Pengertian Aksiologi Dan Persamaan Aksiologi Dengan Filsafat
Sunday, March 22, 2020
Edit
Pengertian Aksiologi dan Persamaan Aksiologi Dengan Filsafat
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana insan memakai ilmunya[1]. Aksiologi ialah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[2] Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem menyerupai politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri ialah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi ialah ilmu yang membicarakan wacana tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Makara Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang gotong royong dari pengetahuan, dan gotong royong ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut perkara nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus diubahsuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut sanggup dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menjadikan bencana.
1. 2. Penilaian Dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika ialah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan moral istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik semenjak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai perkara kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan fundamental wacana ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas ialah norma-norma, adat, wejangan dan moral istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika ialah biar insan mengetahi dan bisa mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laris insan menjadi sentral persoalan. Maksudnya ialah tingkah laris yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap dewa sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme ialah padangan moral yang menyamakan baik berdasarkan pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap acara insan mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari insan itu sendiri ialah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang beropini bahwa tujuan aturan ialah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran wacana moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan insan apabila dipakai dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi insan yang mempersoalkan wacana nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan serasi dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya ialah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal gotong royong tetap merupakan perasaan.
1. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak sanggup dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang sanggup mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, berdasarkan Francis Bacon menyerupai yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan ialah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa menyampaikan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, lantaran ilmu itu sendiri merupakan alat bagi insan untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu mempunyai sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun jelek melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. .
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita sanggup memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori dipakai memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ilham yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
1. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
1. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka watu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih lezat bila perkara masalah itu sanggup diselesaikan. Ada banyak cara menuntaskan masalah, mulai dari cara yang sederhana hingga yang paling rumit. Bila cara yang dipakai amat sederhana maka biasanya perkara tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya sanggup mengungkap semua perkara yang berkembang dalam kehidupan manusia.[3]
1. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi adakala bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melaksanakan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran insan menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan banyak sekali pandangan yang dimiliki logika budi manusia, menyerupai perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh banyak sekali kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam memilih topik penelitiannya, bebas melaksanakan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja ia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya biar penelitiannya be rhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, ia tidak mau terikat pada nilai subjektif