Percik-percik Renungan Swami Vivekananda (Denpasar: Pustaka Bali Post, 2005). Di dalam buku ini dituliskan bahwa mantan presiden Soekarno pun memuji pemikiran Vivekanda. Selain itu, Harold Netland memperlihatkan kepada kita bahwa pemikiran GZB banyak disebarkan oleh tokoh-tokoh intelektual Asia yang mempromosikan agama-agama Timur (Hindu, Buddha, Tao) ke Barat. Selain S.Vivekanda, mereka yaitu D.T. Suzuki, Rabindranath Tagore, Sri Aurobindo, Sarvepalli Radhakrishnan, tokoh Zen Buddhisme Masao Abe, Tenzin Gyatso sang Dalai Lama Tibet, Maharishi Maha Yogi, dll. Saat ini banyak artis ibarat Richard Gere, Tina Turner, Adam Yauch, Herbie Hancock dan Steven Seagal yang secara terbuka menganut agama Buddhisme Tibetan (Lih. Encountering Religious Pluralism: The Challenge to Christian Faith and Mission [Downers Grove: InterVarsity, 2001] 107-108). Untuk pendahuluan yang baik wacana New Age Movement pembaca sanggup melihat karya James W Sire, The Universe Next Door: A Basic Worldview Catalog (Illinois: InterVarsity Press, 1997) 137-170. 

[37]Membuka Topeng Gerakan Zaman Baru (terj. Indonesia. Surabaya: Momentum, 2000) 17-40.

[38]Disebut ”variasi” dari monisme dan panteisme lantaran intinya penganut monisme dan khususnya panteisme memang mempunyai sebutan dan cara yang berbeda-beda dalam menggambarkan versi monisme dan panteisme mereka. Walaupun demikian pada inti ajarannya mereka tetap percaya secara fundamental bahwa dunia ini ”Satu” dan yang satu itu yaitu ”Allah” atau realitas tertinggi. Cara mereka memperlihatkan bagaimana kompleksitas dunia ini disebut ”Satu” dan secara khusus yaitu ”Allah” seringkali berbeda-beda. Bdk. Geisler, Norman L. dan Watkins, William D. Worlds Apart : A Handbook on World Views (2nd ed. Grand Rapids: Baker Book House, 1989) 77.

[39]Groothuis, Membuka Topeng 18. 

[40]Monisme diyakini oleh Hinduisme secara khusus aliran Advaita Vedanta (yang artinya “non dualisme”) dan Buddhisme secara khusus aliran Zen. Frans Magnis Suseno menyatakannya demikian, “Kitab-kitab Suci Hindu, kitab-kitab Veda dan Upanishad, membuka jalan ke pemikiran filosofis mendalam di mana jadinya segala-galanya dipahami sebagai satu (Menalar Tuhan [Yogyakarta: Kanisius, 2006] 30); Untuk uraian teolog Kristen lain wacana monisme dan Hinduisme lihat juga Tom Jakobs, Paham Allah (Yogyakarta: Kanisius, 2002) 79-91. Mengenai monisme dalam Buddhisme, sebuah buku Buddha menyatakan dengan tegas bahwa Buddhisme menolak konsep Tuhan yang personal sebagaimana diyakini oleh kekristenan. Dalam tradisi Vajrayana Buddhisme, konsep Tuhan dituangkan dalam istilah Adi-Buddha, yang mewakili sifat dasar seluruh mahluk yang paling inheren (Djoko Mulyono dan Petrus Santoso, Studi Banding Agama Buddha dan Kristen [Indonesia: Free Press, 2005] 33-34). Hal ini memperlihatkan bahwa Buddhisme percaya pada konsep ketuhanan yang ada dalam diri semua mahluk, sebuah konsep yang menekankan imanensi lebih daripada transendensi Allah. Pemikiran-pemikiran Hindu dan Buddha inilah yang turut mewarnai para tokoh New Age masa kini lantaran apa yang disebut sebagai fenomena Baru dalam Gerakan Zaman Baru gotong royong hanyalah “baru” bagi dunia barat tetapi sudah “lama” di Timur khususnya India sebagai kawasan lahirnya Hinduisme dan Buddhisme.


[41]Di India hingga ketika ini, banyak orang Hindu tidak makan daging sapi, sedangkan muslim seharusnya tidak makan daging babi. Sementara bagi orang Hindu dan Muslim beberapa jenis masakan ”haram”, bagi orang Kristen semuanya ”harum”. Penulis pernah mendengar bahwa oleh lantaran alasan itulah maka ada orang yang menentukan menjadi Kristen. 

[42]Lih. Membuka Topeng, 20. 

[43]Tidak semua aliran Hinduisme percaya pada panteisme. Sebagian aliran Hinduisme ibarat Sankhya dan Nyaya lebih condong pada ateisme, tetapi Vedanta atau Advaita Vedanta percaya pada panteisme. Oleh lantaran itu, ketika membicarakan Hinduisme kita harus sangat berhati-hati lantaran Hinduisme meliputi banyak aliran yang amat berbeda-beda dan bahkan saling bertentangan satu sama lain. Di dalamnya ada animisme, fetishisme, politeisme, panteisme, monisme dan ateisme (lih. Lit-Sen Chang, Asia’s Religions: Christianity’s Momentous Encounter With Paganism [Vancouver, Canada: China Horizon and Horizon Ministries Canada, 1999] 201-202). Bdk. Satischandra Chatterjee dan Dhirendramohan Datta, An Introduction to Indian Philosophy [New Delhi: Rupa & Co, 2007] 5-7). 

[44]Bdk. Geisler dan Watkins, Worlds Apart 75-77. Contoh terkenal di Barat wacana panteisme yaitu pemikiran dari artis Shirley MacLaine yang mendorong setiap orang untuk memulai setiap hari demi hari dengan mengafirmasikan keilahian dirinya sendiri (lih. David A. Noebel, Understanding The Times: The Coillision of Today’s Competing Worldviews [Colorado: Summit Press, 2006] 72). Buku Noebel ini secara komprehensif membandingkan pemikiran GZB atau yang disebutnya sebagai Humanisme Kosmik dalam 10 bidang keilmuan (teologi, filsafat, etika, biologi, psikologi, sosiologi, hokum, politik, ekonomi, sejarah) dengan kekristenan, Islam, Humanisme Sekuler, Marxisme-Leninisme dan Postmodernisme. Buku ini amat informatif dan baik untuk studi awal mendalami peperangan wawasan dunia di sekitar kita. Versi yang ibarat dan lebih ringkas telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia di bawah judul Perjuangan Untuk Kebenaran (Jakarta: YWAM Publishing Indonesia, 2007). 

[45]Total Truth: Liberating Christianity from Its Cultural Captivity (Study Guide Edition, Wheaton: Crosway Books, 2005) 146-148. Buku ini yaitu sebuah analisis worldviews di dunia yang amat baik dan memenangkan penghargaan dari ECPA. 

[46]Bdk. Norman L. Geisler, Baker Encyclopedia of Christian Apologetics (Grand Rapids: Baker Books, 1999) 581.

[47]Bdk. Ibid, 580. Hal ini juga ditegaskan oleh Augustine Perumalil dalam bukunya Religious Cosmologies (New Delhi: ISPCK, 2007) 2. Ia berkata bahwa kata Hindu yang menggambarkan lahirnya alam semesta atau cosmogenesis yaitu sristi. Kata Sanskrit sristi tidak berarti memunculkan keberadaan dari ketidakberadaan atau membuat sesuatu dari yang tidak ada sebagaimana dalam konsep Kristen. Konsep kelahiran semesta dalam istilah Veda yaitu ”Out-breathing of God”. Kaprikornus dunia ini keluar dari Allah, bukan diciptakan Allah. Tidak heran jika Hinduisme percaya bahwa jiwa insan yaitu Atman pada hakekatnya sama dengan Brahman atau realitas tertinggi (Allah dalam konsep Kristen). Dalam kaitan dengan ini, Groothuis mengutip kalimat C.S. Lewis, ”Sebelum adanya waktu, panteisme bukan merupakan suatu kredo yang sama sekali salah. Pada ketika sebelum penciptaan, sanggup dikatakan benar jika menyampaikan segala sesuatu yaitu Allah. Tetapi Allah mencipta: Ia telah mengakibatkan yang lain ada, selain dari diri-Nya sendiri (Membuka Topeng, 22). Penulis baiklah dengan Ravi Zakharias yang menentang pandangan C.S. Lewis dalam hal ini lantaran bahkan dari semenjak awal pun Allah ada sebagai Tritunggal yang di dalamnya ada ”Saya” dan ”Kamu” yang berbeda dengan panteisme dari satu penguasa tunggal (Lih. rekaman dari ceramah-audio dari Ravi Zakharias berjudul ”The Spurious Glitter of Pantheism”). 

[48]Bdk. Daniel Lukas Lukito melihat adanya kecenderungan teologi Kristen yang dibangun di atas landasan immanensi dalam kehidupan gereja masa kini (”Kecenderungan Perkembangan Pemikiran Teologi Abad 21: Sebuah Kajian Retrospektif dan Prospektif,” Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan Volume 1 Nomor 1 April 2000) 5-6. 

[49] Bdk. L.T.Jeyachandran dalam “Challenges From Eastern Religions” dalam Beyond Opinion: Living The Faith That We Defend (Gen.ed. Ravi Zakharias; Chennai, India: RZIM Educational Trust, 2008) 99. 

[50]The Secret 195. Di cuilan lain dikatakan, ”Terlepas dari siapa Anda pikir diri Anda, kini Anda mengenal Kebenaran wacana siapa Diri Anda sesungguhnya. Anda yaitu penguasa Semesta. Anda yaitu pewaris kerajaan. Anda yaitu kesempurnaan dari hidup. Dan kini Anda mengenal Rahasia. Semoga kegembiraan menyertai Anda!” (Ibid, 219).

[51]Bdk. Geisler, Baker Encyclopedia 581. 

[52]Bdk. Ravi Zakharias, Jesus Among Other Gods (Nashville, Tennessee: W Publishing, 2000)119. Dalam cuilan ini Ravi mengembangkan kritiknya secara jenaka atas konsep delusi dalam filsafat Shankara, seorang tokoh Hindu yang termahsyur.

[53]Lih. Geisler, Baker Encyclopedia 582. Untuk kritik lain terhadap panteisme, lihat Jeyachandran dalam “Challenges From Eastern Religions” 105.

[54]Alister E. Mcgrath, Intellectuals Don’t Need God and Other Modern Miths: Building Bridges to Faith Through Apologetics (Grand Rapids: Zondervan, 1993) 182.

[55]The Secret 214.

[56]Jack Canfield penulis serial Chicken Soup, berkata “Saya membutuhkan waktu bertahun-tahun untk tiba di titik ini, lantaran saya dibesarkan dengan pandangan gres bahwa ada sesuatu yang harus saya lakukan, dan jika saya tidak melakukannya, Tuhan tidak akan senang dengan pada saya. Ketika saya sungguh mengerti bahwa tujuan utama saya yaitu mencicipi dan mengalami kegembiraan, saya mulai hanya melaksanakan hal-hal yang mendatangkan kegembiraan bagi saya. Saya mempunyai peribahasa: ‘jika tidak menggembirakan, jangan lakukan!”. Filsafat ini amat berbahaya karena, tujuan hidup insan telah beralih dari memuliakan Allah “dan” atau ”dengan” (menurut John Piper) menikmati Dia selamanya menjadi berpusat pada kegembiraan diri sendiri. Jika peribahasa Jack Canfiel tersebut berlaku universal, maka jika seorang Kristen merasa berat hati sebelum ia memberi persembahan, sebaiknya ia membatalkannya; dan jika Yesus bersedih hati sebelum penyaliban, mestinya Ia tidak usah mau mati disalib, lantaran itu tidak menggembirakan.

[57]Dalam pengamatan penulis, banyak orang Kristen yang terpengaruh The Secret, A New Earth atau menerapkan praktik-praktik New Age ibarat Yoga (yang merupakan jalan menuju kesatuan dengan Brahman dalam Hinduisme) tetapi tidak percaya pada panteisme. Mereka hanya ingin cepat kaya, sehat dan sukses atau memperoleh ketenangan psikologis di dunia yang serba cepat dan penuh stress. Orang-orang ini yaitu pragmatis tulen yang tidak peduli pada filosofi dibalik TS dan A New Earth maupun buku-buku New Age lainnya. Pragmatisme ini di dalam dirinya sendiri yaitu salah dan lebih dari itu juga membuka kesempatan lebar bagi orang-orang demikian untuk secara tak sadar bergeser dari kekristenan sejati (teisme-trinitarian) menuju panteisme.

[58]Lih. Mcgrath, Intellectuals Don’t 183.

[59]Deepak Chopra yaitu penulis New Age yang amat produktif. Salah satu bukunya yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu 7 Hukum Spiritual Yoga: Panduan Mudah Menuju Pemulihan Raga, Pikiran dan Jiwa (terj. Indonesia, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2008).

[60]Beberapa wacana di internet bahkan menyampaikan bahwa Oprah hanya berpura-pura tidak tahu bahwa dirinya yaitu penganut New Age. Penulis sendiri menduga bahwa Oprah bukan orang yang kolot untuk tidak tahu bahwa tamu-tamunya dan buku-buku yang dipopulerkannya yaitu cuilan dari GZB. Tetapi demi menghindari konfrontasi yang terbuka tentunya seorang entertainer harus bermain kondusif dan cantik, walaupun pada situasi tertentu harus menyatakan siapa dirinya (Lihat lagi kalimat-kalimat Oprah yang disertai catatan kaki no 2 dalam artikel ini).

[61]Bdk. Groothuis, Membuka Topeng 290.
[62]Lih. “The Pastor As an Apologist” dalam Is Your Church Ready (eds. Ravi Zakharias dan Norman L. Geisler; Grand Rapids: Zondervan, 2003) 22. 
[63]Dalam beberapa kesempatan, penulis merasa murung ketika mendengar orang Kristen hanya bisa berkata bahwa buku The Secret dan Oprah Winfrey termasuk New Age dan kemudian menuduh mereka yang membaca atau menyaksikannya sebagai sesat. “Hati-hati nanti kau sesat” yaitu kalimat yang seringkali tidak persuasif dan hanya bersifat menghakimi bagi banyak orang. Jauh lebih baik untuk dengan damai mengajak mereka yang menyukai pemikiran New Age semoga masuk dalam diskusi rasional dan memperlihatkan letak kesalahannya daripada hanya berkata ”itu sesat”. Walaupun demikian dalam sebuah kotbah apologetik yang mempunyai waktu terbatas tentu saja proklamasi kebenaran yang dikontraskan dengan kesalahan sebuah wawasan dunia yang sedang berkembang sanggup dilakukan dan tidak selalu harus menguraikan secara rinci pemikiran sesat tersebut.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel