Pengabdian Kepada Masyarakat (Pkm) Dan Pemberdayaan Masyarakat
Sunday, March 22, 2020
Edit
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dan Pemberdayaan Masyarakat
ABSTRAK
Dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat, dan bergulir merupakan satu aspek penting akan tetapi kelembagaainnya masih perlu penyempurnaan. Makalah ini membahas salah satu alternataif kelembagaan yang mungkin dilakukan.
Pembahasan memakai metode deskriptif wacana masalah perguliran dana mikro yang dilakukan sebagai bab dari aktivitas dedikasi kepada masyarakat (PKM) memakai penelitian aksi.
Dengan memakai skema perguliran dana mikro yang disebut skema rutin, kegiatan PKM sanggup menunjukkan hasil yang baik bagi pemberdayaan masyarakat. Kelurahan sebagai basis kegiatan sanggup memanfaatkan forum masyarakat yang telah ada menjadi unsur pokok bagi pencapaian hasil berdaya tersebut, meskipun masih dibutuhkan pembiasaan jika akan diterapkan di level wilayah yang lebih luas, apalagi jika diharapkan sanggup mensinergikan antara kegiatan PKM, pemberdayaan masyarakat dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Hal-hal pokok yang dicakup dalam model ini yakni kelurahan sebagai basis kegiatan, LKM berbadan aturan sebagai pelaksana, lingkungan Rt sebagai fokus kerja, dan pendampingan berkelanjutan dilakukan secara intensif.
Kata Kunci : dedikasi kepada masyarakat, perguliran dana mikro, pemberdayaan masyarakat
Latar Belakang, Masalah dan Tujuan
Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu aspek penting yang harus dilakukan pada dikala ini alasannya yakni ketidakberdayaan masyarakat menjadi salah satu sumber dari permasalahan nasional yang sedang dihadapi dikala ini. Ketidakberdayaan itu mulai dari kelompok yang paling kecil, keluarga atau rumahtangga, hingga dengan kelompok yang besar, ibarat lembaga-lembaga pemerintahan.
Seperti diketahui, khususnya di Jakarta, dikala ini di wilayah kelurahan banyak terdapat program-program pemberdayaan masyarakat, yang berupa perguliran dana untuk dipergunakan bagi kepentingan pemberdayaan rakyat tersebut. Program-program tersebut antara lain terdiri atas : Jaring Pengaman Sosial (JPS), P2KP (Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan), Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), dan program-program pengembangan masyarakat lainnya yang berasal dari departemen pemerintah ibarat dari Kementrian Pertanian dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah.
Dari program-program yang pernah dan sedang dilaksanakan hingga kini tersebut, jika kita total jumlah uang yang telah disalurkan oleh semua aktivitas di Jakarta ada dana sekitar Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) di setiap kelurahan. Jumlah ini merupakan jumlah dana yang sangat besar sekali untuk orde reformasi ini yang belum pernah terjadi sebelumnya di kala Orde Baru. Besaran itu gres berupa uang tunai dan belum dalam bentuk lain ibarat peralatan yang diberikan oleh program-program pemberdayaan oleh departemen-departemen teknis.
Pertanyaan yang timbul kini yakni apakah masyarakat di tingkat kelurahan tersebut bisa untuk melaksanakan perguliran uang dari dana yang masuk ke wilayah tersebut sehingga sanggup terjadi proses distribusi pendapatan atau distribusi ekonomi yang lebih merata di kalangan warga kelurahan sebagai satu kesatuan wilayah otonomi ?
Pertanyaan lain yang timbul yakni hingga seberapa jauh kepentingan integral “pemberdayaan masyarakat” telah diimplementasikan di lapangan di satu kesatuan wilayah “kelurahan” ?
Kedua pertanyaan yang muncul tersebut merupakan hal yang menarik untuk diamati, dikaji dan dianalisis, dan kemudian dicarikan kemungkinan-kemungkinan pengembangannya di masa depan biar sanggup dicapai salah satu tujuan aktivitas pemberdayaan masyarakat berupa “masyarakat mandiri”
Salah satu balasan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut yakni dikembangkannya kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) yang merupakan salah satu dharma dari tiga dharma yang ada di perguruan tinggi tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan dedikasi kepada masyarakat. Pada masyarakat yang berkembang, PKM harusnya menjadi “motor penggerak” perguruan tinggi tinggi untuk membuatkan lembaganya dan juga untuk membuatkan masyarakatnya sebagai lingkungan ekstern, serta yang tidak kalah pentingnya yakni PKM sanggup menjadi sumber bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diajarkan di perguruan-perguruan tinggi.
Apa orientasi dari PKM biar sanggup mendukung aktivitas pemberdayaan masyarakat yang dimaksud ? Merujuk pada uraian andal dikemukakan bahwa pemfokusan terhadap aspek tertentu sebagai prioritas gagasan penyempurnaan aktivitas penanggulangan kemiskinan yakni dengan membentuk forum yang bertanggung-jawab mengkoordinasi aktivitas yang fokusnya berpola pemberdayaan (Sumodiningrat, 2001 : 12).
Uraian berikut menunjukkan satu pola masalah pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan PKM, hasil yang diperoleh dan analisis atas hasil tersebut dari sisi pandang pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat : Kasus Perguliran Dana Mikro di Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini merupakan salah satu dari kegiatan PKM oleh Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma. Kegiatan ini bermula dari kegiatan pengentasan kemiskinan berhubungan dengan BKKBN pada tahun 1996 yang lalu. Dari pengalaman yang ada dan menurut analisis terhadap hasil yang diperoleh kemudian dikembangkan kegiatan PKM berupa perguliran dana mikro kepada kelompok masyarakat. Kegiatan berupa pendampingan kelompok, di mana setiap bulan dilakukan pertemuan rutin kelompok.
Kegiatan perguliran dana mikro kredit kelompok sanggup berdiri diatas kaki sendiri masyarakat kelurahan Lenteng Agung, tepatnya dilaksanakan di Rt 11 dan Rt 12, Rw 07. Kegiatan dimulai tanggal 01 Juli 2004 hingga dengan kini dan sudah mempunyai jumlah penerima sebanyak 15 orang, semua penerima mikro kredit yakni ibu-ibu (100%). Peserta tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaitu penerima tetap atau orisinil jumlahnya sebanyak 7 orang, mereka semua pedagang (100%) dan penerima pelengkap dengan jumlah sebanyak 8 orang terdiri atas 3 orang pedagang dan 5 orang ibu rumahtangga. Peserta tetap yakni penerima yang sudah diseleksi dari kegiatan perguliran dana sebelumnya serta mempunyai perjuangan atau wiraswasta, sedangkan penerima pelengkap yakni penerima yang belum pernah mengikuti kegiatan perguliran sebelumnya. Peserta pelengkap bisa dilayani alasannya yakni ada rekomendasi dari anggota sebelumnya dan kelompok sanggup memperoleh akumulasi dana sanggup berdiri diatas kaki sendiri dari kas yang dibayarkan oleh peserta.
Pola Perguliran dengan Skema Rutin
Pola perguliran dana mikro dilakukan dengan menunjukkan dana stimulan kepada kelompok masyarakat, dengan pendampingan diperkenalkan pola perguliran yang diinginkan, dan kemudian dilakukan proses monitoring dan penilaian terhadap proses dan hasil yang diperoleh.
Pelaksanaan perguliran ibarat pada tabel di atas uraiannya yakni sebagai berikut :
- modal awal perguliran yakni Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)
- jumlah penerima yang menerima pinjaman dana bergulir pada dikala awal 5 orang, sehingga masing-masing menerima pinjaman sebanyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
- jangka waktu cicilan yakni 5 (lima) bulan, ibarat diputuskan oleh peserta, sehingga besarnya cicilan yakni Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per bulan.
- untuk masing-masing penerima dikenai kewajiban untuk membayar kas kelompok sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) setiap kali pembayaran cicilan sebagai dana kas untuk kelompok, ibarat diputuskan oleh peserta.
- pada setiap bulannya akan terjadi kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. penambahan penerima yang diberi pinjaman dana minimal sebanyak 1 orang. Dana berasal dari cicilan penerima sebelumnya dan akumulasi kas kelompok.
b. penambahan kas kelompok minimal sebesar Rp. 50.000,-
- akhir tahap perguliran I (periode cicilan ke 6) :
- ditambahkan modal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
- diperoleh total kas sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) dan total sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), sehingga total pelengkap modal untuk perguliran yakni sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga lima puluh ribu rupiah). Penggunaan pelengkap modal ini diputuskan oleh peserta.
- saat ini jumlah penerima total yakni 10 orang, atau telah bertambah sebanyak 5 orang dari dikala awal perguliran dimulai.
- pada tamat tahap perguliran berikutnya yaitu tahap II, diperoleh hasil sebagai berikut :
- tambahan total kas sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) dan total pelengkap sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 660.000,- (enam ratus enam puluh ribu rupiah), ditambah dengan sisa pelengkap dana pada putaran satu sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga total pelengkap modal untuk perguliran putaran berikutnya yakni sebesar Rp. 1.210.000,- (satu juta dua ratus sepuluh ribu rupiah).
- tambahan penerima sebanyak 5 orang, setiap satu kali tahap putaran perguliran.
- pada tamat tahap perguliran berikutnya, III dan seterusnya, diperoleh hasil sebagai berikut :
- tambahan total kas sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan total pelengkap sisa dana angsuran yang masuk sebesar Rp. 0,- (nol rupiah), sehingga total pelengkap modal untuk perguliran putaran berikutnya yakni sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). pelengkap penerima sebanyak 5 orang, setiap satu kali tahap putaran perguliran.
- begitu seterusnya, hingga dengan kelompok membubarkan diri atau dibubarkan. Pertambahan dana pada putaran selanjutnya oleh alasannya yakni itu hanya berasal dari akumulasi kas yang diberikan oleh masing-masing penerima perguliran dana. Pertambahan dana dari akumulasi sisa dana angsuran tidak terjadi lagi, alasannya yakni semua habis dialokasikan kepada penerima gres berikutnya.
Dengan demikian tidak ada dana yang disimpan oleh pengelola alasannya yakni semua dana yang terkumpul dialokasikan untuk digulirkan kepada peserta, jika ada dana tersisa maka jumlahnya akan sedikit dan jika sudah mencapai jumlah untuk satu paket perguliran yaitu Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) maka dana tersebut bisa eksklusif kembali digulirkan kepada penerima gres lainnya.
Dalam pelaksanaan di lapangan semenjak bulan Juli 2004 hingga dengan Juni 2010, dari segi realisasi proses perguliran dengan skema rutin sejumlah hasil yang diperoleh yakni :
- proses perguliran dana sanggup berjalan ibarat yang direncanakan, di mana dana yang diberikan sebagai dana stimulan kepada kelompok telah mengalami peningkatan jumlah. Sampai dengan tamat kegiatan pengamatan, Juni 2010, pola rutin ini telah memasuki tahap perguliran yang banyak.
- pada tamat periode perguliran satu, kelompok sudah sanggup menghimpun dana bagi pengembalian pinjaman (jika modal awal berasal dari luar) sebesar Rp. 1.350.000,- (satu juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah) atau lebih kurang 50% dari jumlah modal pinjaman. Sisa pinjaman sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima puluh ribu rupiah) dibayar dengan pelengkap modal pada periode perguliran dana berikutnya, atau lebih kurang sebanyak 3 kali periode perguliran. Setelah itu kelompok tidak mempunyai kewajiban kepada pihak luar. (dengan perkiraan bahwa kelompok tidak memperoleh pelengkap modal apapun atau tidak melaksanakan transaksi peminjaman apapun selama periode pengembalian cicilan berlangsung). Secara keseluruhan jangka waktu pengembalian pinjaman paling usang yakni 20 (dua puluh) bulan.
- pada tamat periode perguliran satu, selain yang ibarat disebutkan di item 1, pada kelompok masih terdapat uang sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta rupiah) yang bergulir. Jumlah uang ini kemudian menjadi modal sanggup berdiri diatas kaki sendiri bagi kelompok, yang sanggup dipergulirkan secara terus-menerus.
Setelah periode perguliran satu berakhir, kelompok masih memperoleh akumulasi modal sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang berasal dari pelengkap jasa dan pelengkap kas dari skema perguliran yang ada.
Dalam proses perguliran, dengan memakai data semenjak tahun 2009 maka secara kuantitatif hasil yang diperoleh diantaranya yakni :
- jumlah dana yang digulirkan yakni sebesar Rp. 21.100.000,- (dua puluh satu juta seratus rupiah), dengan rata-rata dana yang disalurkan per bulan yakni Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah), dan rata-rata kas yang diperoleh per bulan yakni Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Dana kas tersebut berfungsi sebagai pelengkap modal dana perguliran kelompok.
- terjadi tunggakan oleh penerima akan tetapi tunggakan tersebut pada tamat periode perguliran sanggup dilunasi sepenuhnya. Jika dihitung dalam persentase maka 6 orang penerima tetap (40%) merupakan penerima yang sangat lancar dalam pengembalian pinjaman, 3 orang (20%) lancar, 3 orang (20%) kurang lancar, ada 3 orang sisanya (20%) meragukan.
- perkembangan perjuangan penerima yang melaksanakan perjuangan ekonomi umumnya tetap atau survive
Selain pola perguliran memakai skema rutin, pada kelompok juga dilakukan perguliran dana memakai pola dadakan. Pola ini diberikan berupa peminjaman dana dalam jumlah terbatas, ibarat Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), dalam jangka waktu hanya satu bulan atau paling usang dua bulan, dan dengan alasan yang mendesak.
Analisis dan Pembahasan : PKM dan Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan PKM yang dilaksanakan ditujukan selain untuk melaksanakan salah satu dharma perguruan tinggi tinggi juga untuk sanggup memberdayakan masyarakat. Dengan merujuk pada sejumlah pustaka maka sanggup disimpulkan bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat, ada 4 ciri yang harus sanggup diidentifikasi dari kegiatan yang dilakukan, yang meliputi :
- keberlanjutan (sustainability), maksudnya bahwa proses pemberdayaan berlangsung sepanjang waktu dalam jangka panjang bahkan sesudah fasilitator sudah tidak lagi bertugas (Bossel, 1999)
- mandiri (self-sustain), di mana masyarakat tidak lagi mempunyai ketergantungan yang besar kepada pihak dari luar wilayah mereka (Djohani, 1996; Rowlands dalam Eade, 1996; World Bank, 2002)
- integratif (integrative), pemberdayaan melibatkan segala aspek yang ada di dalam masyarakat (Robbins, 1991; Sen, 1999; Friedmann, 1992)
- partisipatif (participative), pemberdayaan melibatkan semua pihak yang terkait (stakeholder) di dalam masyarakat di mana proses tersebut dilaksanakan (World Bank, 2002; Conger dan Kanungo, 1988; Ohama, 2001)
Setelah dilakukan pelaksanaan yang cukup usang lebih kurang 6 tahun memakai skema perguliran dana mikro yang ditentukan maka pencapaian hasil dibandingkan dengan indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang telah ditetapkan dijelaskan dalam uraian berikut.
Pola perguliran dana alternatif yang dilakukan, yaitu pola perguliran dengan skema rutin, sanggup ditindaklanjuti bagi kegiatan berikutnya. Pertama kali telah dilakukan identifikasi kekuatan dan kelemahan dari skema rutin. Uraian sejelasnya yakni sebagai berikut :
a. Kekuatan
- modal awal yang dibutuhkan tidak terlalu besar, dan jumlah modal sanggup dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan.
- pengelolaan sederhana, eksklusif dikelola oleh masyarakat, sedangkan pihak luar sanggup berfungsi sebagai fasilitator dan pengawas pelaksanaan. Lingkup masyarakat yang tidak terlalu luas, yaitu lingkup wilayah Rt, menciptakan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan perguliran dana menjadi baik.
- dapat memenuhi hampir semua indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat dengan pola perguliran yang telah ditetapkan, dengan demikian pola tersebut sanggup diharapkan untuk membantu masyarakat melaksanakan pemberdayaan diri mereka. Masyarakat sanggup mengembalikan pinjaman (jika pinjaman berasal dari luar masyarakat), mereka sanggup mempunyai modal mandiri, dan mereka juga sanggup memperoleh akumulasi dari modal sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang mereka miliki.
- pinjaman sanggup secara fleksibel dipakai untuk konsumsi atau untuk usaha, walaupun fokus penggunaan yakni pada konsumsi. Fokus ini secara tidak eksklusif sanggup membantu masyarakat untuk menyediakan modal sendiri sehingga sanggup terhindar dari pola simpan-pinjam yang merugikan dari sumber modal yang lain, ibarat bank keliling.
- dalam jangka panjang, akan terjadi akumulasi modal sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang lebih besar, dengan demikian pemenuhan modal yang dibutuhkan oleh masyarakat oleh mereka sendiri semakin terbuka kesempatannya. Hal itu juga berarti ketergantungan masyarakat terhadap sumber modal dari luar lingkungannya semakin diperkecil.
b. Kelemahan
- jangka waktu pengembalian kepada pihak peminjam dari luar relatif lama, sekitar 4 periode perguliran. Dalam masalah di atas pengembalian berlangsung selama 20 bulan, walaupun pengembalian untuk 50% pertama sanggup dilakukan pada periode pertama perguliran (5 bulan pertama perguliran).
- pertambahan penerima untuk setiap kali tahap cicilan hanya 1 (satu) orang, hal tersebut akan sanggup menimbulkan timbulnya jumlah antrian calon peminjam.
- pola perguliran harus dilakukan secara “ketat”, tidak fleksibel, di mana skema pinjaman sudah ditentukan khususnya dengan pertambahan peserta, dalam pelaksanaan yang telah terjadi, pertambahan penerima setiap periode cicilan hanya satu orang. Dengan demikian jika diinginkan sasaran yang berbeda maka perlu dilakukan modifikasi pada pola yang ditetapkan.
- pengawasan yang ketat oleh masyarakat atas pengelolaan perguliran hanya sanggup dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas sehingga menimbulkan ekspansi cakupan pelayanan pada wilayah yang lebih besar, ibarat lingkungan wilayah 1 kelurahan, perlu modifikasi lebih lanjut
Dari semua uraian yang dibahas maka pola perguliran dengan skema di atas jika ingin diharapkan melayani aspek ekonomi produktif perlu dimodifikasi lebih lanjut, akan tetapi dari pengamatan pola tersebut terlihat diterima oleh kelompok masyarakat sebagai alternatif penyedia dana masyarakat. Oleh alasannya yakni itu pola perguliran tersebut sanggup diistilahkan dengan perguliran dana untuk “ekonomi kesejahteraan” alasannya yakni berfokus pada penyediaan dana bagi kebutuhan konsumsi masyarakat dan bukan termasuk penyedia dana bagi kegiatan ekonomi produktif.
Penutup
Dari pelaksanaan kegiatan dan analisis yang dilakukan, sanggup disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat sanggup dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan dedikasi kepada masyarakat. Keempat ciri berdaya yang diuraikan, hampir semuanya sanggup dicapai oleh kelompok memakai pola perguliran dana yang ada. Namun demikian masih dibutuhkan perbaikan terhadap pola perguliran dana yang telah dilakukan. Model pemberdayaan masyarakat yang dipakai yakni model pemberdayaan masyarakat berbasis kelurahan (Budiman, 2007). Model ini menekankan pelaksanaan kegiatan di tingkat paling kecil yaitu kelurahan memakai forum masyarakat yang memang sudah ada sebelumnya atau forum yang gres dibuat berupa kelompok-kelompok masyarakat. Model ini menekankan pada proses pengawasan yang ketat terhadap kegiatan yang dilakukan, sehingga jika ada duduk kasus yang muncul sanggup dengan segera dicarikan penyelesaiannya. Model ini juga sanggup dilakukan secara partisipatif di mana keterlibatan penerima dalam kegiatan mempunyai intensitas tinggi, mulai dari perencanaan hingga dengan penentuan tindak-lanjut terhadap apa yang telah dicapai sebelumnya.
Ada sejumlah alasan yang dikemukakan dalam pengajuan model tersebut, di antaranya yakni :
- Kelompok kecil yang dimaksud minimal yakni di level kelurahan. Kelurahan menjadi salah satu sasaran alasannya yakni di kelurahan pada dikala ini masih menjadi wilayah otonom di mana masyarakatnya cukup banyak akan tetapi dengan keragaman yang cukup tinggi, khususnya lagi di tempat perkotaan, sehingga kesuksesan aktivitas pemberdayaan di level kelurahan diharapkan sanggup menjadi dasar bagi pengembangan ekspansi aktivitas pemberdayaan dalam skala yang lebih besar.
- dalam pelaksanaan pola administrasi dibutuhkan wilayah pengawasan yang terjangkau dan dari penelitian ditemukan bahwa wilayah kelurahan/desa merupakan wilayah dalam jangkauan yang sempurna bagi pelaksanaan pengawasan program. Warga yang masih mempunyai ikatan yang dekat sehingga mereka mengenal dengan baik antara sesama warga dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas ibarat kecamatan.
- luas wilayah pengawasan tersebut berkaitan dengan proses pemeliharaan keberlanjutan dari aktivitas pemberdayaan yang dilakukan. Dalam wilayah kelurahan/desa salah satu ciri kondisi berdaya dari masyarakat akan lebih gampang diwujudkan yaitu keberlanjutan.
- dalam proses pemberdayaan ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan, dan tahap awal yakni konsolidasi organisasi (konsolidasi internal). Pada tahap ini dilakukan identifikasi sumberdaya yang sanggup dimanfaatkan bagi pelaksanaan kerja dan kelurahan merupakan lingkup yang sempurna terjangkau untuk melaksanakan itu dalam waktu yang relatif singkat dan dengan hasil yang relatif lebih baik.
Model pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan dengan berpijak pada beberapa hal pokok utama, yaitu :
- wilayah yang menjadi fokus kerja yakni wilayah kelurahan/desa, di mana lurah/kepala desa dan aparatnya menjadi koordinator bagi pelaksanaan aktivitas pemberdayaan masyarakat ibarat aktivitas perguliran dana mikro yang merupakan salah satu bab dari aktivitas pemberdayaan masyarakat dan pembangunan masyarakat kelurahan.
- pengelola keuangan dana bergulir yakni forum keuangan mikro (LKM) yang berbadan hukum, hal itu dimaksudkan untuk sanggup menjamin adanya susukan dana yang lebih besar kepada sumber dana lainnya ibarat perbankan dan forum keuangan non-perbankan lainnya, dan untuk sanggup menjamin kepastian aturan terhadap penerima yang kemudian mengalami tunggakan pembayaran pinjaman
- lingkungan rt menjadi lingkungan yang menjadi fokus bagi pelaksanaan perguliran dana mikro, di mana penyeleksian calon penerima dan pengawasan perguliran melalui kelompok masyarakat yang sengaja dibuat di lingkungan tersebut. Kelompok juga menjadi hal penting alasannya yakni kontrol penerima perguliran tidak sanggup dilakukan oleh perorangan sesama penerima atau individu lainnya, kontrol melalui kelompok menunjukkan imbas yang lebih besar dibanding dengan kontrol oleh perorangan.
- untuk sanggup mencapai keberlanjutan dari segi proses, dilakukan pendampingan oleh pendamping yang direkrut oleh pemerintah daerah. Model ditujukan sanggup mencapai keberhasilan dalam jangka panjang maka untuk itu pemilihan pendamping didasarkan pada kesediaan untuk sanggup bekerja secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Salah satu alternatif yang sanggup dijadikan pendamping yakni perguruan tinggi tinggi, di mana terdapat dharma dedikasi kepada masyarakat. Pemerintah pusat, propinsi atau kotamadya, menunjukkan pinjaman guna proses pelatihan kepada penerima dan kelompok, khususnya dalam hal kewirausahaan dan pengelolaan keuangan keluarga. Disamping itu departemen terkait, ibarat Departemen Sosial dan Departemen Koperasi dan UKM, sanggup menunjukkan pendampingan pula kepada kelompok atau LKM sesuai dengan aktivitas departemen masing-masing dengan koordinasi dengan aktivitas pembangunan kelurahan. Departemen-departemen teknis terkait juga diharapkan sanggup menunjukkan pinjaman bagi pemberian dana-dana sosial bagi anggota masyarakat yang memang tidak atau belum bisa untuk melaksanakan kegiatan ekonomi produktif yaitu anak-anak, orang cacat dan orang lanjut usia.
Jika PKM dan proses pemberdayaan masyarakat akan dikaitkan dengan aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan maka yang perlu diperhatikan bahwa dalam aktivitas CSR itu sendiri belum ada kesamaan bahasa dalam merumuskan dan memaknai CSR (Wahyudi dan Azheri, 2008 : 31). Di satu sisi CSR berkaitan dengan harmonisasi dengan lingkungan dan di sisi yang lain CSR juga menuntut adanya janji perusahaan dalam proses pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Dari sisi cakupan, CSR meliputi minimal 4 aspek eksternal di luar perusahaan yaitu pasar, kondisi lokasi kerja, masyarakat, dan lingkungan. Dengan demikian mengaitkan CSR dengan kedua hal tersebut yakni mungkin, akan tetapi jika melihat proses pemberdayaan biar sanggup mencapai hasil maksimal membutuhkan pendampingan secara intensif dan dalam jangka panjang maka CSR seharusnya juga bisa mencari alternatif pola yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakat di mana CSR akan dilaksanakan.
Sebagai catatan akhir, berikut disajikan beberapa tips bagi kelancaran perguliran dana mikro, yaitu :
- dalam kelompok, harus dipilih ketua kelompok yang memang sanggup mengemban amanah oleh semua anggota
- lingkungan yang dilibatkan yakni lingkungan kecil, yang paling sempurna dan terkecil yakni rukun tetangga (rt), sebagai basis kelompok
- jumlah dana yang digulirkan diperhitungkan sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar. Dalam masalah di atas Rp. 500.000,- per orang merupakan pengembangan dari pola sebelumnya yang hanya berjumlah Rp. 200.000,- per orang yang dianggap sebagai yang paling sempurna sesuai dengan lingkungan di mana perguliran dilakukan pada waktu itu dan sesuai dengan tujuan perguliran dana yang bisa untuk kepentingan konsumsi selain untuk perjuangan ekonomi.
- perlu dilakukan pertemuan rutin bulanan, sebagai wadah bagi anggota masyarakat melaksanakan kontrol atas perguliran dana yang dilakukan dan kinerja dari masing-masing peserta
- jika dimungkinkan akan sangat baik jika dilakukan pendampingan oleh fasilitator hingga dengan kelompok menjadi sanggup berdiri diatas kaki sendiri : dalam pengambilan keputusan dan dalam hal dana. Pendampingan terutama dibutuhkan untuk membenahi pencatatan dan pengembangan perjuangan yang dilakukan oleh masing-masing anggota.
- dalam kaitannya dengan CSR, aktivitas CSR sendiri harus menunjukkan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan jenis kegiatan produktifnya sendiri, eksklusif atau tidak eksklusif terkait dengan proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan.
Daftar Pustaka;
- Budiman, 2007, Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Perguliran Dana Mikro pada Masyarakat Perkotaan, Disertasi pada Universitas Gunadarma, Jakarta.
- _______, 1999, Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Kuliah Kerja Nyata Usaha (KKNU) dan Magang Kewirausahaan (MKU) 31 Agustus 1998 s/d 31 Januari 1999, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Universitas Gunadarma, Jakarta.
- Bossel, Hartmut; 1999; Indicators for Sustainable Development : Theory, Methods, Applications; International Institute for Sustainable Development, Canada.
- Conger, Jay A., Rabindra N. Kanungo,.Jul 1988, The Empowerment Process : Integrating Theory And Practice; dalam Academy of Management. The Academy of Management Review. Briarcliff Manor:.Vol.13, Iss. 3; pg. 471, 12 pgs
- Djohani, Rianingsih (editor), 1996, Berbuat Bersama Berperan Setara : Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal, Konsorsium Pengembangan Dataran Tinggi Nusa Tenggara, Bandung.
- Friedman, John, 1992, Empowerment : The Politics of Alternative Development, Blackwell Publishers, Cambridge, USA.
- Ohama, Yutaka, 2001, Conceptual Framework of Participatory Local Social Development (PLSD) diselenggarakan oleh JICA, Nagoya.
- Sen, Amartya, 1999, dalam Marris, Robin, 1999, Ending Poverty, Thames & Hudson, Slovenia.
- Sumodiningrat, Gunawan, 2001, Kepemimpinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta..
- Robbins, Stephen P, 1991, Management, 3rd ed.; Prentice-Hall Int.
- Rowlands, Jo, 1996, Empowerment Examined, dalam Deborah Eade (ed.) Development and Social Diversity, Oxfam, UK, hal. 86 – 92.
- Wahyudi, Isa dan Busyra Azheri, 2008, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, In-Trans Publishing, Malang-Jawa Timur.
- World Bank, Poverty Reduction and Economic Management (PREM); 2002; Empowerment and Poverty Reduction : A Sourcebook; World Bank.