Pencitraan Sekolah Tinggi Tinggi Melalui Media Massa

PENCITRAAN PERGURUAN TINGGI MELALUI MEDIA MASSA
Pada dasarnya gambaran suatu forum dibangun melalui kinerja yang ditunjukkan oleh seluruh komponen yang ada dalam forum tersebut. Namun kinerja saja tidak cukup, lantaran keberhasilan tanpa diketahui publik sanggup merupakan suatu kegiatan yang dianggap sia-sia. Karena untuk berprestasi, membangun gambaran dan reputasi diharapkan sumbangan publik, alasannya publik itulah gotong royong pasar yang selalu menguji, menilai dan memberi penghargaan kepada suatu lembaga.

Terkait dengan itu, media massa/pers mempunyai kiprah yang sangat penting dalam terbangunnya gambaran suatu lembaga, lantaran media massa mempunyai kemampuan untuk menjangkau publik dalam magnitude yang lebih besar dan luas. Sifat keserempakan yang menjadi ciri media massa memungkinkan publik yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan pada ketika yang sama secara bersama-sama memperhatikan suatu pesan yang disampaikan oleh media massa sehingga bisa membentuk opini publik dan menjadikan gambaran pihak-pihak yang diberitakannya.

Masalahnya, opini dan gambaran yang muncul bisa sangat positif, tetapi bisa pula sangat negatif. Adalah realitas, berapa banyak institusi yang kedodoran oleh hantaman media massa yang menyuguhkan informasi yang tidak akurat, tidak bertanggungjawab dan salah (Tarman Azzam,2004). Akibatnya, gambaran suatu forum bisa menjadi sangat negatif, walau dalam kenyataannya mungkin berbeda atau bahkan justru kebalikannya. Kondisi ini lebih banyak disebabkan lantaran ”sikap defensif ” forum tersebut pada media massa sehingga ”dimanfaatkan ” pihak-pihak lain. Karenanya, dalam dinamika liberalisasi ketika ini dimana efek media massa sangat besar, membangun kemitraan dengan media massa tidak terhindarkan.

Pencitraan Perguruan Tinggi Melalui Media Massa
Sejak beberapa tahun terakhir ini, kesadaran untuk memakai media massa dalam membangun citranya di kalangan akademi tinggi negeri dan swasta (PTN/PTS) semakin tampak. Kesadaran ini dipicu dengan semakin ketatnya kompetisi untuk memperebutkan mahasiswa yang berkualitas, semakin terbatasnya dana pemerintah untuk PT, semakin tingginya tuntutan terhadap peranan dan kualitas PT, privatisasi PTN, dll.. Kesadaran ini tampak dengan mulai diadakannya dan dioptimalkannya kiprah dan fungsi Humas sebagai pengelola komunikasi dan informasi ke publik. Sejalan dengan itu, kita melihat semakin gencarnya pemberitaan aneka macam PT di aneka macam media massa. Tetapi benarkah pemberitaan di media massa telah bisa mendongkrak gambaran positif akademi tinggi yang bersangkutan? Henderson (2001) mengemukakan beberapa penelitian di Amerika menawarkan adanya kritik terhadap liputan gosip pendidikan (educational news coverage) yang cenderung dangkal, tidak kaya perspektif , tidak menyentuh seluruh kebutuhan publik. Di Indonesia, liputan wacana pendidikan dan akademi tinggi di media tidak berbeda jauh. Kolom khusus pendidikan yang marginal, berfokus pada event, cenderung terjadi personalisasi, dan isu pendidikan yang rawan dipolitisir . (Hasil seminar “Analisis Pemberitaan Media Massa, divisi Humas UNY, 2008). Sepanjang Juni hingga dengan Juli 2007, pemberitaan bidang pendidikan di surat kabar dan televisi nasional berjumlah 1077, bobot pemberitaan 59 cenderung negatif (8%), dan 501 gosip negatif (50%), dengan jenis goresan pena yang paling banyak Non Headline. Isu yang paling mendominasi berkaitan dengan Penerimaan Siswa Baru (PSB), Guru, Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Ujian Nasional (UN) dan UN kesetaraan.(Pusat Informasi dan Humas Depdiknas, 2007). Sebagai perbandingan, liputan media massa lokal (tidak termasuk liputan media elektronik) wacana PT khususnya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selama periode Januari –Maret 2008, gosip UNY didominasi soal pendidikan dan pengajaran, minim liputan penelitian, secara umum dikuasai bentuk gosip bukan artikel/opini. Walaupun ke 381 gosip wacana UNY tersebut isinya positif, tetapi isi pemberitaan kurang mendalam lantaran ditulis dalam bentuk straight news. (Analis Berita Media Massa, 2008). Contoh di atas ialah realita gosip pendidikan dan akademi tinggi di media massa , yang menawarkan pemberitaan PT di media massa masih belum bisa meng cover kegiatan Tri Dharma PT. Contoh di atas menawarkan realita yang dianggkat media massa bisa berbeda dengan realita yang ada dalam sebuah PT.

Kondisi di atas bisa terjadi lantaran beberapa faktor. Dari sisi media, bisa disebabkan lantaran media massa/para jurnalis tidak cukup mempunyai perhatian terhadap PT/ isu pendidikan, gosip pendidikan kalah dengan isu lain, para jurnalis pendidikan yang generalis sehingga kurang mengerti isu yang terjadi dalam PT, luasnya wilayah liputan jurnalis pendidikan. Sedangkan dari sisi PT, bisa saja (1) SDM PT terjebak dalam acara rutin ( pengajaran, penelitian , dedikasi masyarakat dan administratif) tanpa terpikirkan bahwa acara mereka perlu diketahui publik melalui media, (2) Belum semua pengajar/peneliti menyadari pentingnya promosi karya mereka bagi kemajuan masyarakat, (3) bisa terjadi lantaran PT belum bisa membantu media untuk menyentuh isu-isu yang terjadi, (4) PT tidak mempunyai informasi yang layak gosip lantaran ketiadaan pemahaman wacana apa itu gosip dan fungsi media, (5) PT tidak ada niat untuk mengekspose lantaran kurang pemahamannya wacana manfaat ekspose, dan (6) PT kurang pemahamannya dalam menjalin kekerabatan dengan media.

Kemitraan Perguruan Tinggi dan Media Massa
Selama ini korelasi PT dengan media massa berjalan dengan baik, tetapi cenderung tanpa konsep. Sudah saatnya PT mempunyai kerangka kerja yang terperinci berkaitan dengan membina korelasi dengan media. PT perlu mendidik civitas academica nya untuk sadar media. PT perlu membangun media center yang berfungsi membantu para wartawan untuk melaksanakan peliputan yang lebih baik lagi wacana PT, terutama yang berkaitan dengan hasil-hasil penelitian Agar korelasi media dengan PT sanggup berjalan sesuai dengan yang diharapkan, diharapkan orang yang profesional sebagai pelaksana fungsi komunikasi organisasi ke publik yang disebut petugas Hubungan Masyarakat (Humas). Melalui Humas, kekerabatan dengan media sanggup dilakukan secara terencana dan berkesinambungan melalui aneka macam kegiatan yang dirancang untuk membina korelasi baik dengan media antara lain;
  1. mengundang/ menghubungi wartawan tidak hanya pada ketika ingin diberitakan,
  2. mendistribusikan laporan dan gosip secara terencana sehingga wartawan sanggup menciptakan gosip yang lebih akurat wacana perkembangan iptek,
  3. mengundang media ke jadwal dan acara yang menarik,
  4. mengundang media untuk kunjungan, lantaran sulit bagi media untuk memberitakan apa yang kita lakukan jika media belum pernah melihat atau memahami sebelumnya.
Melalui jadwal korelasi media , diharapkan PT mempunyai pemahaman yang lebih baik wacana kerja media dan para jurnalisnya, sehingga PT sanggup memaksimalkan manfaat yang sanggup diambil dari media massa. Sebaliknya, media lebih mendalami dunia PT sehingga liputan gosip wacana PT tidak semata-mata terfokus pada popularitas, tetapi kepada signifikansi dari hasil kerja PT.

Akhirnya, kunci korelasi baik antara sebuah forum dengan media massa harus dibangun dengan cara saling menghormati, menghargai peranan, pandangan dan apa yang mereka lakukan. Ke dua belah pihak, perlu menyadari hasil dari proses symbiose mutualistis antar keduanya bukan hanya akan memberi laba besar bagi mereka, melainkan juga membuahkan hasil kepada peri kehidupan yang lebih luas.

*) Lena Satlita MSi, Kadiv Humas Eksternal dan Dosen FISE Universitas Negeri Yogyakarta .

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel