Pengertian Dan Taktik Memasuki Pasar Internasional
Monday, March 23, 2020
Edit
Strategi Memasuki Pasar Internasional
Faktor dan kondisi yang berbeda memengaruhi pemilihan seni manajemen memasuki pasar internasioanl. Ada empat fatwa pemikiran (schools of thought) lebih banyak didominasi berkenaan dengan pemilihan seni manajemen masuk, yaitu: (Chandra, 2004:152-154).
1. Keterlibatan inkremental terhadap (Gradual Incremental involvement), yang menghubungkan antara komitmen sumber daya di pasar sasaran dengan risiko dalam pasar bersangkutan dan pengalaman internasional yang dimiliki perusahaan. Oleh lantaran itu, semakin besar risiko di pasar sasaran , maka pilihan akan jatuh pada seni manajemen masuk yang lebih kecil komitmen sumber dayanya. Selain itu semakin besar pengalaman organisasi, maka semakin besar pula kemungkinan digunakannya seni manajemen masuk yang menuntut komitmen sumber daya besar.
2. Analisis biaya transaksi (Transaction Cost Analysis) memandang keputusan pemilihan seni manajemen masuk sebagai suatu transaksi. Oleh lantaran itu, semua biaya berkaitan dengan aspek rantai nilai dari produksi hingga konsumsi akan dipertimbangkan dengan cermat. Asumsi dasar dalam fatwa pemikiran ini ialah bahwa perusahaan akan melaksanakan sendiri aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan dengan biya lebih rendah, namun akan melaksanakan subkontrak kepada pihak eksternal apabila pihak tersebut mempunyai keunggulan biaya.
3. Eclectic Theory (Location- Specific Factors atau Contingency Theory) berpandangan bahwa faktor-faktor industri, perusahaan, dan negara spesifik menghipnotis keputusan pemlihan seni manajemen masuk tergantung pada posisi ownership advantage, internationalization advantage dan location advantage.
4. Agency Theory berpandangan bahwa principal (pendatang baru) sangat termotivasi untuk mengumpulkan data mengenai para agennya di pasar sasaran. Aliran ini memakai metafora kontrak untuk menggambarkan korelasi di mana salah satu pihak mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain.
Lotayif (2003), contohnya menggelompokan seni manajemen masuk ke dalam empat kategori, yaitu ;
1. Wholly-owned and full controlled entry modes, contohnya kantor cabang (branches & subsidiaries), kantor perwakilan (representative office) dan kantor agen.
2. Shared-owend and shared controllrd entry modes, berupa joint venture, partially mergers dan partially acquisitions.
3. Contractual entry modes, berupa lisensi, waralaba dan calculated alliance.
4. Purely marketing-oriented entry modes, berupa ekspor pribadi dan ekspor tidak langsung.
Keempat kategori ini bisa ditelaah dan dibandingkan berdasarkan peluang dan risiko yang ditawarkan masing-masing entry mode, kontiunitas peluang dan risiko tersebut, sumber daya yang dibutuhkan dan waktu yang diperlukan. Pertama, seni manajemen masuk wholly-owned dan fully-controlled, terutama kantor cabang, mempunyai komitmen sumber daya yang paling besar di pasar sasaran. Biasanya, entry mode ini dipakai oleh organisasi-organisasi berorientasi global dan posisi kompetitif mereka di suatu negara dipengaruhi secara signifikan oleh posisinya di negaralain. Selain itu, risiko kegagalan bisis disebar ke tempat geografis yang lebih luas. Kedua, shared-controlled entry modes mempunyai tingkat komitmen sumber daya tertinggi kedua dan sekaligus juga tingkat risiko kedua, lantaran ada kawan lokal dalam membuatkan risiko. Entry mode ini banyak dipakai oleh organisasi-organisasi yang belum atau kurang pengalaman dalam kancah pemasaran global, sehingga berusaha mendapat pengalaman internasional dengan jalan mengandalkan kawan lokal. Ketiga, contractual entry modes mempunyai tingkat resiko moderat, lantaran sistem operasi kawan lokal akan tetap ada di bawah bimbingan kawan luar negeri (dalam kontrak lisensi atau waralaba) atau akan tetap ada selama periode kontrak aliansi. Dibandingkan wholly-owned dan share-owned entry modes, kemungkinan kontiunitas peluang dalam contractual entry modes lebih kecil lantaran kontrak waralaba dan lisensi dibatasi periode waktu tertentu, sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak. Dalam kasus aliansi, kontraknya akan berlangsung terus berlangsung selama masing-masing pihak merasa mash diuntungkan. Sumber daya yang dibutuhkan untuk lisensi waralaba relatif kecil, atau bahkan tidak ada sama sekali, lantaran pihak franchisee atau lisensi yang menyediakannya, sementara franchisor atau lisensi mendapat royalty. Waktu yang dibutuhkan juga kecil, lantaran semua tipe contractual entry modes bertujuan mengembangkan pijakan kokoh di pasar luar negeri tanpa modal besar (Cateora, 1993). Keempat, kategori marketing-oriented entry modes mempunyai resiko terkecil. Sumber daya dan waktu yang dibutuhkan untuk merealisasikannya juga kecil. Sementara itu, seni manajemen masuk juga bisa dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama (Bradley, 1995), yaitu; ekspor, kontraktual dan wholly-owned subsidiaries. Ekspor masih sanggup diklasifikasikan lebih lanjut menjadi ekspor tidak langsung, ekspor bersama dan ekspor langsung.
Strategi masuk kontraktual terdiri atas lisensi-waralaba, contract manufacturing dan perjuangan patungan, sedangkan wholly-owned subsidiaries meliputi akuisisi dan greenfield.
A. Ekspor
Ekspor merupakan seni manajemen yang paling sering dijumpai dalam memasuki pasar internasional, terutama untuk seni manajemen masuk pertama kali. Tak jarang motivasi ekspor lantaran undangan tak terduga, contohnya ada pesanan dari pembeli tertentu di luar negeri atau ada pelanggan domestik berekspansi ke pasar internasional dan memesan produk untuk keperluan operasi internasionalnya. Permintaan-permintaan semacam ini mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan pasar internasional dan menelaah potensi pertumbuhannya.
Namun tak jarang dijumpai pula perusahaan yang secara bergairah melaksanakan ekspor sebagai seni manajemen masuk awalan untuk kemudian dikembangkan menjadi operasi bisnis berbasis di luar negeri. Dalam banyak sekali kasus di mana terdapat skala hemat substansial atau hanya ada sedikit pembeli di seluruh dunia (misalnya , pasar pesawat luar angkasa), maka produksi lebih baik dikonsentrasikan di satu atau hanya beberapa lokasi untuk kemudian diekspor ke pasar lainnya. Contohnya, Boeing mengkonsentrasikan produksinya di pusat di Seattle, Washington.
Ekspor sanggup diorganisasikan berdasarkan membuatkan cara, tergantung jumlah dan tipe perantaranya. Seperti halnya dalam perdagangan grosir, biro ekspor-impor bervariasi berdasarkan rangkaian fungsi yang dijalankan. Beberapa di antaranya (seperti perusahaan manajemen ekspor) merupakan full-service wholesalers yang melaksanakan semua fungsi berkaitan dengan ekspor. Sementara yang lain sangat terspesialisasi dan hanya menangani beberapa aspek, menyerupai pengiriman, penagihan, atau mengurus manajemen produk dari pabean.
Dalam pengembangan saluran ekspor, perusahaan harus memutuskan fungsifungsi mana saja yang akan menjadi tanggung jawab biro eksternal dan mana yang ditangani sendiri. Secara garis besar ada tiga tipe saluran ekspor, yaitu; ekspor tidak pribadi (indirect export), ekspor bersama (cocoperative/shared export) dan ekspor pribadi (direct export). Ekspor tidak pribadi melibatkan biro ekspor, biasanya perusahaan manajemen ekspor. Saluran ekspor bersama meliputi kesepakatan kolaboratif dengan perusahaan lain berkenaan dengan kinerja fungsi ekspor. Dalam ekspor langsung, perusahaan menangai fungsi ekspor secara internal melalui organisasi penjualan yang berlokasi di pasar domestic atau pasar luar negeri. Keunggulan dan kelemah ekspor dikupas dalam tabel.
Tabel Perbedaan Metode Ekspor
1. Ekspor Tidak Langsung
Dalam tipe ini, perusahaan memanfaatkan jasa biro ekspor atau trading companies, atau bisa pula menjual kepada kantor penjualan organisasi absurd (luar negeri) yang berlokasi di pasar domestic perusahaan yang bersangkutan. Tanggung jawab yang menyangkut fungsi ekspor (seperti identifikasi pembeli potensial dan distributor potensial di negara lain ; pengaturan pengiriman barang, asuransi, dan pembiayaan; dan penyediaan dokumentasi untuk memenuhi persyaratan pabean) diserahkan kepada organisasi eksternal. Dalam hal organisasi/agen ekspor mempunyai hak milik atas produk yang dijual, perusahaan tidak menanggung resiko berkaitan dengan penjualan ekspor. Semuanya menjadi tanggung jawab dan risiko biro ekspor tersebut.
Ekspor tidak pribadi cocok untuk perusahaan yang tujuan perluasan internasionalnya terbatas. Apabila penjualan internasional hanya dipandang sebagi cara menyerap surplus produksi, sangatlah sempurna bila perusahaan memakai biro ekspor. Strategi ini juga cocok untuk perusahaan yang sumber dayanya terbatas untuk keperluan perluasan internasional, namun berminat untuk memasuki pasar internasional secara gradual dan menguji pasar sebelum memutuskan untuk mencurahkan perhatian, perjuangan dan sumber daya secara besar-besaran.
Meskipun demikian, harus disadari bahwa penggunaan biro ekspor juga mengandung beberapa risiko. Kendali atas cara memasarkan produk di negara lain sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Produk bahkan mungkin dijual lewat saluran distribusi yang tidak sempurna dengan layanan atau pertolongan penjualan yang buruk, promosi yang tidak memadai serta underpriced atau malah sebaliknya overpriced. Hal ini bisa merusak reputasi atau gambaran produk di negara lain. Terbatasnya perjuangan yang dicurahkan untuk mengembangkan pasar bisa menjadikan opportunity losspotensial.
Sementara itu, bagi perusahaan yang ingin memasuki pasar internasional secara bertahap, seni manajemen ekspor tidak pribadi gagal mengatakan kontak yang memadai dengan pasar luar negeri. Akibatnya, perusahaan harus mendapat informasi terbatas mengenai potensi pasar luar negeri sekaligus juga masukan terbatas untuk penyusunan planning perluasan internasional. Perusahaan bisa mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi biro penjualan potensial atau distributor potensial bagi produknya dan memfasilitasi transisi menuju pembentukan saluran distribusi ekspornya sendiri. Dengan demikian, ekspor tidak pribadi harus dipakai secara cermat dan penuh peritungan, terutama oleh perusahaan yang merencanakan untuk mengembangkan pasar internasional.
2. Ekspor Bersama
Bagi perusahaan yang ingin melaksanakan pengendalian dalam batas tertentu atas penjualan internasionalnya, namun kekurangan sumber daya atau volume penjualan untuk membentuk organisasi penjualan ekspor sendiri, maka ekspor bersama bisa menjadi alternatif menarik. Dalam hal ini, perusahaan menjalin kesepakatan kolaboratif dengan perusahaan lain untuk bekerja sama dalam riset, promosi, pengiriman, distribusi atau kegiatan lainnya menyambut keperluan ekspor. Bentuk ekspor semacam ini banyak dijumpai dalam pemasaran komoditas (seperti beras, woodchips dan buah-buahan).
Bentuk lain dari kesepakatan ekspor bersama ialah piggybacking, di mana sebuah perusahaan memasarkan produk atau jasanya melalui organisasi distribusi perusahaan lain di pasar luar negeri tertentu. Biasanya, produk yang dijual oleh kedua perusahaan tersebut harus kompatibel dan tidak saling bersaing, sehingga produk piggybacking company melengkapi lini produk perusahaan distributor. Kerapkali ilham kesepakatan ini mengatakan manfaat bersama bagi kedua belah pihak (mutually beneficial). Contohnya, pada mulanya Minolta menjual mesin fotokopi berharga murah di Amerika melalui organisasi penjualan peralatan kantor IBM. Kerja sama ini mengatakan cakupan distribusi yang lebih luas dan kemampuan layanan yang lebih efektif bagi Minolta. Bagi IBM, mesin fotokopi berharga murah bermanfaat dalam melengkapi lini mesin fotokopi IBM yng berharga mahal.
Usaha ekspor bersama bisa diwujudkan dengan beraneka ragam cara. Tergantung pada persyaratan kesepakatan yang disetujui, ekspor bersama bisa mempunyai keunggulan dan kelemahan sebagaimana yang berlaku pada ekspor pribadi maupun tidak langsung. Dalam banyak kasus, seni manajemen ini membutuhkan biaya investasi yang lebih rendah dan perjuangan penjualan yang lebih baik dibandingkan ekspor tidak langsung. Namun, tingkat pengendaliannya bisa bervariasi.
3. Ekspor Langsung
Jika volume penjualan cukup besar dan perusahaan ingin mencurahkan banyak sekali perjuangan guna mengembangkan pasar internasional, maka pembentukan organisasi penjualan ekspor sendiri merupakan alternatif yang disukai. Organisasi ini bisa berlokasi di pasar domestik maupun di pasar luar negeri. Dalam hal ini, organisasi ekspor mengambil alih tanggung jawab atas semua fungsi ekspor, mulai identifikasi pasar potensial dan segmen sasaran, mengatur dokumentasi ekspor dan pengiriman produk, hingga penyusunan planning pemasaran (termasuk penetapan harga, promosi dan distribusi di pasar internasional).
Meskipun ekspor pribadi membutuhkan biaya lebih mahal dan komitmen lebih besar untuk pengembangan pasar ekspor, seni manajemen ini bisa menghasilkan perjuangan promosi dan penjualan yang lebih efektif dan juga memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan kendali yang lebih besar atas kondisi-kondisi menyangkut penjualan produk di pasr internasional. Strategi ini juga isa mengatakan kontak yang lebih baik dengan pihak-pihak terkait, menyerupai pasr dan distributor setempat. Selain itu, ekspor pribadi juga mengatakan umpan balik yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi peluang gres dan tren pasar; memantau kinerja dan gerakan pesang; dan menyesuaikan planning dan strategi.
Bagi sekelompok perusahaan, ekspor merupakan langkah pertama atau langkah lanjutan dalam tahapan perluasan pasr internasionalnya. Di lain pihak, bagi kelompok lainnya, ekspor tetap menjadi mode operasi dominant dalam pasar internasional. Kadangkala perusahaan berskala kecil dan menengah yang melayani segmen ceruk terspesialisasi dalam pasar global menentukan untuk tetap menjadi eksportir.
B. Sistem Kontraktual
Bila ukuran pasar, biaya pengiriman, kendala tarif dan faktor-faktor lainnya menyiratkan pentingnya mendirikan akomodasi produksi yang erat dengan pelanggan luar negeri, padahal perusahaan enggan terlibat operasi semacam itu, ada sejumlah alternatif yang bisa dipilih. Misalnya, contract manufacturing memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan dan mengendalikan pemasaran, distribusi dan pelayanan produknya di pasar internasional, sembari mengalihkan tanggung jawab produksi kepada perusahaan lokal. Di lain pihak, lisensi memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari penemuan teknologi, merek, nama korporat atau aset properti lainnya di pasar internasional, tanpa harus terlibat pribadi dalam operasi produksi atau pemasaran di luar negeri. Demikian pula halnya dalam industri jasa.
Pengembangan bisnis waralaba dengan wirausaha lokal memungkinkan pihakfranchisor berekspansi secara internasional dengan memanfaatkan bakat kewirausahaan dan sumber modal lokal. Alternatif lainnya ialah membentuk perjuangan patungan dengan perusahaan atau organisasi lain guna menjalankan kegiatan pemanukfaturan atau pemasaran international. Ada beberapa jenis sistem kontrak yaitu contract manufacturing, lisensi, warlaba (Chandra, 2004:161-165).
1. Contract Manufacturing
Dalam sistem contract manufacturing (CM), proses produksi dikontrakkan pada pemanufaktur lokal, namun pemasaran tetap dikendalikan perusahaan. Strategi ini cocok dipakai untuk negara-negara yang ukuran pasarnya tidak memadai bila didirikan akomodasi manufaktur di sana atau untuk negara-negara yang kendala tarifnya tinggi.
Alasan CM diantaranya ialah untuk menekankan biaya manufaktur dan menghindari tarif atas impor. Selain itu, bisa pula CM dikarenakan manajemen kekurangan sumber daya atau tidak tersedia menginvestasikan modal dalam akomodasi manufaktur.
Strategi CM juga mengatakan fleksibilitas cukup besar. Tergantung pada jangka waktu kontraknya, jika perusahaan merasa tidak puas dengan kualitas produk atau keandalan pengiriman produk , maka perusahaan bersangkutan bisa beralih ke manufaktur lainnya. Selain itu, jika manajemen memutuskan untuk keluar dari pasar, tidak akan ada kerugian besar yang ditimbulkan dari melepas akomodasi produksi yang sudah ada. Di lain pihak, seni manajemen CM juga mengandung beberapa resiko. Diantaranya: tuntutan akan pengendalian kualitas produk guna memenuhi standar perusahaan; problem ketepatan waktu dan keandalan pengiriman produk; jaminan atau garansi produk; atau problem pemenuhan peasanan tambahan. Lebih lanjut, pemanufaktur mungkin tidak seefisien contracting firm, gagal mencapai kapasitas produk optimal, atau berusaha mengeksploitasi kesepakatan yang sudah dibuat (misalnya dengan jalan ‘mencuri’ teknologi dan kemudian memproduksi sendiri serta bersaing dengan contracting firm bersangkutan). Oleh lantaran itu, perundingan kontrak menjadi faktor paling krusial yang menentukan keberhasilan dan kelangsungan CM.
2. Lisensi
Lisensi merupakan pilihan yang sempurna apabila perusahaan mempunyai hak cipta tertentu, menyerupai teknologi proses atau produk yang telah dipatenkan, merek dagang atau nama merek, yang bisa dimanfaatkan dalam skala internasional tanpa harus mencurahkan banyak sumber daya untuk operasi internasional. Dalam kesepakatan lisensi, perusahaan mengatakan hak untuk memanfaatkan teknologi, merek dagang atau nama merek yang dipatenkan kepada licensee dengan mendapat pembayaran royalti. Umumnya tersebut ditentukan berdasarka persentase dari penjualan sesuai kesepakatan.
Lisensi memungkinkan perusahaan untuk mendapat manfaat dari penjualan internasional dengan memanfaatkan proprietary assets yang dimiliki dengan komitmen sumber daya dan risiko minimal. Namun, kesepakatan semacam ini hanya mengatakan hasil (returns) terbatas. Selain itu, pengembangan pasar juga terbatas jika licensee tidak mencurahkan perhatian yang memadai atau tidak mempunyai sumber daya untuk mengembangkan pasar secara optimal.
Lisensi juga bisa menghambat seni manajemen masuk pasar tahap selanjutnya yang direncanakan oleh licensor. Meskipun perusahaan membatasi jangka waktu kesepakatan lisensi, sangatlah sukar memasuki pasar jika kontrak berakhir. Mantan licensee bisa menjadi pesaing potensial. Lagipula, perusahaan masih harus memulai lagi pengumpulan informasi mengenai pasar, menjalin kontak dan membangun saluran distribusi. Selain itu, dalam beberapa kasus licensee berhenti membayar royalti dan perusahan sulit melacak penjualan yang royaltinya masih harus dibayar.
Sekalipun mendatangkan uang dalam jumlah besar, tindakan menyerupai itu juga beresiko, terutama bila merek dagangnya dipakai untuk produk-produk yang tidak memenuhi standar kualitas atau reliabilitas atau jika seni manajemen pemasarannya tidak tepat. Itu bisa merusak reputasi dan nilai merek dagang bersangkutan.
Konsekuensinya, menyerupai halnya contract manufacturing, licensor harus selalu memantau kegiatan licensee dan melaksanakan pengendalian kualitas dan keuangan secara ketat guna menjamin bahwa licensee memenuhi standar yang telah disepakati bersama.
3. Waralaba (Franchising)
Waralaba merupakan bentuk lisensi dalam industri jasa menyerupai restoran siap saji, ritel, persewaan mobil, hotel dan biro pencari kerja. Franchisee untuk melaksanakan bisnis atas nama franchisor dengan cara-cara yang ditetapkan dengan imbalan royalty, biasanya dalam bentuk fee atau persentase dari penjualan. Contoh perusahaan yang melaksanakan perluasan internasional dengan seni manajemen waralaba antara lain McDonald’s, Dunkin Donuts, Kentucky Fried Chicken, Domino’s Pizza, Hillton Hotels, Body Shop dan Manpoer.
Seperti halnya lisensi, kontrak waralaba memungkinkan perusahaan berekspansi secara internasional tanpa melaksanakan investasi modal substansial. Hal ini sangat bermanfaat dalam industri jasa, di mana biasanya biaya membeli atau menyewa tempat operasi secara global kerapkali menjadi kendala utama.
Waralaba juga sangat sempurna dipakai bilamana kontak dengan pelanggan dan efisiensi operasi bisnis merupakan faktor utama kesukseskan bisnis. Franchisor bisa memanfaatkan bakat kewirausahaan lokal, keterampilan personil lokal, jalinan korelasi dengan pelanggan lokal dan menyesuaikan diri dengan kekhasan lingkungan operasi lokal. Selain itu, franchisee juga cenderung lebih termotivasi lantaran ia ialah pemilik yang mengoperasikan bisnisnya sendiri sehari-hari, bantuan secara pribadi dan signifikan pada pencapai keuntungan dan mempunyai otonomi manajemen cukup besar.
Di lain pihak, franchisor tetap harus memantau kegiatan operasi setiap franchisee di banyak sekali belahan dunia dan memutuskan standar kinerja serta prosedur pengendalian yang ketat dalam rangka mewujudkan keseragaman produk dan layanandi seluruh dunia. Bila tidak, nilai waralaba dan namanya akan hilang.
Penetapan dan pemberlakuan standar jauh lebih sukar dan krusial bagi seorang franchisor dibandingkan licensor, lantaran waralaba menjual cara berbisnis yang sifatnya ‘intangible’ dan tidak berwujud produk fisik.
C. Usaha Patungan (Joint Venture)
Salah satu cara yang juga efektif untuk membatasi ekspor modal dalam pasar global ialah membangung perjuangan patungan, terutama dengan kawan bisnis lokal. Usaha patungan bisa majemuk bentuknya, tergantung tujuan perusahaan, persyaratan modal perjuangan bersangkutan dan peraturan pemerintah menyangkut kepemilikan asing. Selain itu, motivasinya pun bisa beraneka ragam diantaranya: untuk mendapat kanal pasar; memperluas rentang produk; membentuk atau mempengaruhi struktur pasar; mencapai tingkat kecepatan (dalam hal penemuan dan memasuki pasar) yang lebih besar; meningkatkan efisiensi; dan atau meningkatkan kompetensi dan sumber daya organisasi.
Apabila tujuan perjuangan patungan ialah melaksanakan proyek pembanguna infrastruktur pokok atau pertanian (seperti proyek waduk atau irigasi, penambangan batu bara dan lain-lain), biasanya dibuat konsorsium yang melibatkan banyak mitra bisnis asing. Bank maupun forum keuangan lainnya berperan sebagai peyandang dana, sementara pihak-pihak lain menyumbang keahlian teknologis. Biasanya proyek semacam ini dilakukan di negara berkembang dan melibatkan institusi pemerintah yang melaksanakan fungsi kontrol atas pelaksanaan proyek tersebut.
Bentuk perjuangan patungan lainnya ialah kolaborasi antara dua perusahaan swasta. Misalnya, sebuah perusahaan membuka perjuangan patungan dengan perusahaan lokal di negara lain. Kerapkali perusahaan absurd mengatakan konstibusi berupa keahlian produksi dan teknologi, serta kadangkala nama merek dan reputasi perusahaan, sedangkan kawan lokalnya menyediakan kanal ke jaringan distribusi dan pengetahuan serta pemahaman atas lingkungan pasar setempat.
Strategi perjuangan patungan mengatakan sejumlah keuntungan sebagai cara memasuki pasar luar negeri. Meskipun menuntut komitmen sumber daya pasar luar negeri, perjuangan patungan bisa mengatakan potensi keuntungan dan kendali yang lebih besar atas manajemen produksi dan pemasaran di pasar bersangkutan. Risiko modal ditanggung bersama dengan kawan lokal. Selain itu, kawan lokal berperan besar dalam hal pemahaman atas kondisi pasar lokal dan juga mempunyai kontak dengan distribusi lokal dan institusi kunci lainnya di negaranya. Perusahaan bisa mendapatakan pengetahuan dan umpan balik mengenai kondisi pasar; kebutuhan dan respon pelanggan; para pesaing utama dan kemungkinan reaksi mereka dan secara bertahap mendapatkan pengalaman beroperasi dalam pasar bersangkutan.
Selain itu, perjuangan patungan juga sangat bermanfaat untuk memasuki pasar yang sistem perekonomiannya berbeda, menyerupai RRC dan negara-negara pecahan Uni Soviet. Di RRC, misalnya, pemerintah setempat mendorong perjuangan patungan dalam rangka alih teknologi dan keahlian manajerial kepada perusahaan lokal. Namun, banyak juga perusahaan yang mengalami kesulitan dan problem dalam menjalin usaha patungan di banyak sekali negara. Sekalipun dalam jangka pendek, perjuangan patungan dengan mitra lokal mengatakan keunggulan berupa informasi, kontak dan keahlian pemasaran lokal. Biasanya dalam jangka panjang dijumpai banyak masalah. Bahkan Douglas &Craig (1995) mengestimasi bahwa antara 50 samapai 70 persen usaha patungan mengalami kegagalan.
Beberapa problem dalam perjuangan pantungan diantaranya: problem komunikasi, perbedaan budaya perusahaan, perbedaan gaya manajemen, repatriasi laba, perbedaan kepentingan dan tujuan, ketidakpuasan atas kinerja kawan bisnis, lunturnya rasa saling percaya dan komitmen bersama dan sebagainya.
Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang terlibat dalam pemasaran gobal, perjuangan patungan tradisional (melibatkan perusahaan absurd dan kawan bisnis lokal) berkembang pesat dan memunculkan pula aliansi strategik (Strategic Alliance) yang lebih kompleks. Aliansi kerapkali melibatkan banyak kawan bisnis dan kadangkala berfokus pada tahap tertentu dalam rantai nilai, menyerupai riset dan pengembangan produksi atau distribusi. Aliansi strategik bisa dikelompokkan berdasarkan lima tipe yaitu pengembangan teknologi; operasi dan logistik; pemasaran, penjualan dan layanan; negara tunggal dan banyak negara. Menurut berbagai data estimasi, jumlah aliansi strategik diperkirakan tumbuh dengan kecepatan 20 hingga 30 persen semenjak pertengahan dekade 1980-an.
Tabel Tipe-tipe aliansi strategic
D. Investasi Langsung (Wholly-Owned Subsidiaries)
Berbagai problem dan kesulitan dalam mengelola perjuangan patungan dan tipe-tipe kesepakatan kontraktual lainnya mendorong perusahaan untuk melaksanakan investasi langsung, sejauh ini diperbolehkan dan perusahaan mempunyai sumber daya untuk merealisasikannya. Selain mengatakan kendali penuh atas produksi dan pemasaran, operasi cabang juga mengeliminasi kemungkinan konflik kepentingan dan masalahmasalah manajemen yang muncul dalam contract manufacturing, lisensi atau usaha patungan. Semua keuntungan yang diperoleh dari wholly-owned subsidiaries menjadi milik perusahaan sepenuhnya. Selain itu, perusahaan bisa mencurahkan perjuangan maksimum untuk mengembangkan pasar sesuai dengan arah yang diinginkan, mempromosikan merek-merek internasional atau mengembangkan produk gres yang memanfaatkan keterampilan dan/atau sumber daya perusahaan dari negara tujuan pemasaran lainnya.
Perusahaan mempunyai dua pilihan dalam pengembangan operasi cabang, yaitu mengakuisisi perusahaan yang sudah ada atau membangun sendiri operasinya dari awal (Greenfield plant). Kedua alternatif ini mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing (Chandra, 2004:169).
Tabel Kenggulan dan Kelemahan Wholly-owned Subsidiaries
1. Akuisisi
Strategi akuisisi mengatakan sejumlah keuntungan, di antaranya memungkinkan entri yang cepat, kanal kesaluran distribusi, basis pelanggan sudah ada dan dalam beberapa kasus merek atau reputasi perusahan sudah mapan. Dalam beberapa kasus manajemen yang sudah ada masih dipertahankan, sehingga bisa dijadikan semacam ‘jembatan’ untuk memasuki pasar dan memungkinkan perusahaan untuk memperoleh pengalaman dalam beroperasi di lingkungan pasar lokal. Ini khususnya sangat penting bagi perusahaan yang keahlian manajemen internasionalnya relatif terbatas atau kurang ‘familiar’ dengan pasar lokal.
Akuisisi juga merupakan pilihan sempurna bilamana industri yang dimasuki sudah sangat kompetitif dan hanya tersedia sedikit ruang bagi’pemain baru’. Situasi lain yang juga cocok ialah jika kendala masuknya relatif besar. Contohnya, Electrolux masuk ke pasar Amerika dengan jalan mengakuisisi sebuah perusahaan vacuum cleaner Amerika dan kemudian White-Westinghouse, dengan merek-merek seperti Frigidaire dan Kelvinator. Dengan cara itu Electrolux bisa mendapat kanal cepat pada pasar dan jaringan distributor Amerika.
Meskipun demikian, tak jarang terdapat pula banyak sekali problem strategi akuisisi, contohnya soal memodernisasi pabrik, peralatan dan pasokan energi yang sudah ketinggalan jaman, tantangan perubahan perilaku dan cara kerja karyawan, perubahan pola pikir dan budaya perusahaan usang dan lain-lain.
2. Greenfield
Greenfield ialah seni manajemen perusahaan memulai operasi gres dari awal. Strategi ini dipilih lantaran beberapa alasan: (1) jika logistik produksi merupakan faktor kunci sukses dalam industri; (2) tidak ada sasaran akuisisi yang memenuhi kriteria perusahaan; (3) sasaran akuisisi yang terlalu mahal. Perusahaan-perusahaan mobil Jepang, misalnya, masuk ke pasar Eropa dengan memdirikan greenfield plants, terutama di Inggris. Perusahaan-perusahaan tersebut membangun pabrik perakitan baru yang memungkinkan mereka memanfaatkan teknologi produksi terbaru sembari menyeleksi lokasi yang paling menguntungkan dalam hal biaya tenaga kerja, harga tanah, pajak dan transportasi.
Pendirian pabrik gres juga memfasilitasi pengembangan sistem produksi dan logistic yang terintegrasi secara global. Mesin-mesin bisa di produksi di pabrik A, chasis di pabrik B, kemudian keduanya dikirim untuk keperluan perakitan di pasar akhir. Kemampuan mengintegrasi operasi antar negara dan menentukan arah ekspansi internasional di masa depan seringkali menjadi motivasi utama untuk mendirikan operasi yang dimiliki 100%, meskipun dibutuhkan waktu lebih usang dalam membangun pabrik dibandingkan membelinya.
Whooly-owned subsidiaries, baik akuisisi maupun greenfield membutuhkan komitmen dan keterlibatan total dalam perluasan internasional. Manajemen tidak mengandalkan atau tergantung pada kawan lokal dan harus mengembangkan keahliannya sendiri dalam menghadapi lingkungan pasar lokal.
Seperti halnya strategi-strategi lainnya, akuisisi dan greenfield memiliki beberapa kelemahan, terutama dalam hal kebutuhan modal dan sumber daya manajemen yang sangat besar. Satu sisi, komitmen kepemlikan pada operasi internasional mengatakan kendali yang besar, namun di sisi lain mengakibatkan risiko besar dan tingkat fleksibilitas yang rendah.
E. Pemasaran Melalui Internet
Perdagangan melalui internet bisa dipandang sebagai salah satu metode memasuki pasar luar negeri yang efektif. Saat ini sudah banyak perusahaan yang memanfaatkan Internet untuk keperluan memasarkan produknya dalam pasar global.
Perusahaan-perusahaan mulai aktif merancang katalog internet yang ditujukan pada negara-negara tertentu dalam situs Web yang multi-bahasa. Mereka menjual dan memberikan layanan konsumen melalui web store atau virtual store. Perusahaan dapat mendirikan toko virtual sendiri atau memakai jasa distributor perantara (intermediary).
Beberapa perusahaan yang berhasil menjual melalui internet yaitu Dell Computer Corporation mulai menjual computer via internet pada tahun 1997 ke berbagai negara, menyerupai Malaysia, Australia, Hong Kong, Selandia Baru, Singapura, Taiwan dan negara-negara Asia lainnya. Kini Dell juga telah merancang khususnya melayani pasar Eropa. Amazon.com sangat berhasil menjual buku dari berbagai penerbit untuk konsumen di seluruh dunia. E-bay berhasil menjadi toko virtual yang mempertemukan penjual dan pembeli banyak sekali produk dari seluruh dunia, melalui proses tawar menawar virtual.
Ada dua jenis metode pengelolaan toko virtual yaitu otomatis dan manual. Dengan memakai metode otomatis, pengelola toko memakai serangkaian sistem komputer untuk menfasilitasi penjualan. Intervensi insan dalam proses ini sangat sedikit. Sedangkan metode manual masih membutuhkan intervensi manusia untuk merespon pesanan, berkomunikasi dengan pelanggan dan mengatakan layanan purna jual. Di Indonesia, sebagian besar toko virtual memakai metode kedua.
Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan. Metode pertama, memungkinkan frekuensi transaksi yang sangat tinggi, transaksi sangat cepat. Sedangkan metode kedua, mengatakan nilai tambah interaksi insan tidak hilang sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen.
Ada beberapa faktor kunci keberhasilan toko virtual. Pertama dan utama adalah kepercayaan. Pengelola toko virtual harus sanggup mengelola kepercayaan konsumen. Hal ini sanggup dibangun melalui jaringan pertemanan/hubungan virtual, pernyataan atau pengukuhan dari konsumen sebelumnya, komunikasi yang intensif dengan konsumen, bukti fisik keberadaan konsumen di dunia nyata. Kedua, sistem transaksi yang cepat dan aman. Salah satu problem yang dihadapi konsumen adalah keamanan transaksi. Pengelola toko virtual harus sanggup memastikan seluruh informasi transaksi yang diberikan pelanggan tidak akan disalahgunakan pihak lain. Ketiga, sistem pengiriman. Setelah terjadi transaksi, barang akan dikirim kepada pelanggan melalui jasa pengiriman. Oleh lantaran keterlibatan perusahaan pengiriman sangat penting lantaran merupakan jaminan ketepatan komitmen pengelola toko virtual.
Strategi ini sangat jitu dipakai untuk perusahaan yang tidak memiliki banyak modal. Karena dalam banyak kasus keberhasilan bisnis melalui internet bukanlah disebabkan oleh modal yang besar tapi kreativitas sehingga konsumen tertarik memasuki toko virtual.